" Ya, aku tahu. Jodoh  selalu sulit  kupahami. Siapa jodohku aku tidak tahu. Tadinya  kukira the Persian girl  adalah jodohku, tetapi sekarang  aku tahu kalau dia bukan jodohku."
"Kamu punya banyak teman perempuan hampir dari seluruh dunia. Mungkin salah satu di antara mereka adalah jodohmu. Mungkin juga jodohmu bukan dari kalangan teman-temanmu. Bisa saja dia adalah perempuan yang tidak sengaja  bertemu denganmu di dalam kereta api atau penumpang pesawat yang duduk di sebelahmu."
"Segala kemungkinan bisa saja terjadi," lanjut Daniel menentramkan hatinya sendiri. Dia mulai bisa tersenyum  meski masih terlihat  terbebani.  Setidaknya dia ingin alasan kenapa Shena meninggalkannya untuk bertunangan secara diam-diam dengan lelaki lain. Kenapa dia tidak mengatakan dengan jujur kepada Daniel  alasannya  bertunangan dengan lelaki Serbia itu?  Apakah karena dia menganggap hubungan mereka tidak akan berlanjut ke jenjang pernikahan  karena perbedaan keyakinan? Apakah orangtuanya tidak merestuinya menikah dengan Daniel? Berbagai pertanyaan berputar-putar di kepalanya tanpa  jawaban yang pasti. Hanya menduga-duga dengan pikirannya sendiri untuk memberi jawaban sementara agar tak  penasaran berkepanjangan.
Sebenarnya Daniel masih terus berusaha menghubungi Shena dan Kakak-kakaknya . Nomor HP Shena sudah  tidak aktif lagi  tetapi nomor HP kedua Kakaknya masih aktif.  Sayangnya mereka tidak pernah menjawab panggilan telpon dari Daniel. Pasti Michiko akan bisa membantunya jika nanti malam Daniel menelponnya. Jika cara ini pun tak berhasil , dia akan menyerah dan menganggap nasib buruk sedang menimpanya.
"Ayo, kita mulai kerja !" temannya mengisyaratkan dengan matanya untuk segera menunaikan pekerjaan mereka hari itu. "Kamu pasti akan menemukan jodohmu."
Langkah-langkah para pekerja di geladak kapal menghidupkan suasana pagi. Memberi harapan akan kehidupan yang lebih baik lagi bagi siapa saja yang mau bertekun dalam pekerjaannya. Mengabaikan semua hal yang tak perlu agar tak menyia-nyiakan hidup dalam fatamorgana semu. Setiap detik adalah kerja dan pengharapan akan bayaran yang sepadan. Tekanan yang datang silih berganti mulai dari hal-hal teknis yang disebabkan perangkat kerja  maupun ketrampilan teknisi hingga layanan keluhan klien  harus tabah dihadapi jika ingin bertahan dalam pekerjaannya.
Kadang ingin mencari pekerjaan lain di daratan. Mengajar seperti dulu lebih menyenangkan dibandingkan terkungkung di dalam kapal. Mungkin dia perlu merumuskan ulang apa tujuan hidupnya. Selama ini dia lelah berlari dari kesepiannya. Awal mula dia terdampar di atas kapal adalah untuk mengobati luka hatinya setelah perceraiannya. Kini, dia harus terluka lagi, setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan di atas kapal. Luka itu bukanlah luka dalam seperti yang ditorehkan perceraiannya. Dia yakin akan bisa menyembuhkannya lebih cepat . Harapannya  pada Shena tidak sebesar harapan yang disandarkan pada pernikahannya dulu. Masih banyak perempuan di luar sana yang bersedia mengisi sisa hidupnya dengan kebahagiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H