Dengan predikat juara terbanyak Thomas Cup (14 kali) kita bisa klaim bahwa RI merupakan salah satu negara terkuat di bulutangkis. Naik turun prestasi memang bisa dipandang wajar. Namun apesnya adalah, masa paceklik itu terjadi di akhir tahun 2024 ini. Setelah awal tahun cukup gemilang dengan adanya all Indonesian final di tunggal putra pria di ajang All England. Kemudian ganda putra Fajar/ Rian mendapat juara -masih di All England. Pertengahan tahun, tim Yunior kita mendapat emas beregu. Akan tetapi, seakan panas setahun dihapus oleh hujan sehari.
                              Tahun lalu kita gagal total di Asian Games, kemudian tahun ini hanya perunggu di olimpiade. Namun perlu dilihat juga bahwa awal tahun 2024 kita dapat 2 (dua) gelar di all England bahkan terjadi all Indonesian final di tunggal putra. Kemudian kita juara beregu Yunior bertempat di Tiongkok.
                              Tahun lalu tim kita gagal total di Asian Games 2023 di Hangzhou, Tiongkok. Kemudian tengah tahun, kita nyaris pulang tanpa medali dari olimpiade Paris 2024. Untung ada putri Wonogiri yang besar di Bandung, Gregoria Mariska Tunjung yang meraih perunggu.
                               Awal tahun ini Leo Rolly Carnando/ Daniel Martin menjadi juara Indonesia Master 2024. Lalu bulan September, Leo berganti pasangan, menjadi Bagas Maulana dan menjadi juara di Korea Open. Bulan November, Putri Kusuma Wardani menjadi juara Korea Master. Sayangnya di akhir tahun, di ajang BWF World Tour Fina, kita tidak meraih juara satupun. Dengan tidak menampik perjuangan 3 (tiga) atlet yang mampu tembus semifinal. Yaitu Jonatan Christie, dan ganda putra non pelatnas, yakni Sabar Karyaman Gutama/ Muh Reza Pahlevi Isfahani.
Sandyakalaning (?)
Semakin menurunnya prestasi pebulutangkis kita mendekati pergantian tahun ini, bisa jadi merupakan fenomena "sandyakalaning". Dalam bahasa Jawa, "sandyakalaning" berasal dari kata dasar "sandya" (yang berarti rahasia atau samar-samar) dan "kala" (yang berarti waktu). Sufiks "-ning" menandakan milik atau kaitan. Secara keseluruhan, "sandyakalaning" dapat diartikan sebagai:
"pada waktu senja" atau "di masa yang samar-samar, seperti waktu peralihan antara terang dan gelap." Seperti kata "Sandyakalaning Majapahit" yang dapat diartikan sebagai "masa senja Majapahit" atau "masa peralihan Majapahit." Kata "sandyakala" di sini menggambarkan suasana suram dan samar-samar, seperti senja yang menandai akhir dari suatu hari---dalam hal ini, akhir dari kejayaan Majapahit.
Apa yang PBSI Perlu Perbaharui?
Yaitu mindset. Pengurus PBSI perlu untuk melihat perubahan kepelatihan dari negara-negara kuat lainnya, seperti Tiongkok, Korea dan Jepang. Bahkan untuk beregu campuran (Sudirman Cup) sudah dua kali terakhir ini kita kalah sama negeri jiran Malay. Respon kita lemah secara organisasional.
                           Tiongkok telah membuka keran untuk pelatih asing, sehingga dia merekrut pelatih asal Korea, Kang Kyung Jin untuk melatih ganda putri mereka. Korea telah lama memakai pelatih asal Indonesia seperti Agus Dwi Santoso, dan sekarang Ronny Agustinus. Jepang telah belasan tahun memanfaatkan kepiawaian Park Joo Bong (Korea) mengomando perpaduan klub dan kepentingan nasional Jepang.
                           Dus situasinya barangkali seperti game theory, dimana ulah satu partisipan akan direspon pihak lain. John Nash muda mengatakan berulangulang kata "governing dynamic" di film biografinya yang berjudul A Beautifull Mind (2001). Kita tidak bisa lagi hanya berkutat dengan diri kita, tanpa memperdulikan pesaing lainnya.
                           Mengutip pernyataan Waketum PBSI yang juga Wamenpora, bapak Taufik Hidayat, bahwa ada pelatih asing yang melamar juga ke Pelatnas Cipayung, namun PBSI telah menetapkan pilihan lain. Eh mereka yang terpilih ternyata orang-orang dekat juga. Alias orang dalem.