Seni adalah warisan turun-temurun yang semestinya dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Sidoarjo wajib bangga dengan adanya budaya kesenian yang masih ada dengan seniman hebat nan berpengalaman. Salah satunya 'Kampoeng Seni' atau 'Pasar Seni' di perumahan Pondok Mutiara Sidoarjo.
Kampoeng Seni yang dulunya bernama 'Pasar Seni' kini mulai tersisihkan dari Sidoarjo. Pasalnya, awal berdiri Kampoeng Seni pada 2004 oleh Bupati Sidoarjo Win Hendrarso akan direalisasikan menjadi salah satu ikon wisata di kota Delta ini. Tapi sayang, hal ini rupanya tidak berjalan sesuai tujuan awal dikarenakan kurangnya perhatian dari Pemerintah serta masyarakat. Kini keberadaannya tak banyak diketahui orang, termasuk warga Sidoarjo.
"Nah pada 2004 ketika awal dibuka, bisa dibilang rame. Banyak pengunjung berdatangan kesini. Seingat saya di awal Lumpur Lapindo meledak, spontan pembeli menghilang atau mungkin pergi menjauh dari Sidoarjo atau bagaimana.Â
Maka tak ayal, satu demi satu pelukis yang ada mulai kembali mencari sumber rejeki di tempat baru. Ada yang ke Jakarta, Bali, Semarang, Bandung, dan Kalimantan. Sampai detik ini yang tersisa hanya 7 personal karena sudah terlanjur membeli stand disini," ujar Irwanto.
Pria 66 tahun asal Madiun ini merupakan salah satu seniman lukis yang masih produktif dalam berkarya di Kampoeng Seni.Â
Kiprahnya di dunia seni sudah ditekuni sejak di bangku SD dengan mengikuti pameran dasar. Diakuinya sejak masih kecil memang sudah hobi menggambar. Dengan ketekunan yang dimiliki, Irwanto sukses menjadi seniman profesional dan berpengalaman.
"Untuk karya lukisan di studio saya ini ada yang dibuat untuk pameran dan ada juga yang dijual. Melihat kondisi pandemi seperti saat ini, media online adalah media saya untuk memamerkan dan menjual hasil karya lukisan. Terkadang saya dipanggil untuk ngajari melukis di luar dan kalau jenuh saya biasanya menyanyi di tempatnya bu Nurhayati," sambung Irwanto.
Untuk saat ini, seniman yang masih produktif dalam berkarya di Kampoeng Seni diantaranya Irwanto (pelukis), Asri Nugroho (pelukis), Amdo Brada/Bambang Widodo (pelukis), Nurhayati (penyanyi langgam), Mbah Taji Ki Puspo (dalang), Hardi (pelukis/alm) dan Jati Collection (usaha tas plastik dan masker).
Masing-masing seniman memiliki studio seni. Namun, kini banyak studio seni menjadi bangunan kosong, rusak, dan tak terawat mengingat banyaknya seniman yang pergi dari Kampoeng Seni.Â
Beberapa bangunan yang terbengkalai membuat suasana Kampoeng Seni terlihat sunyi. Miris memang! Sebuah aset berharga yang dimiliki Kab. Sidoarjo kini menjadi daerah yang jarang terjamah oleh orang, khususnya warga Sidoarjo.
Amdo Brada menjelaskan bahwa siapapun bebas untuk mengunjungi Kampoeng Seni ini. Seniman terkenal yang dijuluki Kepala Suku ini mengharapkan jika Kampoeng Seni dapat hidup kembali.
"Setiap malam Padang Bulan kami biasanya mengadakan acara kesenian dengan tema yang berbeda-beda. Salah satunya dengan geguritan kidung jawi. Hal ini kami angkat berdasarkan referensi tradisi. Dengan seperti ini, kami berharap tradisi dan adat Jawa masih terus dijaga," ujar Amdo Brada.
Diakuinya jika banyak seniman dari luar daerah yang datang dan ikut serta dalam acara Padang Bulan. Amdo berharap dengan kegiatan rutin seperti itu dapat membuat Kampoeng Seni dikenal banyak orang.Â
Ia juga mengajak orang lain khususnya warga Sidoarjo untuk datang ke acara tersebut sebagai bentuk menjaga kesenian daerah. (Yuni Khoirul Fatimah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H