Mohon tunggu...
yunidaalindita w
yunidaalindita w Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Uin raden mas said surakarta

menyukai olahraga, menulis, menggambar, membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Max Weber dan Hla Hart

5 November 2024   07:08 Diperbarui: 5 November 2024   07:08 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3. Rule of Recognition dan Legal Positivism (Hart): Pemikiran Hart tentang rule of recognition menjadi penting dalam konteks pluralisme hukum di Indonesia, di mana ada hukum adat, hukum Islam, dan hukum nasional. Hart menawarkan kerangka yang dapat membantu menavigasi pengakuan aturan-aturan hukum dalam masyarakat yang majemuk, khususnya untuk mengakomodasi perbedaan budaya dan nilai.

4. Aturan Primer dan Sekunder (Hart): Indonesia memiliki berbagai peraturan yang mendasari sistem hukum nasional, termasuk Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, dan Peraturan Pemerintah. Menggunakan konsep aturan primer dan sekunder Hart, kita dapat menganalisis bagaimana peraturan-peraturan ini saling berinteraksi dan menilai apakah aturan sekunder sudah mampu mendukung pengembangan hukum yang responsif dan akuntabel.

Analisis Pemikiran Weber dan Hart terhadap Perkembangan Hukum di Indonesia

Pemikiran Weber dan Hart dapat menjadi panduan dalam memperkuat reformasi hukum di Indonesia. Dengan merujuk pada Weber, Indonesia perlu terus mendorong rasionalisasi dan efisiensi dalam proses penegakan hukum, misalnya dengan digitalisasi sistem peradilan. Selain itu, penggunaan konsep Hart dapat membantu dalam memperkuat otoritas hukum nasional sambil mengakomodasi pluralisme hukum yang ada. Kombinasi pendekatan rasional-legal ala Weber dan aturan-aturan yang tegas dan diakui secara sah ala Hart dapat membantu menciptakan sistem hukum yang lebih adil, responsif, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang beragam.

Max Weber dikenal dengan pendekatan sosiologisnya terhadap hukum, terutama dalam konsep rasionalisasi dan tipe otoritas. Weber membedakan tiga jenis otoritas, yaitu otoritas tradisional, karismatik, dan rasional-legal. Hukum modern menurut Weber bersifat rasional-legal, di mana hukum seharusnya berdiri secara objektif dan tidak tergantung pada individu tertentu.

Di Indonesia, pengaruh pemikiran Weber tampak pada upaya membangun sistem hukum yang modern dan birokratis. Hukum yang diterapkan di Indonesia semakin mengarah pada bentuk hukum tertulis yang objektif dan mengedepankan aturan baku. Namun, masih terdapat tantangan dalam mewujudkan hukum yang benar-benar rasional-legal, karena kuatnya pengaruh budaya lokal, hukum adat, dan praktik informal lainnya yang dapat menciptakan konflik antara hukum negara dengan hukum adat.

Selain itu, rasionalisasi hukum Weber mengarah pada independensi lembaga peradilan dan birokrasi. Di Indonesia, ini terlihat dalam upaya memperkuat independensi lembaga-lembaga hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, praktik nepotisme dan politisasi sering kali mengganggu ideal rasional-legal tersebut.

H.L.A. Hart berfokus pada analisis konsep hukum melalui pendekatan positivisme hukum. Ia membedakan hukum menjadi primary rules (aturan primer) dan secondary rules (aturan sekunder). Aturan primer mengatur tindakan yang diizinkan atau dilarang, sedangkan aturan sekunder mengatur cara menafsirkan, mengubah, dan menerapkan aturan primer. Menurut Hart, sistem hukum yang matang memerlukan kombinasi kedua jenis aturan ini.

Di Indonesia, konsep primary dan secondary rules tampak dalam peraturan yang ada di tingkat undang-undang dasar, undang-undang, hingga peraturan-peraturan teknis. Konstitusi UUD 1945 sebagai aturan tertinggi berfungsi sebagai dasar dari secondary rules yang mengatur pembentukan, perubahan, dan pelaksanaan hukum lainnya. Sementara itu, aturan primer ditemukan dalam undang-undang yang mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Namun, tantangan yang muncul dalam hukum Indonesia sering kali terletak pada penerapan aturan sekunder yang belum konsisten. Misalnya, dalam perubahan undang-undang yang terlalu sering atau dalam interpretasi hukum yang cenderung tidak konsisten oleh hakim. Selain itu, kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan menunjukkan lemahnya aturan sekunder dalam mengontrol dan memastikan penerapan aturan primer yang efektif.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun