Siapa yang tidak kenal dengan menu yang satu ini, soto daging dengan aroma yang begitu nikmat. Inilah menu yang saya cari setiap pulang ke Blitar. Meski kata “soto” sudah tidak asing di telinga kita. Bagi saya, soto khas Blitar ini mempunyai cita rasa tersendiri. Tentunya tidak akan ditemui di daerah lain.
Hampir dua belas tahun meninggalkan Blitar, sudah pasti kuliner yang satu ini menjadi tujuan awal ketika kaki kembali menjejak di kampung halaman. Tentu pada penasaran kan, apa kekhasan soto daging asli Blitar ini?
Pernah kan dengar “soto cepitan”?. Sejak kecil nama soto ini sudah tidak asing di telinga saya. Warungnya sempit, letaknya di cepitan, yaitu di sebuah gang yang sempit. Namun pembelinya sangat banyak, bahkan sampai mengantri.
Uniknya, penempatan kuah soto ini tidak di panci aluminium, melainkan di panci yang terbuat dari tanah liat alias “anglo”. Sedangkan penataannya cukup diletakkan di kayu panjang yang menyerupai pikulan, dengan dilengkapi “luweng” atau alat pemanas yang apinya berasal dari arang atau tempurung kelapa yang sudah kering.
Memang....dulunya penjual soto lebih banyak berdagang keliling, sehingga mereka memakai pikulan. Nah, yang ini cukup berdiam diri di sebuah warung sempit, namun pikulannya tetap dipajang sebagai tempat meletakkan kuah soto dan pernak-perniknya. Sementara, sang penjual duduk di tengah-tengah tempat kuah. Sudah bisa dibayangkan, bagaimana gerahnya udara di sekitar pikulan itu. Bahkan aroma arang juga tercium kemana-mana.
Justru inilah ciri khas soto daging. Aroma kuahnya pun sangat beda, masih tercium kekhasannya. Uniknya lagi, penyajiannya diletakkan di sebuah mangkok yang imut. Sudah bisa dibayangkan, bagi kaum lelaki yang menyantap soto ini, tentu tidak akan kenyang bila hanya menghabiskan satu mangkok saja. Seringkali mereka nambah porsi.
Dulu....satu porsi soto daging harganya sangat murah. Yah...tentunya harga juga mengikuti perkembangan jaman dan kenaikan harga bahan mentah. Namun, kalau dihitung-hitung harga seporsi soto daging saat ini masih ramah di kantong. Beberapa hari yang lalu saya menyambangi warung ini dan memesan tiga porsi soto daging ditambah segelas teh manis dan segelas aqua, saya cukup membayar dua puluh enam ribu rupiah saja.
Entah berapa harga seporsi soto daging? Kalau saya hitung-hitung, bisa jadi harga seporsi soto daging dibanderol dengan harga tujuh ribu rupiah, segelas teh manis empat ribu rupiah, serta segelas aqua seribu rupiah. Pas kan?
Dan uniknya lagi, soto ini tidak bisa dibungkus, karena penjualnya tidak menyediakan plastik. Mereka hanya menyediakan mangkok kecil sebagai tempat soto bagi pembelinya yang makan di tempat. Kemungkinan, bila ada yang ingin membeli soto untuk dibawa pulang tentunya harus membawa tempat sendiri dari rumah. Cukup unik bukan?
Nah....dimana penjual soto ini berada?
Kalau saya perhatikan, penjual soto daging di Blitar kini makin menjamur. Banyak warung di pinggir jalan bertuliskan soto daging. Namun rasanya beda. Dulu, soto cepitan ini berada di sebuah gang di jalan mastrip. Karena deretan toko di sekitarnya dirobohkan untuk bangunan pasar, akhirnya warung soto cepitan juga kena gusur. Dan saya baru menemui cabangnya di jalan Kelud dekat perempatan lampu merah.
Disitu sudah terpampang tulisan besar “Soto Daging Kelud”. Bagi sobat yang penasaran dengan cita rasa soto daging di Blitar, silahkan mencobanya bila sudah berada di Blitar. Di jamin bakal ketagihan........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H