4. Rasionalisasi Hukum: Weber berpendapat bahwa hukum di dunia modern semakin rasional, di mana keputusan-keputusan didasarkan pada aturan-aturan yang jelas dan konsisten, bukan pada pemikiran irasional atau personal.
Pokok-Pokok Pemikiran H.L.A. Hart
H.L.A. Hart adalah seorang filsuf hukum asal Inggris yang dikenal sebagai pelopor aliran positivisme hukum. Beberapa pokok pemikiran utama Hart meliputi:
1. Primary dan Secondary Rules: Hart membedakan antara aturan primer (aturan yang mengatur perilaku) dan aturan sekunder (aturan yang mengatur bagaimana aturan primer dibuat, diubah, atau dihapus). Ini memperlihatkan sistem hukum sebagai sesuatu yang kompleks dan terstruktur.
2. Rule of Recognition: Hart memperkenalkan konsep "rule of recognition", yaitu aturan yang diakui sebagai sumber utama legitimasi hukum dalam suatu sistem hukum. Ini menjadi landasan bagi legalitas aturan dalam sistem hukum suatu negara.
3. Legal Positivism: Sebagai seorang positivis hukum, Hart meyakini bahwa hukum adalah sistem aturan yang terpisah dari moralitas. Hukum tidak harus selalu mencerminkan nilai-nilai moral, tetapi lebih merupakan produk kesepakatan sosial yang diakui dalam suatu masyarakat.
4. Penekanan pada Prosedur dan Kewenangan: Hart menekankan pentingnya prosedur yang benar dalam sistem hukum, di mana aturan dibuat, diterapkan, dan ditegakkan oleh otoritas yang sah, bukan atas dasar keyakinan pribadi atau moral tertentu.
 Pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart dalam Konteks Indonesia
Pada masa kini, pemikiran Weber dan Hart dalam melihat perkembangan hukum di Indonesia. Berikut analisisnya:
1. Birokrasi dan Rasionalisasi Hukum (Weber): Sistem hukum di Indonesia berusaha untuk bersifat birokratis dan formal. Namun, dalam praktiknya, banyak kritik terhadap birokrasi hukum Indonesia yang dianggap lambat dan kurang efisien, sehingga pemikiran Weber tentang kebutuhan akan birokrasi yang rasional dan efisien menjadi relevan sebagai acuan reformasi birokrasi di lembaga hukum.
2. Kekuasaan Rasional-Legal (Weber): Sistem hukum Indonesia secara formal bersandar pada kekuasaan yang bersifat rasional-legal, tetapi dalam praktiknya masih ada ketergantungan pada figur pemimpin yang memiliki kekuatan kharismatik. Ini menunjukkan bahwa pendekatan Weber tentang pentingnya rasionalitas hukum masih perlu ditingkatkan agar hukum benar-benar independen dan objektif.