Mohon tunggu...
Yuniar N. Gina
Yuniar N. Gina Mohon Tunggu... pelajar -

seorang santri yang sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Santri vs Mahasiswa

6 Januari 2018   19:17 Diperbarui: 6 Januari 2018   19:20 1741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Apalagi atmosfir dalam proses belajar mengajar di dua lembaga pendidikan tersebut juga. Yaitu lingkungan pesantren yang cenderung masih tradisional, dan dunia kampus yang sudah modern turut memengaruhi cara mereka dalam mencapai kepahaman atas suatu ilmu.

Dalam proses belajar mengajar untuk mempelajari atau memahami ilmu ini, setidaknya ada dua unsur yang paling berperan aktif. Kedua unsur ini akan menentukan sejauh mana ilmu tersebut ditransfer dengan baik, dan diterima pula dengan baik. 

Sehingga interaksi antar unsur ini dapat dibilang menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran. Di lingkungan pesantren yaitu antara Kyai dan Santri, sementara di dunia kampus antara Dosen dan Mahasiswa.

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam selalu berusaha mendidik para santrinya agar kualitas pendidikan keagamaan dan ilmu pengetahuannya dapat diandalkan. Maka dalam upaya tersebut ponpes dalam mengajarkan Kitab Kuning menggunakan beberapa metode. Seperti Sorogan, Wetonan, Bandongan, Mudzakarah,dan Majlis Ta'lim. 

Metode-metode tersebut pernah saya rasakan langsung dalam proses pembelajaran di lingkungan Ponpes Mahasiswa Miftahul Khoir, Bandung. Dan yang paling sering digunakan yaitu metode Sorogan dan Bandongan. Sorogan boleh dibilang metode setoran, yaitu santri membaca suatu kitab atau menghafal suatu surat/isi dalam kitab tersebut di hadapan kyai. 

Dan jika salah maka sang kyai akan langsung membenarkannya. Sementara bandongan merupakan metode yang kyainya membaca suatu kitab, lalu santri memberi tanda dari struktur kata atau kalimat yang dibaca oleh kyai atau yang lebih sering saya sebut ngelugot. Sistem soroganterbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang bercita-cita menjadi seorang alim. 

Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, membimbing, dan menilai secara maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai suatu fan ilmu. Di samping itu metode ini bisa dijadikan sebagai salah satu tolak ukur dari keberhasilan pendidikan pengajaran di pesantren.

Selain dengan menggunakan metode-metode tersebut, ada dua lagi metode atau kegiatan yang sering digunakan oleh santri yang lebih bersifat batiniah. Untuk mempermudah dalam memahami suatu ilmu, santri memiliki kepercayaan untuk melakukan personal riyadhoh (olah jiwa/tirakat). 

Sedangkan kegiatan yang lainnya yaitu kepercayaan santri akan konsep ngalapbarokah, bahwa untuk mendapatkan berkah dari Tuhan dapat melalaui perantara-perantara melalui orang-orang saleh seperti Kyai atau Guru. 

Para kyai atau guru dengan kelebihan pengetahuannya dalam Islam, seringkali dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam, hingga dengan demikian mereka dianggap memiliki kedudukan yang tak terjangkau, terutama oleh kebanyakan orang awam.

Dalam kitab "Ta'limul Muta'allim" karangan Syeikh Az-Zarnuji adalah salah satu kitab dari sekian banyak kitab yang mempengaruhi hubungan kyai-santri. Tidak diragukan lagi bahwa setiap santri diharapkan memenuhi tuntunan kitab itu dalam sikapnya terhadap kyai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun