Perlu kita ketahui bersama bahwa, Indonesia adalah negara kepulauan dan kita sadari betul dalam hal akses komunikasi dan informasi masih belum menyeluruh terfasilitasi dengan baik dan bahkan ada yang tidak ada sama sekali. Terlebih lagi, justru di daerah-daerah kepulauan tersebut merupakan wilayah pesisir dan sebagian besar penduduknya adalah nelayan. Hal ini tentunya menyebabkan kelambanan masyarakat nelayan dalam hal mendapatkan informasi berkaitan dengan program, produk hukum terbaru dan hal-hal lain yang perlu. Ekspektasi besar Pemerintah dalam hal menjadikan koperasi sebagai tonggak penggerak ekonomi nelayan tentunya harus dibarengi dengan sikap sadar koperasi oleh nelayan sebagai objek program. Maka dalam hal ini diharapkan peran signifikan Pemerintah Pusat, khususnya KKP, Kementerian Koperasi dan UKM dan Pemerintah Daerah serta stakeholder terkait untuk saling mendukung dan bekerjasama untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat nelayan, sehingga nelayan mengerti dan memahami arah dan tujuan daripada koperasi dan menhindari Pemerintah dari kesan “hanya mengejar target”.
- Fasilitasi Pendampingan
Dari jumlah koperasi nelayan di atas yang penulis sampaikan di awal tulisan ini, yang menjadi pertanyaan sudah berapa lembaga koperasi yang berhasil? Penulis saksikan sendiri, ada beberapa koperasi yang hanya sekedar ‘plank’ nama dan minim kegiatan ekonomi bahkan tidak ada sama sekali atau “mati suri”. Lalu, bagaimana ini bisa menjadi penggerak ekonomi?. Tentunya untuk mencapai misi besar kesejahteraan nelayan, maka koperasi nelayan sebagai bagian di dalamnya jangan hanya sekedar dibentuk setelah itu dibiarkan jalan sendiri. Koperasi nelayan harus didampingi untuk berkembang, diarahkan sesuai dengan tujuan, melalui pendampingan dan penguatan-penguatan kapasitas nelayan yang terlibat di dalamnya, baik itu kapasitas dalam hal pengelolaan sumberdaya perikanan maupun inovasi-inovasi produk yang bisa dihasilkan, sehingga keberadaan koperasi tidak hanya sebagai tempat “simpan pinjam” yang mulai mengadopsi gaya “pegadaian” atau malah menjadi “rentenir” bagi nelayan itu sendiri. Koperasi nelayan harus ditempatkan sebagai soko guru ekonomi, bukan malah menjadi “alat penyelamat yang menjajah” pada akhirnya.
- Pemberdayaan Nelayan dan Pemasaran
Dengan pendampingan di atas, diharapkan keberadaan koperasi nelayan bisa menjadi penggerak sekaligus sebagai pemberdaya hasil perikanan yang didapatkan oleh nelayan. Pelatihan-pelatihan inovasi produk perikanan dan perluasan keterlibatan, misalnya : nelayan menangkap ikan dan isteri-isteri nelayan membentuk kelompok pengelolaan hasil perikanan dalam bentuk produk-produk makanan seperti abon ikan, ikan kering, ikan asap, dll. Tentunya hal ini akan membuat harga jual menjadi tinggi, peran pemerintah selain memberdayakan hal ini adalah juga membantu dalam pemasaran.
Selain itu koperasi nelayan juga dapat berperan untuk menekan “Sistem Ozon” yang dibangun oleh “tengkulak-tengkulak” yang memonopoli pasar. Komoditas perikanan yang bernilai ekonomis tinggi hanya dibeli murah oleh “tengkulak” dan menjualnya kembali dengan harga mahal. Nelayan yang mempertaruhkan hidup di tengah laut, hanya bisa pasrah, mau dijual kemana lagi? Dengan adanya koperasi harapan kita, dapat membuka jalur pemasaran, sehingga ada persaingan harga dan pemasaran (jual beli) meluas, tidak di monopoli oleh pihak-pihak tertentu saja. Pendampingan, penguatan dan pemberdayaan koperasi nelayan harus mampu menjawab ini.
- Akses Permodalan
Dukungan permodalan yang masih lemah terhadap sektor kelautan dan perikanan menghambat nelayan untuk bangkit mengembangkan produksinya. Program pembiayaan bagi usaha kecil menengah berupa kredit usaha rakyat serta kredit ketahanan pangan dan energi hingga kini masih sulit dijangkau oleh nelayan. Dengan kebijakan koperasi dalam hal mendapatkan bantuan pemerintah, kiranya akses permodalan bagi koperasi nelayan dapat dipermudah. Ditambah lagi untuk wilayah kepulauan seperti Kabupaten Nias Selatan, pelayanan Bank tidak mampu menjangkau daerah-daerah pesisir kepulauan, hanya sebatas di Ibu Kota Kabupaten saja. Ini tentunya membuat masyarakat nelayan untuk mendapatkan informasi kredit, pengurusan dan berkas-berkas lainnya yang perlu disiapkan. Faktor keterpencilan pulau-pulau tertentu secara geografis menjadi kendala utama bagi nelayan. Sehingga berita tentang kredit bantun modal dan lain sebagainya hanya sekedar “iklan” semata. Untuk itu diharapkan peran pemerintah untuk mendukung dan menfasilitasi lembaga keuangan Bank untuk dibuka di pulau-pulau terdekat yang mampu dijangkau oleh masyarakat maupun oleh lembaga itu sendiri.
- Pengawasan
Selain pendampingan, kemudahan akses modal dan dukungan lainnya, hal terpenting adalah pengawasan. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan sembari memberikan pendampingan terhadap koperasi-koperasi nelayan yang menerima manfaat dari Pemerintah, untuk bertanggungjawab atas bantuan yang diterima tersebut sehingga tidak disalahgunakan.
Penutup
Apresiasi besar atas kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menyalurkan bantuan melalui koperasi, sangat tepat sesuai dengan arah kebijakan yang diharapkan. Nias Selatan dengan potensi sumberdaya perikanan yang melimpah dan belum termanfaatkan secara optimal, dengan peran aktif Pemerintah Daerah dan dukungan berbagai pihak diharapkan dapat menjadi pemicu kebangkitan nelayan menuju kesejahteraan. Kita berharap kedepan, Nias Selatan dapat menjadi sentral produksi perikanan, dengan nelayan yang mampu berdaya saing dan tidak hanya menjadi penonton perkembangan dan kemajuan daerah lain.
Telah dimuat di Media Warta Nias
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H