Mohon tunggu...
Yuniandono Achmad
Yuniandono Achmad Mohon Tunggu... Dosen - Dreams dan Dare (to) Die

Cita-cita dan harapan, itu yang membuat hidup sampai saat ini

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Mestakung GreyAp!

2 Agustus 2021   23:30 Diperbarui: 2 Agustus 2021   23:32 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

oohh indahnya kemenangan. Beberapa saat sebelum pertandingan live Ginting versus Kevin Cordon (perebutan medali perunggu), ada delay pertandingan Greysia/ Apri melawan Chen/ Yifan. Kami sekeluarga menikmati siaran ulang tersebut. 

Menonton untuk kesekian kalinya partai emas itu. Kesekiankalinya? Ya karena beberapa jam sesudah pengalungan medali, sebenarnya sudah ada yang mengupload di youtube. Sudah lihat live, lalu lihat cuplikan di IG, juga youtube secara penuh, dan masih menyaksikan via video. 

Tidak ada yang membosankan dari ulangan partai straight set tersebut. Terutama bagi kami kaum pribumi yang mendambakan lagu kebangsaan diputar di pengalungan medali.

Namun dari hati kecil saya bertanya satu hal. Kira kira begini, apakah memang kejayaan Greysia/ Apri ini direncanakan dengan apik? Atau hanya kebetulan belaka.

Pemunduran olimpiade setahun (mestinya 2020) memang mungkin mengacaukan siklus latihan atau malah permainan. Penetapan seeded (unggulan) sudah ditutup barangkali setahunan yang lalu.

Sehingga hasil turnamen awal tahun ini tidak berpengaruh terhadap pemeringkatan ke olimpiade. Maka yang terjadi pada minnions adalah penurunan peak performance. 

Saat mereka menempati peringkat 1 ditentukan pada tahun 2020 yang lalu, dengan asumsi Olimpiade Tokyo tetap berlangsung di musim panas tahun 2020. Saat itu Marcus Gideon masih berusia 28 ke 29. Saat ini usia beliau sudah 30 tahun. Performa menurun seiring dengan usia.

Kemungkinan yang terjadi pada Greysia/ Apri adalah sebaliknya. Di olimpiade Tokyo ini mereka non unggulan, namun barangkali dalam setahun -si Apriyani Rahayu telah menemukan puncak permainan.

Saya katakan hanya Apri saja, karena bisa jadi Greysia sudah menemukan puncaknya saat tahun 2014 di Asian Games. 

Saat itu Gresya Polii bersama Nitya Krisinda Maheswari meraih emas. Selain itu usia Apri dan Greysia terpaut 11 tahun, jadi mereka berdua pada posisi berbeda. Satunya permainan menuju peak. Sama satunya berupaya stabilisasi -agar tidak menurun jauh.

Sektor ganda putri yang non unggulan, ditambah bahwa kita hanya punya satu wakil (it means tidak ada regenerasi yang baik), dan sektor ganda putri juga kelemahan saat ini (misal piala Sudirman) sehingga belum pernah ada yang sampai semi-final olimpiade.

Sebelum Olympic ini memang Geysia/ Apriyani sempat menjuarai Thailand Open bulan Januari 2021 (beritanya di sini). Namun di dua turnamen lainnya prestasi menurun. 

Bahkan kalah dengan pasangan Chow/ Lee dari Malaysia. Eh hLa  kok ndilalah pasangan Malay ini satu grup di penyisihan, tambah lagi pasangan jepang Fukusima/ Hirota yang mempunyai rekor baik saat bertemu Greysia Apri.

Namun memang ada beberapa perbaikan pada pasangan ini. Dengan semakin matangnya Apri, memudahkan pergerakan Greysia. Ini semacam strategi "pick and roll" di basket NBA. 

Mungkin ada pembaca yang masih inget permainan John Stocton dan Karl Malone di tahun 1996 dalam klub Utah Jazz. Demikian pula dengan Grey Ap. Apri berputar putar mengelilingi separuh lapangan. Greysia cukup ciamik untuk mencegat bola di depan net.

Lawan di final -pasangan Tiongkok si Chen/ Yifan- jelas lebih menang teknik dan fisik. Mereka adalah peraih medali emas saat Asian games 2018 di jakarta-palembang. 

Tapi kok tetap kalah juga? Bisa jadi psikologis. Secara anekdot temen kami di WAG bilang kalau Apri ini jago teriak. Setiap poin yang didapat teriaknya kenceng banget, hal itu mempengaruhi psikologis lawan. Si Tiongkok juga hobi teriak, namun kalah kenceng ama Apri. Jadi keder gitulah si cina dua ini.

Analisis berikutnya adalah perilaku Greysia yang bersahabat. 

Saya mengikuti twitter dari pengamat bulutangkis pak Ferry (dengan alamat A1 dan seterusnya). Dia sempat mengoleksi gambar gambar IG dari para pemain bultang lainnya, yang memberi mention kepada Greysia untuk menang di partai final. Greysia memang bersahabat dengan baik dengan sesama pebulutangkis lainnya. 

Pernah ada tayangan di televisi bagaimana keakraban Greysia dengan pemain ganda korea (antara Lee atau Shin), sampai bersilaturahmi ke rumahnya. Banyak yang mendukung perjuangan Polii. Apakah artinya hal ini "mestakung"? Ya, mestakung, atau alam semesta mendukung.

Jadi teringat kata atau kalimat dari Prof Dr Boediono waktu beliau masih mengajar, sesudah menjadi pejabat direktur di BI. Mungkin tahun 1998. Katanya: good policy, good will dan .... Good Luck. Keberuntungan (lucky) tidak semata mata keberuntungan. 

Namun ada kebijakan dan niat yang melatar belakangi. Jadi teringat juga kata kata Prof Dorodjatun Kuntjoro sesaat ketika menjadi Menko Perekonomian (tahun 2001), kemudian diwawancarai Arief Suditomo. Wawancara selesai, bung Arief mengatakan, "Baik pak, kami doakan Bapak sukses". Lalu pak Djatun merespon, "Terima kasih, saat begini ini doa menjadi sangat berarti buat saya". Sekali lagi: Mestakung.

Kemenangan akan sangat indah untuk dianalis dengan perspektif mana saja. Entah itu pick and roll. Atau mestakung. Juga: good luck. Selamat buat masyarakat perbulutangkisan Indonesia, terima kasih GreyAp!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun