Mohon tunggu...
Jejak Pena Yuni
Jejak Pena Yuni Mohon Tunggu... Penulis - Blogger, Buzzer, Culinary, Content Writer

Blogger, Buzzer, Culinary, Content Writer

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Perkembangan Kereta Api dari Masa ke Masa, dari Kereta Ekonomi hingga Whoosh

30 Oktober 2024   11:32 Diperbarui: 30 Oktober 2024   11:40 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri (naik kereta cepat Whoosh)

Dengan kata lain jumlah penumpang yang berada didalam gerbong disesuaikan dengan ketersedian tempat duduk. Lalu penertiban pedagang asongan agar kondisi kereta tetap rapi dan bersih, serta ketentuan barang bawaan penumpang. Penumpang yang ingin memanfaatkan kereta api untuk bepergian setidaknya jangan sampai membawa binatang hidup atau barang-barang yang mengganggu penumpang lain.

Lama Tidak Memanfaatkan Moda Transportasi Kereta Api

Tahun 2003 saya menikah lalu mengikuti suami yang berdinas di Jayapura, Papua. Sejak saat itu saya tidak bisa memanfaatkan kereta api untuk bepergian. Di Papua dan beberapa propinsi yang terletak di luar Jawa memang belum tersedia fasilitas yang mendukung operasional kereta api. 

Selain kondisi alam yang belum memungkinkan, seperti Papua yang kebanyakan dipenuhi hamparan hutan dan lautan, rasanya butuh pertimbangan untuk membuat rel kereta api yang dapat menghubungkan antara satu pulau dengan pulau lain.

Sepuluh tahun tinggal di Papua, setelahnya saya kembali mengikuti suami yang berpindah tugas ke Bali di tahun 2013. Di Bali pun masih sama, tidak ada stasiun. Kalau pun ingin naik kereta saya harus ke Banyuwangi, itu pun jadwalnya tidak sesuai harapan. Artinya saya harus mencari penginapan dulu di Banyuwangi jika ingin bepergian dengan kereta api.

Namun bukan berarti saya tidak mengikuti perkembangan perkeretaapian. Melalui internet saya jadi tahu adanya commuter line. Bahkan kereta ekonomi "Penataran" yang kondisinya mengenaskan, kini berubah menjadi commuter line Dhoho - Penataran, yang kondisinya jauh lebih bagus. 

Kembali Menikmati Moda Transportasi Kereta Api

Tahun 2021, suami dipindahtugaskan ke Bogor. Meski saya masih tinggal di Bali karena menemani anak yang melanjutkan sekolahnya, namun saya masih mengikuti perkembangan kereta api dari cerita suami. Sejak kepindahan tugasnya di Bogor, ia sering memanfaatkan KRL (Kereta Rel Listrik) saat harus ke Jakarta, demikian sebaliknya.

 KRL dioperasikan oleh PT. Kereta Commuter Indonesia, anak perusahaan PT. KAI (Persero) yang menggunakan tenaga listrik sebagai sumber daya utama. Dan KRL ini melayani rute komuter di wilayah Jabodetabek dan lintasan Yogyakarta - Solo. Untuk membayar tiket KRL, pengguna dapat memanfaatkan Kartu Multi Trip (KMT), Uang Elektronik Bank, atau pembayaran lewat QR-Code.

Dan di tahun 2023, saya akhirnya bisa pulang ke Blitar, setelah anak melanjutkan kuliahnya di Malang. Sejak saat itu saya kembali memanfaatkan kereta api untuk bepergian. Untuk jarak dekat biasanya saya memanfaatkan kereta ekonomi commuter line Dhoho - Penataran yang harga tiketnya Rp. 12.000. Dimana kondisi kereta ini kini jauh lebih bagus.

 Penumpang cukup memanfaatkan aplikasi Access by KAI untuk membeli tiket. Tidak perlu di printout, cukup ditunjukkan screenshot tiket dan tanda pengenal saat akan memasuki peron. Ketersediaan tempat duduk pun juga bisa diketahui dari aplikasi, sehingga tidak lagi terjadi  penumpukan penumpang dan berdiri di lorong. Pedagang asongan juga tidak ada, digantikan oleh pramugara dan pramugari kereta yang berjalan menawarkan aneka makanan dan minuman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun