Tak sedikit orang tua yang memaknai sex hanya sekedar bagaimana laki-laki dan perempuan bercumbu sambil bilang "Oh yes dan Oh no" ketika bergumul di ranjang. Atau hanya sebatas pikiran atas kenikmatan yang tak tergambarkan dengan kata-kata bagaimana puncak orgasme bersenggama itu dicapai dengan berbagai variasi gaya.
Maaf, saya tidak bemaksud menggiring pemikiran masuk dalam ranah pornografi, atau melewati batas kebiasaan mengolah bahasa tulisan untuk dikonsumsi umum sesuai dengan kepribadian orang timur ketika membaca anotasi diatas. Kalau merasa jengah lalu mengatakan terlalu vulgar dan tabu, maka sebenarnya disitulah letak batasan pemikiran kita yang sebenarnya.
Saya bermaksud mengungkap kembali sebuah paradigma, bahwa (memang) banyak orang tua yang masih malu dan menganggap tabu untuk berbicara tentang sex bahkan sesama orang dewasa. Bisa jadi itu karena keyakinan bahwasannya seks memang hal yang pribadi dan tidak perlu diumbar kepada khalayak. Hal ini tidak salah bila menyangkut dengan kegiatannya, tetapi tidak untuk esensi pendidikannya.
Pertanyaannya, bagaimana kita bisa memberikan pendidikan seks pada anak secara dini ketika pemikiran kita sebagai orang tua masih mengatakan bahwa sex itu tabu untuk dibicarakan?
Memberikan pendidikan seks kepada anak tidak mungkin sefulgar anotasi di atas. Anak mempunyai pemahaman yang berbeda sesuai dengan tingkatan pemikiran anak yang dipengaruhi oleh umur. Jadi kita perlu menggunakan cara-cara yang sederhana dan mudah dipahami.
Bagaimana Memulai ?
Kita perlu memahami terlebih dahulu bahwa sex mempunyai dua sisi pengertian yang saling berkaitan yakni menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan "alat kelamin" dan "hubungan kelamin" itu sendiri. Pendidikan seks untuk anak itu merujuk pada pengertian yang pertama yakni yang berhubungan dengan alat kelamin.
Terkait dengan tingkat umur anak, ada beberapa pendapat mengatakan bahwa pendidikan seks bagi anak baik dilakukan sejak anak umur 0 tahun, ada juga yang berpendapat sejak umur 3 tahun. Kedua-duanya sangat baik untuk menambah referensi kita sebagai orang tua.
Untuk menyederhanakan pemahaman, saya lebih cenderung membaginya dalam dua kelompok sebagai berikut :
a. Anak-anak umur dibawah 7 tahun
Secara alamiah anak dibawah 7 tahun sudah mengalami apa yang disebut dengan Excitement Genital (Rangsangan Genital). Walaupun kadarnya sangat berbeda dengan orang dewasa, proses perkembangan seks anak diusia ini dapat dilikat dari kebiasaannya yang sudah mulai memegang organ intimnya, suka bermain dokter-dokteran dan keinginan untuk melihat bagian tubuh teman bermainnya.
Pada anak usia ini, kita harus terbuka untuk menjelaskan kepada anak tentang organ intim yang milikinya. Penyebutan kata penis, vagina dan payudara harus sudah diperkenalkan secara baik. Bukan dengan menggunakan bahasa-bahasa seperti burung, nenen, dan lain-lain.
Orang tua juga harus sudah mengajarkan tentang pentingnya menjaga kebersihan organ intim, tidak boleh memegangnya dengan tangan kotor. Selain itu anak juga harus sudah diajarkan atas "rasa malu" untuk tidak menunjukan organ vitalnya kepada orang lain seperti sehabis mandi dan lain-lain.
b. Anak Usia 8- 13 Tahun
Usia ini adalah yang paling patut diwaspadai karena ancaman mulai muncul pada anak. Anak-anak mengalami perubahan fisik tubuh menjelang pubertas seperti tumbuh jakun, payudara mulai menonjol dan menstruasi. Anak mulai mengekpresikan prilaku diri melalui alat permainan dan tontonan yang dilihatnya. Pada usia ini anak sudah bisa merasakan rangsangan seks walaupun belum dipahami betul olehnya. Anak-anak juga sudah mulai suka berteman dengan teman jenis dan sudah mulai ada dorongan untuk menyukai lawan jenisnya.
Kita berkewajiban memberikan penjelasan tentang perubahan tubuh dan etika berteman. Yang lebih penting lagi adaalah mengajarkan tentang  HARGA DIRI dan KEHORMATAN. Anak perlu diberikan pengertian bahwa dirinya sangat berharga oleh karena itu tidak boleh disentuh sembarangan oleh orang lain apalagi sampai ke alat-alat fital dan tidak boleh sembarangan disalahgunakan.
Melengkapi harga diri dan kehormatan, anak juga diajari KEBERANIAN menolak apabila orang lain mencoba memegangnya dan melapor kepada orang tua
Kendala dan Solusi
Kendala secara umum adalah bagaimana membuat anak mau terbuka kepada kita sebagai orang tua. Bagaimana anak merasa nyaman untuk bercerita dan bertanya tentang hal apapun hasil interaksi dengan teman-teman dan lingkungan.
Dalam kenyataannya, seringkali kita justru menutup peluang tersebut dan selalu bilang "huss..diam..!" ketika anak mulai bercerita atau menanyakan hal-hal seputaran perubahan dalam dirinya atau bermaksud menceritakan pengalaman tertentu, apalagi menyangkut seks. Hal ini menyebabkan anak menjadi takut untuk terbuka. Jadi, Kesalahan besar bagi kita kalau ini terjadi.
Oleh sebab itu, sebagai orang tua kita harus bersikap bijak dan terbuka serta mau menjadi tempat curhat yang nyaman bagi anak. Jangan mengabaikan pertanyaan dan cerita anak walaupun itu sangat tidak masuk diakal. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat umur anak.
Sugesti
- Pendidikan seks anak sangat penting dilakukan sejak usia dini dengan melihat tingkatan umum;
- Prasyarat dasar pendidikan seks bagi anak adalah keterbukaan dan kemampuan orang tua dalam memposisikan diri sebagai teman sekaligus sahabat, agar anak mau bercerita atas pengalaman interaksi dengan lingkungan, termasuk dalam hal ini adalah perkembangaan seksualitasnya;
- Hal terbaik dalam pendidikan seks anak adalah mengajari tentang rasa malu, harga diri dan kehormatan  sejak dini, bahwa  dirinya terlalu berharga untuk disentuh orang lain.
Keterlambatan orang tua memberikan pendidikan seks bagi anak, Â berarti mendekatkan anak kepada kemungkinan terjadi pelecehan seksual anak (pedofilia) dan tindakan kekerasan seks lainnya.
Baca juga Posting Berikut untuk memperkaya wawasan kita terkait pendidikan seks anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H