Mohon tunggu...
Yuniandono Achmad
Yuniandono Achmad Mohon Tunggu... Dosen - Dreams dan Dare (to) Die

Cita-cita dan harapan, itu yang membuat hidup sampai saat ini

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Kodai, "K" Keempat Kontingen Jepang

25 Juli 2022   14:31 Diperbarui: 25 Juli 2022   15:08 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TURNAMEN bulutangkis level Super 300 bertajuk Chinese Taipei Open 2022 telah berakhir kemarin Ahad 25 Dzulhiijah 1443 H (bertepatan Minggu Legi 24 Juli 2022). Pemain tunggal putra dan putri terwahid Taiwan -yaitu Chou Tien Chen dan Tai Tzu Ying- berhasil menyandingkan gelar sebagai tuan rumah. Dulu saat Asian Games 2018 Jakarta -- Palembang, keduanya juga hampir saja menyandingkan gelar. Namun sayang Chou Tien Chen atau CTC ini kalah di final ditumbangkan pemain tuan rumah, Jonathan Christie.

Chou Tien Chen menumbangkan wakil Jepang yang baru berusia 21 tahun, Kodai Naraoka. Pertandingan antara Chou Tien Chen (32 tahun) dan Kodai Naraoka berlangsung sengit, musti dilalui dengan rubber game CTC menang 14-21, 21-10, dan 21-6 dalam waktu 1 jam lebih 1 menit.

Apa kira-kira implikasi pertandingan CTC melawan Kodai? Jepang sudah punya pemain pelapis yang nantinya akan menjadi utama di Olimpiade 2028. Ini yang perlu kita waspadai.

Di turnamen yang terselenggara di Taipei Heping Basketball Gymnasium tersebut, sebenarnya PBSI mengirim 3 (tiga) wakil, dan ketiganya kandas sebelum perempat final. Hanya Komang Ayu Dewi (tunggal putri) yang lumayan bisa maju sampai 16 besar. Sedangkan Ikhsan Leonardo Imanuel Rumbay tersingkir di 32 besar. Sementara Cristian Adinata gugur di babak kualifikasi.

Kekalahan Komang Ayu Dewi setelah menang 2 (dua) kali, di babak kualifikasi dan babak 32 besar. Komang mampu mengalahkan pemain India, Keyora Mupati. Kemudian pemain tuan rumah Taiwan, Chen Su Yu. Baru ketika ketemu pemain Malaysia usia 23 tahun, yakni Goh Jin Wei, Komang takluk 2 (dua) game langsung.

Sedangkan Ikhsan Leonardo kalah melawan pemain kawakan Taiwan, Wang Tzu Wei. Sementara Christian Adinata kalah dengan pemain tuan rumah yang peringkatnya hanya selisih 1 (satu) tangga saja, yaitu Chen Chi Ting melalui permainan rubber.

Ketiga pemain kita tersebut memiliki usia yang tidak terlampau jauh terpautnya. Yaitu sekitar 21  tahun. Ikhsan Leonardo Imanuel Rumbay kelahiran 2000, Christian Adinata tahun 2001, dan Komang Ayu tahun 2002. Hampir sama dengan Kodai Naraoka yang kelahiran 2001.

Kodai Naraoka di turnamen yang hanya berselang 3 (tiga) hari, yaitu Singapore Open dan Taipei Open, Kodai mampu mencapai final. Sebelumnya di bulan April 2022, Kodai juga mampu menjadi runner up di turnamen Korea Master, sebelum kalah melawan wakil tuan rumah, Jeon Hyeok Jin.

Kodai Naraoka juga sudah masuk tunggal ketiga Thomas tim Jepang. Namun memang mungkin beban mental yang dirasa terlampau tinggi, sewaktu semifinal Thomas Cup, Kodai takluk straight game bahkan di bawah angka 10, ketika dikalahkan oleh pemain kita Shesar Hiren Rustavito. Kodai meski baru berusia 21 tahun namun memiliki pengalaman melibas pemain peringkat atas, salahsatunya pemain kita Jonathan Christie, waktu di Singapura Terbuka baru lalu. Pemain lainnya seperti Khosit Petradab dari Thailand, disingkirkan di Taipei Open kali ini. Sebelumnya di Korea Open, Kodai mampu mengalahkan Li Shi Feng dari Tiongkok.

Melihat prestasi Kodai yang mampu menjadi runner up di dua turnamen berdekatan maka fisik atau stamina Kodai tentunya sangat yahud. Bandingkan misalnya dengan Chico Aura Dwi Wardoyo yang sehabis menjuarai Malaysia Master, namun langsung tumbang di babak pertama -saat melawan Brian Yang dari Kanada- di turnamen Singapura Terbuka tiga hari kemudian.

Membandingkan keempat pemain (Kodai, Komang, Ikhsan, Adinata) yang usianya mirip-mirip tersebut, maka prestasi Kodai dapat dianggap jauh meninggalkan teman seangkatannya.

Keempatnya merupakan pemain pelapis dari tim inti atau pemain utama dari negaranya. Mungkin generasi Ginting dan Jojo Christie (juga Shesar Hiren) hanya bertahan sampai olimpiade Paris 2024, atau setidaknya sampai tahun 2025. Pemain sesuper Victor Axelsen pun menurut saya di olimpiade 2028 sudah menurun prestasinya -karena usia mendekati 35 tahun.

Sesudah era-era mereka itu perlu disiapkan pemain inti -yang saat sekarang ini disebut pemain pelapis- agar meneruskan estafet prestasi bulutangkis republik ini. Sebenarnya Indonesia termasuk beruntung karena pelapis masih berlimpah, terutama di ganda putra. Kalau di tunggal putra, di bawah Ginting tapi di atas Adinata CS ini, masih ada Chico Aura Dwi Wardoyo.  

Melimpahnya stok pemain ganda kita pada satu sisi mendatangkan ranjau bahaya, yaitu promosi degradasi pelatnas yang bisa jadi -atau kalau perlu- lebih diperlebar. Konsekuensinya pendanaan lebih atau tambah banyak menyangkut pelatih, tempat, dan pengiriman ke series turnamen.

Kemudian sisi negatif lainnya -dari melimpahnya pemain- adalah kita bisa jadi kurang konsentrasi untuk memikirkan pemain pelapis. Misalnya fenomena Chico Aura Dwi W dan Lee Jii Zia dari Malaysia. Mereka berdua usia sama, namun Lee Jii Zia lebih dikejar oleh BAM Malaysia untuk cepat orbit, karena kosongnya pelapis pasca Lee Chong Wei. Sementara Chico Aura selama ini tertutup oleh melimpahnya pemain tunggal putra kita dari Antony Sinisuka Ginting, Jojo, Vito, bahkan dulu ada Ihsan Maulana Mustofa dan bahkan sempat ada "Si Kidal" Firman Abdul Kholik.

Kembali ke fenomenalnya Kodai Naraoka ini (usia 21 namun bisa berturut-turut menjadi runner up) maka perlu menjadi perhatian PBSI bahwa setelah atau pasca Ginting CS nanti perlu dipersiapkan pemain tunggal yang setara dengan Kodai pemain Jepang ini.

Kodai Naraoka telah menyalakan percik api kompetisi untuk olimpiade 2028. Kalau olimpiade 2024 masih jatah generasi seperti Ginting, Jojo pun lee jii zia. Juga bisa generasi terus menerus seperti Victor Axelsen yang nanti berusia 30 saat Olimpiade Paris itu digelar. Namun untuk Olympic 2028 yang akan berlangsung di Los Angeles USA nanti maka Jepang boleh sedikit fokus ke Kodai ini. Atau  buat Asian Games 2026 bisa juga.

Saat ini K atau Kodai melengkapi 3K yang telah mengalami masa jaya sejak Jepang meraih Thomas tahun 2014. Ketiga K tersebut adalah Kento, Kenta dan Kanta. Kento Momota kelahiran 1994, mantan pemain nomor satu dunia. Kemudian Kenta Nishimoto -lahir 94 juga- peraih perunggu di AG 2018 Jakarta. Kanta Tsuneyama kelahiran 1996, juara Perancis Open tahun lalu. Kodai Naraoka masih berusia 21 tahun, adik angkatan dari Koki Watanabe yang saat ini masih bermain. Kehadiran K keempat atau Kodai ini sebagai pewaris tunggal putra Jepang yang pernah termahsyur yaitu Kenichi Tago, dan juga pemain ganda putranya Keigo Sonodha yang baru saja pensiun tahun ini. Maka .....waspadalah PBSI!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun