Mohon tunggu...
Boarneges
Boarneges Mohon Tunggu... Profesional -

"Tidak-kah kita merasa kehilangan orang-orang yang selama ini kita andalkan? mari kita melawan lupa,

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku Hanya Ingin Melihat Anakku!

20 Agustus 2016   18:30 Diperbarui: 20 Agustus 2016   18:46 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku ingin melihat anakku
sejenak saja di celah-celah badan tegap berseragam dan pagar besi
yang mengelilingi lapangan hijau berlumpur itu
aku hendak melihatnya meski berhimpit dengan sesama manusia-manusia
memenuhi pinggir lapangan
katanya merdeka ! merdeka! dan merdeka!
aku tak mengerti

Gadis kecilku berdarah merah
bagiku ia kecil tunggal bersarapan nasi sisa semalam
berseragam pembagian panitia
berselandangkan pita merah putih
pagi ini hendak berbaris bersama lainnya
mengibar bendera di tanah lapang

Aku mengikuti gerakan demi gerakan menuju tiang
merah putih terikat disana
aku melihat anak gadisku dan bendera lusuh yang tergantung
seumpama nasib negeri yang menggantung
lagu "Indonesia Raya" mengalun
pelan merah putih lusuh naik, berkibar oleh angin
gadisku tersenyum memberi hormat
aku ikut memberi hormat
merdeka! merdeka! merdeka! sekitarku berseru

Aku pulang menyusuri jalan di atas jalan beraspal
penuh lobang-lobang menggangga meski sebulan lalu baru diresmikan
terpaku memandang lapak-lapak berserakan sisa gusuran
alasannya penertiban untuk keindahan kota
besok aku jualan dimana?
merdeka! merdeka! merdeka!

Aku tiba-tiba ingin berdoa
berdoanya dirumah saja
gereja kami baru kemarin digusur dengan alasan izin
berdoa dirumah tak pakai izin
aku ingin berdoa bersama gadisku yang baru saja mengibar merah putih
dengan seruan merdeka! merdeka! merdeka!

"Ibu, buka pintunya!"
suara anak gadisku memanggil
ia muncul dari balik pintu dengan seragam putih-putihnya
menenteng dua kotak nasi
"ini untuk makan siang ini, Ibu"
dengan senyum menghampiriku

Dibukanya selendang merah putihnya
dielusnya pelan penuh cinta
aku menatapnya tak mengerti
ia meletakannya di atas meja dengan pelan
"Ibu, merdeka!" serunya ke arahku
dan kami berpelukan

"Anakku, aku tak mengerti, aku tak memahami,
sekitarku penuh dengan ucap merdeka, entah apa itu"
ia menatapku dengan semangat
"Ibu, kita merdeka, Indonesia merdeka!"

Dibukanya kotak nasi dengan senangnya
dan kami makan dengan lahap
merdeka! merdeka! merdeka!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun