Mohon tunggu...
Yuniandono Achmad
Yuniandono Achmad Mohon Tunggu... Dosen - Dreams dan Dare (to) Die

Cita-cita dan harapan, itu yang membuat hidup sampai saat ini

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Paman Meninggal

19 April 2020   23:55 Diperbarui: 20 April 2020   17:39 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://lifestyle.kompas.com/read/2016/05/05/193500720/.Lebih.Baik.Menangis.dalam.Mercedes.daripada.di.Bajaj.

Sejak tiga bulan yang lalu, lik Marto, iya, Paklik atau paman kami: Marto Kawir, menderita stroke. Dirawat di rumah sakit PKU Muhammadiyah. Paklik Marto adalah adik pas dari ibu. Hari ini, hari Minggu Kliwon, Paklik meninggal. "Romo kula pun kapundhut, Mase ... " itu pesan dari dik Ivon, anak tertua paklik, pagi tadi jam sembilan. Sudah 4 (empat) tahun kami tidak bertemu paklik. Sebenarnya beliau orang yang lucu. Sering membuat jokes yang membuat seisi trah Kawirtodilego tertawa, terutama pas kami satu nenek bertemu di lebaran -atau bakda kupat- sehari sesudah sholat ied. Simbah Kawirtodilego punya 8 (anak) dan 11 cucu. Kalau berkumpul ramai sekali.

Cuma satu yang tidak nguwati dari paklik Marto, yaitu kesukaannya maen (orang Jawa bilang demikian), atau main kertu. Iya, bermain kartu alias judi. Tidak pakai mabuk sih, dari malam sampai pagi, biasanya malam minggu. Ada tambahan lagi, sekitar dua atau tiga tahun lalu ada yang bilang paklik punya demenan juga. Aku kurang begitu jelas mendengarnya. Apakah masih berkutat di ledhek dari dukuh nJembul, timur Nyogosetran itu. Atau ada isu baru, maksudnya perempuan baru, aku tidak terlalu tahu. Aku juga tidak mau tahu. Kabarnya paklik dapet menang undian, tapi uangnya tidak dikasih ke tante Oei -istrinya. Lalu kemana uang itu. Kalau ibuku bilang, "Paklikmu kae lagi edan kok Le". Aku tidak mau bertanya lebih jauh.

Kata nenek -kalau ini nenek dari pihak ayahku, kami menyebutnya mBah Putri- ibarat maem itu musti memakai sayuran, lalu ada yang asin atau ada pedasnya. Demikian pula keluarga. Ada yang baik ada yang nakal. Di keluarga trah Kawirtodilego, dari delapan anak itu, mungkin dua orang yang tergolong asin ataupun pedes. Ketepatan dua-duanya lelaki, dan dua duanya telah meninggal. Pakde kami sudah sekitar 3 (tiga) tahunan yang lalu. 

Pernah suatu saat Paklik mengetuk pintu waktu aku selesai mandi. Ya pintu kamar mandi. Ternyata minta uang. Sembari ngomong kalau dialah yang berjasa momong aku sedari kecil. Kadang lucu juga aku mengingatnya. Waktu itu aku masih single, dan memang dapet THR banyak sih. Zaman aku jadi konsultannya lembaga donor dulu. Aku pun ringan memberikannya. Mungkin uang THR dia sudah habis duluan. Mmm.... sebentar, sebentar, lik Marto merasa berjasa momong aku pas kecil?  Kupikir ya betul juga, mungkin 5 tahunan lik Marto ikut kami. Waktu dia belum berkeluarga. Sejak aku di playgroup sampai kelas 2 (dua) SD. Namun yang paling lama dengan kami ya adik lik Marto terkecil.  Kami memanggilnya Oom Gani. Sejak saya belum sekolah sampai SMP oom Gani ikut kami.

Sekitar tahun 2009 lik Marto hampir saja mati. Keracunan pestisida karena nyemprot padi di sawah mertuanya, pas melawan angin. Untung tetangga lik Marto ada yang sempat menolong ketika tubuhnya kaku, hampir tak bergerak. Lik Marto mengatakan, "Aku udah diberi peluang hidup yang ketiga". Yang pertama dulu ketika kecil sakit-sakiten. lalu usia 30-an kecelakaan saat membawa motor dari Kudus sampai Pati. Padahal itu motor dinas bapak, motor suzuki yang sering dikira tukang pos. Kejadian itu sangat membuat Bapak marah.

Itu kemarahan Bapak kedua. Kemarahan pertama Bapak dulu saat tahu kalau lik Marto sering main ceki atau domino di kerjaan. Di loteng kantor, sepulang kerja, dengan pak Darmaji, oom Margo, dan bahkan bu Setyo -istri pak Setyo. Pak Setyo adalah kepala kantor. Hebatnya ayahku bisa marah, dengan memanfaatkan waktu saat ibu tidak di rumah. Mungkin ayah tidak pengin ibu tahu kelakuan adik kandungnya. 

Selain hobi main kartu, lik Marto kayaknya berat hati kalau mau puasa. Dibangunin buat sahur susah banget. Pernah suatu saat, pas hari libur, di puasa Ramadhan, dia bilang ke ayahku mau pinjam motor, katanya mau ke kantor. Aku bilang mau ikut, ternyata dia oke-in. Beberapa belas menit kami beranjak pergi dari rumah, ternyata tujuannya warung. Siang bolong di bulan puasa eh malah mbruwah atau mokah alias membatalkan puasa, dengan sengaja lagi. Memori ini kuceritain kembali 16 tahun kemudian, lik Marto tertawa terbahak bahak. Bahkan cerita ke saudaranya yang lain. Oalah lik, paklik. Kok ya ndilalah, sepekan sebelum puasa Ramadhan tiba, pak Lik wafat. Artinya dia tidak menemui puasa kali ini.

Walaubagaimanapun, beliau tetap berjasa buat masa kecilku. Dia sering mengajak aku main catur. Olahraga catur dikenalkan sama ayah kepadaku, tapi paklik yang meladeni permainan caturku sehari hari. Serta ada satu saran yang sepele. Bisa jadi berguna. Katanya kalau mau pake celana (panjang) buat besok, jangan dipakai malam ini. Supaya tidak gatal besoknya. 

Anak pertama lik Marto lahirnya agak susah. Dua hari nginep di RS Kartini, si Ivon baru lahir. Seingatku saat aku kelas 6 (enam) SD. Kalau anak keduanya lahir cepat.  Terbayang dulu tante Oei terbaring menahan sakit ketika anak pertama tidak lahir lahir, wajah pucat dan merem sepanjang waktu. Aku dengar anak-anak lik Marto terbilang sukses. Keduanya jadi guru, di SMP dan di madrasah. Sewaktu lebaran tahun kemarin, kata ibuku, mereka masing masing membawa mobil Grandlivina yang matic itu. "Paklikmu duwe putu kembar hLo," cerita ibu. Paman punya cucu kembar. Seingatku dari si Rivai, anak keduanya.

Tante Oei sendiri sosok yang sabar dan tabah. Pernah saat lik Marto habis hartanya buat judi, gaji tante Oei diambil duluan beberapa bulan sebelumnya. Jadi ibarat kata tante Oei bekerja tanpa honor -karena sudah diambil di muka. Tante Oei juga orangnya mudah memberi ke orang lain. Pernah zaman aku kuliah, mungkin dua kali, satu bus dengan tante Oei. Aku dikasihnya uang saku. Tante Oei turun duluan di nJebres, sementara aku lanjut sampai Tirtonadi.

Aku hanya akan mengingat kebaikan lik Marto saja. Dia pernah membelikan aku beberapa lembar samak buku tulis. Samak atau sampul dari plastik. Di toko depan SMP 2 (dua) itu. Sampul plastiknya lebih mahal dibanding temen-temen SDku punya. Kemudian pernah menemani aku -saat keluargaku ada acara trah di suatu daerah di Klaten. Sementara  hari Seninnya aku mau ujian tes sumatif. Lik Marto juga yang mengantar jemput waktu aku TK dulu. Pernah suatu saat aku berantem sama Trie, teman TK-ku. Kok ikutan si Bibit (sohibnya Trie) nemplokin pahaku -pas aku mau pulang naik motor dengan lik Marto. Kontan lik Marto setengah berteriak dan memelototi si Bibit. Beberapa hari kemudian lik Marto mengajakku melihat helikopter yang sedang berlabuh di lapangan belakang DPRD Jawa Tengah.  Bayangkan, anak TK bisa lihat heli secara live. Wow. Aku sungguh terkesan, kenangan indah itu masih tersimpan sampai sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun