Saya katakan ke beliau, "Pak seumur-umur saya belum pernah mendapat nilai 9 untuk matematika,". Dengan bilang begitu saja, beliau tahu maksudnya, saya mendapatkan nilai 9 untuk matematika di kelas 2 SMP semester 2 (karena sehabis itu gak pernah lagi).
Suatu saat pak Warsono memberikan kesempatan kepada kami sekelas untuk memberikan pesan, kesan, dan saran untuk mata pelajaran yang diampu. Ketika dibacakan --salah satunya tulisan saya yang tidak bernama- kebanyakan mengatakan bahwa beliaulah guru yang paling merakyat.Â
Pendekatannya memang beda, didatangi satu persatu siswanya di tiap meja --dan menanyakan kalau ada keluhan.
Pak Warsono figur yang tidak pernah marah. Kami sekelas mengingat wajahnya seperti Doel Sumbang. Pernah suatu saat temen belakang mejaku --Amos Tri Maryadi namanya- membuat joke dengan mengutip iklan lagu Selecta Pop (atau sebangsa itulah) dengan mengatakan, "Doel Sumbang, apanya yang sumbang....". Tapi kok, blaik, pak Warsono malah denger.Â
Dengan berjalan gontai -yang menjadi ciri khasnya- dia malah menimpali dengan, "...yang jelas bukan suaranya ya Mas." Lagi-lagi malah mengutip pembicaraannya MC Selecta Pop. Sekelas jadi ngakak. Saya kalau mengingat kejadian itu jadi ketawa sendiri. Bisa-bisanya pak Warsono itu.
Singkatan CBSA yang sebenarnya "cara belajar siswa aktif", atau malah "catat buku sampai abis" bagi pak Warsono adalah Cara Belajar Semua Aktif, sehingga guru juga aktif --nggak cuma siswanya saja.Â
Suatu saat pernah kami malah disuruh membikin soal matematika, kemudian ditukarkan satu dengan yang lain, dan beliau yang memilih tingkat kesukarannya. Apa mungkin karena masih muda ya sehingga sepertinya kami sekelas jadi cair hubungannya.
Waktu kami kelas tiga --padahal pak Warsono ngajar kelas dua- kedatangan pak Warsono tetap dinanti karena beliau sering ikut menjaga anak-anak yang kelas 2 dan 1 melakukan senam.Â
Dulu waktu pak Warsono pakai kacamata untuk pertama kalinya, seingat saya di"suit-suit" (disiulin) teman-teman dari mulai 3A sampai 2D (jangan-jangan sampai 2A juga hehe). Bukannya marah karena anak-anak dianggap kurang ajar, tetapi beliau malah senyum-senyum (apakah karena beliau pemalu orangnya, i dont know).
Pernah ada kejadian, ketika itu saya sudah SMA dan mata pelajarannya adalah olahraga. Weh hla kok pak Warsono jalan kaki melewati SMA kami (mungkin ada kegiatan diklat), kontan kami menyapa, "Pak Warsono.... Pak Warsono....", terutama yang siswa perempuan yang bersahutan.Â
Waktu itu guru olahraga langsung mengsetrap kami untuk keliling sekolahan --mungkin karena dianggap melecehkan pelajaran yang sedang berjalan. Terakhir saya ketemu pak Warsono tahun 1999 --atau 2000 mungkin.Â