Mohon tunggu...
Yuniandono Achmad
Yuniandono Achmad Mohon Tunggu... Dosen - Dreams dan Dare (to) Die

Cita-cita dan harapan, itu yang membuat hidup sampai saat ini

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keris Diponegoro, Aseli atawa Kagak

16 Maret 2020   11:48 Diperbarui: 16 Maret 2020   12:06 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepekan yang lalu diinformasikan bahwa 3 (tiga) alumni sejarah --dari tiga kampus yang berbeda- berhasil membawa pulang keris pangeran diponegoro. Ketiganya adalah Hilmar Farid (alumnus Sejarah UI), Sri Margana (alumnus sejarah UGM) dan Bonnie Triyana (alumnus Sejarah UNS). Dari ketiganya yang dipasrahi menyatakan "ya" untuk keaslian keris tersebut adalah Dr Sri Margana --yang sekaligus merupakan anggota Tim Verifikasi Keris Pangeran Diponegoro.

Tulisan ini dalam rangka manghayu bagyo keberhasilan memperoleh benda legend yang bisa disebut "hilang" sejak tahun 1830 saat kekalahan Diponegoro atas VOC. Diberitakan misalnya pada laman ini bahwa pada hari Selasa Pon, tanggal 3 Maret 2020 Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja, menerima sebilah keris milik Pangeran Diponegoro. Senjata Pangeran Diponegoro bernama Keris Naga Siluman itu diserahkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan Belanda bertempat di KBRI --Den Haag.

Dr Sri Margana yakin bahwa keris tersebut milik Pangeran Diponegoro. Beliau melihat dari ukiran di kerisnya. Kesimpulan tersebut diamini oleh Dirjen Kebudayaan Dr. Hilmar Farid (alumni Sejarah UI), dan  Bonnie Triyana, sejarawan Undip yang juga seorang jurnalis. Keris ini menjadi sangat penting, karena keris inilah yang diserahkan kepada Raja Wilem I sebagai tanda kemenangan Belanda atas perlawanan Pangeran Diponegoro Sejak tahun 1601 saat berdirinya VOC, Belanda memerlukan 189 tahun untuk menaklukan seluruh Jawa.

Mengapa seorang sejarawan Universitas Gadjah Mada mau membantu penemuan keris Diponegoro? Bagi saya ini merupakan pemaknaan akan merdeka belajar. Konsep "merdeka belajar" juga Kampus Merdeka telah digelontorkan Menteri Pendidikan Kebudayaan, mas Nadiem Makariem, pada akhir tahun lalu.

Sedangkan Tri Agus Siswanto Siswomiharjo dalam status Facebooknya --juga Wahyu Susilo di FB juga- menyatakan bahwa nama kampus mempengaruhi pencarian keris Diponegoro. Menurut mereka ada Bonnie Triyana disitu, yang merupakan alumni Universitas Diponegoro (Undip), sehingga pencariannya ya "Diponegoro" juga.

Kembali ke merdeka belajar. Coba bayangkan misalnya tidak merdeka pemikirannya, si peneliti tersebut akan lebih memikirkan mencari naskah Sumpah Palapa-nya Gajahmada. Atau mungkin mencari betul/ tidaknya nama asli mahapatih tersebut adalah "Gaj Ahmada". Logikanya sederhana. Beliau alumni Universitas Gadjah Mada, maka nyarinya adalah yang berkaitan dengan Gadjah Mada.

Dengan logika yang sama, pencarian keris Diponegoro biarlah hanya menjadi tugas alumni Undip. Agar semakin menambah keyakinan bahwa nama "Diponegoro" adalah milik Jawa bagian tengah, demikian pula Kodam IV Diponegoro. Agar tidak ada yang nyeletuk, "Perangnya di Jawa bagian selatan (DIY dan sekitarnya) yang dapat nama malah Semarang". Ibarat telor mata sapi, bahannya dari telur, tapi yang dapat nama si sapi.

Pangeran Diponegoro jelas merupakan inisiator Perang Jawa (De java Oorlog) yang berlangsung 5 (lima) tahun, dari 1825-1830. Sekali lagi 5 (lima) tahun, bukan 5 menit selepas azan maghrib.  Itu guyonan grup lawak Bajai saat audisi pelawak Indonesia tahun 2006. Kemampuan perang yang memboroskan anggaran Belanda --sehingga Swedia menjadi negara merdeka karena Belanda sudah tak kuat mengurus- sempat menjadi guyonan Warkop DKI dan Patrio di Tvri --mungkin tahun 1986. 

Ceritanya ada tebak tebakan antara Indro Warkop dan Parto Patrio. Parto menanyai Indro, "Pasukan daripada yang namanya Pangeran Diponegoro berhasil mengusir Belanda sehingga pada lari ke .... (titik titik)". Indro menjawab kurang lebih "Lari ke Kalimantan, ke Sulawesi, lari ke negaranya ...lari ke luar negeri ...dan seterusnya". Parto merespon dengan mengatakan kalau jawaban oom Indro salah semua. Yang betul  adalah: Lari ke takutan.

Demikian pula pencarian dokumen/ naskah asli Surat Perintah 11 Maret biar menjadi tugas alumni UNS -Universitas Negeri Sebelasmaret. Pencarian  bagaimana meninggalnya Airlangga --yang masih menjadi misteri- biarlah menjadi pencarian alumni Unair. Cerita moksanya Brawidjaya, menjadi tugas alumni Unibraw. Mencari golok atau pedang Pattimura yang asli, itu bagiannya alumni Unpatti. Berlanjut ke ITB mungkin tugasnya untuk mencari resep kesaktian Bandung Bondowoso dalam memanggil jin untuk membangun candi dalam 1 (satu) malam.

Dari sekian alumni, barangkali yang sudah paripurna tugas pencariannya adalah Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag). Perumusan NKRI harga mati telah final --karena ada kata "Indonesia" dan UI ada di dalamnya. Sedangkan bagi Untag, dengan diketemukannya tanggal 17 Agustus sebagai kemerdekaan bangsa, maka memperingan tugas alumninya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun