Mohon tunggu...
Yuniandono Achmad
Yuniandono Achmad Mohon Tunggu... Dosen - Dreams dan Dare (to) Die

Cita-cita dan harapan, itu yang membuat hidup sampai saat ini

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Fajar/Rian Juara: Kembalinya "Speed and Power"

29 September 2019   21:06 Diperbarui: 29 September 2019   21:17 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada hari Ahad Pahing, 29 September 2019 (bertepatan dengan tanggal 29 Muharam 1441 Hijriyah), pasangan ganda putra kita yang masing-masing masih berusia 23 tahunan --yaitu Fajar Alfian dan Muhammad Rian Ardianto- menjadi kampiun di ajang Korea Open BWF Super 500 tahun 2019. Di final, FajRi --yang merupakan akronim dari Fajar/ Rian- mengalahkan pasangan Jepang Takeshi Kamura/ Keigo Sonoda dengan straight set 21-16 21-17.

Gelar ini jelas menambah pundi-pundi harta dan tahta juara bagi FajRi. Dengan demikian pasangan FajRi ini sukses untuk mampu meraih gelar kembali, artinya gelar kedua sepanjang 2019, setelah sebelumnya juara di Swiss Open. Berlaga di Incheon Airport Skydome, Fajar/Rian menuntaskan perlawanan Kamura/Sonoda dalam tempo 40 menit.

Sebenarnya "the real final" atau malah bisa disebut final kepagian adalah saat partai semifinal atau partai sebelumnya. Fajar Rian mampu mengalahkan Li Junhui/ Liu Yuchen dengan skor deuce semua, yaitu 25-23 dan 22-20.

Walaupun ketat angkanya, tapi pertandingan berjalan dengan tempo pendek. Kebanyakan di bawah 10 kali dalam bertukar pukulan, lalu poin bagi salah satu pasangan. Namun yang membuat ramai adalah ketatnya perolehan nilai, tegangnya itu bok.

Lalu, apa yang bisa dilihat dari penampilan FajRi kali ini? Mengapa mereka bisa jadi juara? Resep permainan apa yang tengah mereka tampilkan. Saya amati Fajar/ Rian ini tampil dengan gaya "gebuk" dan pertandingan cepat. Mengandalkan smash keras, kecepatan memukul, dan kecepatan waktu atau game sehingga pertandingan berjalan dengan tempo pendek pendek. Maka bisa dinamakan madzhab atau gaya bermain Fajar/ Rian ini sebagai "speed and power".

Disebut power karena tenaga kuat, dengan gebukan smash loncat tinggi dan menukik tajam. Kemudian disebut speed karena 2 (dua) hal. Pertama adalah high speed atau kecepatan tinggi, dan kedua karena cepat selesai (fast). Fajar/ Rian jarang mau bermain lama lama. Intinya ada 3 (tiga). Yaitu pertama gebuk, kedua gebuk, dan ketiga gebuk. Yang penting gebuk, dan bola bisa cepat masuk, lalu segera kelar pertandingannya.

Melihat penampilan ganda Indonesia --dan dunia- sejak era Liem Swie King (tahun 1984 berpasangan dengan Kartono) setidaknya ditengarai beberapa gaya/ style.

Pertama gaya klasik atau old style. Mereka mengandalkan positioning. Ini dulu dilakukan oleh Eng Hian/ Flandy Limpele, dan sekarang barangkali Hendra/ Ahsan. Bola dibiarkan berlama lama di udara, kemudian diarahkan ke tempat kosong lawan. Mereka bermain cepat hanya ketika ada kesempatan mematikan lawan --artinya lawan punya ruang kosong yang susah dijangkau.

Apabila kita melihat final piala Thomas tahun 1992, gaya positioning semacam ini ada juga yang dibingkai dalam kerangka bertahan, atau malah multi defends.

Dia adalah Razif/ Jalani Sidek. Tapi setelah Razif/ Jalani selalu menang ketika melawan pasangan Indonesia (terhitung sejak Thomas 1988), mereka kalah saat lawan Edy Hartono/ Gunawan tahun 1992.

Kemudian kedua gaya speed and art. Cepat dan kreatif --karena ada unsur "art" nya. Misalnya dilakukan oleh Sigit Budiarto sewaktu berpasangan dengan Chandra Wijaya. Sigit untuk seni, dan Chandra untuk kecepatan.  Sigit pernah juga berpasangan dengan Trikus Harjanto waktu olimpiade Athena 2004, dan keduanya lebih bermain layaknya seniman. Pada era kekinian,  pasangan Markus Fernaldi Gideon/ Kevin Sanjaya Sukomuljo dapat dikatakan pada gaya ini.

Ketiga, power drive alias mengandalkan bola drive. Dalam hal ini drive datar dengan tekanan engkel tangan yang cepat. Gaya ini kemungkinan -atau sepengetahuan saya- dimulai oleh pasangan Korea Park/ Kim. Park Joo Bong/ Kim Mon So, sang peraih emas ganda putra tahun 1992, di final mampu mengalahkan Edy Hartono/ Gunawan yang memiliki gaya powerfull dengan smesh keras.

Kemudian pasangan emas olimpiade 2000, Tony Gunawan/ Chandra Wijaya, juga cenderung mengandalkan drive dan kecepatan. Apabila melihat kondisi zaman now, sepertinya hampir semua pemain ganda dunia memakai gaya power drive ini.

Gaya power drive ini bisa dibagi 2 (dua) yaitu agresif atau menyerang, dan cenderung bertahan atau defends. Hampir semua tipikal pemain ganda yang mengandalkan drive cenderung untuk menyerang. Namun ada sedikit pemain ganda yang defends, salah satu yang terkenal adalah Lee Yong Dae/ Jung Jae Sung (almarhum).

Atau pemain ganda Mathias Boe/ Carsten Morgensen yang juga sudah pensiun. Pada saat ini marwah bertahan tersebut tampaknya ada di pemain Malaysia Goh V Shem/ Tan Wee Kiong. Tipe bertahan cenderung mengandalkan serangan balik, dengan memanfaatkan pengembalian keras dari lawan. Jadi ketika diserang, maka mereka persiapkan balasan ke ruang kosong lawan --secara cepat.

Di tunggal --pada saat dulu permainan berakhir poin 15 dan mengenal pindah bola- banyak sekali pemain tipe bertahan. Seperti Han Jian dan Icuk Sugiarto. Sistem penilaian dengan rally point pada era sekarang ini mengindikasikan agar permainan cepat selesai. Tidak seperti era dulu saat banyak main rally yang kadang membosankan,  dan masih mengenal "service over".

Dikutip dari jawapos.com bahwa Sonoda mengatakan power pasangan makin kuat, terutama dalam hal smash. Kata sonoda pasangan kita juga tambah matang, terutama ketika memasuki poin-poin kritis.

Kamura/Sonoda menilai penampilan Fajar/Rian lebih unggul dan semakin meningkat dibanding pertemuan sebelumnya. Duel terakhir kedua pasangan terjadi pada perempatfinal China Open 2019. Saat itu Fajar/Rian menang dengan skor lebih ketat yakni 23-21, 22-20. "Khususnya (Muhammad Rian) Ardianto. Kali ini, dia main lebih cepat dan kuat dibanding sebelumnya," demikian kata Sonoda.

Satu hal yang pantas disyukuri bahwasanya kedewasaan pasangan Fajar/ Rian setidaknya mulai muncul di ajang Korea Open ini. Pada saat semifinal, mereka telah unggul 20-16 set pertama, namun Li/ Liu mengejar dan mampu setting 20-20, bahkan Li/Liu sempat game point di 23-22. Butuh ketenangan tersendiri, dan Fajar/ Rian mampu membawa beban tersebut untuk menang 25-23.

Set kedua, Fajar/ Rian sudah match point 20-17, namun Liu/ Li bermain sangat apik sehingga deuce 20 sama.  Untung dewi fortuna masih berpihak, pasangan FajRi masih bisa menang 22-20.

Namun resiko permainan speed and power ala Fajri ini adalah bila lawan menemukan ritme bertahan yang tepat. Pada dua turnamen sebelumnya (di tahun 2019 ini) FajRI kalah melawan pasangan Mads Conrad/ Boe dari Denmark. Kemudian kalah ketika melawan the Minions waktu China Open di bulan September ini.

Dari ajang Korea Open ini, setidaknya kita pantas bersyukur, bahwa pelapis Kevin/ Gideon telah bertambah matang. Jatah dua pemain ganda satu Negara, akan menjadi semakin seru dengan dewasanya Fajar/ Rian. Persaingan akan semakin ketat dengan selektifnya the Daddies (Ahsan/ Hendra) dalam memilih turnamen. Semoga sasaran emas Olimpiade Tokyo 2020 tetap bisa terengkuh. Jayalah bulutangkis Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun