Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh, Salam dan bahagia bapak Ibu guru hebat!
Istilah coaching tentu sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar orang, termasuk Bapak/Ibu guru hebat. Tetapi apakah pengertian "coaching" itu sendiri? Mungkin sama dengan saya yang selama ini menganggap bahwa coaching adalah salah satu bentuk pelatihan, sehingga orang dengan sebutan "coach" berarti sama dengan "pelatih". Beberapa ahli memiliki definisi yang berbeda-beda tentang coaching.
Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai"...bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif."Â
Berdasarkan beberapa defini di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa coaching adalah sebuah proses kolaborasi atas dasar kemitraan yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil, dan sistematis, di mana coach (orang yang melakukan coaching) memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (orang yang sedang dicoaching). Â
Selain coaching, ada beberapa metode pengembangan diri yang lain yang bisa jadi sudah kita praktikan selama ini di sekolah yaitu mentoring, konseling, fasilitasi dan training. Mari kita lihat perbedaannya satu persatu. Mentoring adalah menggunakan pengalaman kita untuk mendampingi seseorang dalam mengatasi masalah dan membuat perubahan. Konseling adalah hubungan langsung antar individu untuk memberikan bantuan agar menjadi lebih baik. Pelatihan adalah program yang telah direncanakan dengan tujuan peningkatan kinerja pegawai dan terakhir fasilitasi adalah proses memfasilitasi secara netral dan diterima semua anggota untuk meningkatkan efektivitas kelompok. Coaching memiliki perbedaan mendasar dengan bentuk pengembangan diri lainnya. Seorang coach bukan sebagai ahli yang mentransfer pengetahuan dan pengalamannya kepada coachee, tetapi justru sebagai penggali kekuatan diri coachee karena coachee lah yang menjadi ahli. Coach harus mendengarkan dengan hati dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pembangkit kesadaran dan penambah kepercayaan diri sang coachee. Coaching diadakan dalam suasana penuh kasih dan keakraban agar mampu membuat coachee terbuka untuk sama-sama menggali kekuatan diri. Di sinilah terjadi hubungan kemitraan, bukan relasi kuasa.
Sebagai Calon Guru Penggerak (CGP) mempelajari teknik coaching menjadi suatu kebutuhan karena nantinya sebagai pemimpin pembelajaran diharapkan mampu melakukan supervisi akademik, baik terhadap murid maupun rekan sejawat. Salah satu tujuan dari supervisi akademik adalah untuk mengembangkan kompetensi guru agar dapat melakukan pembelajaran yang berpihak pada murid. Untuk dapat melakukan itu, diperlukan paradigma berpikir bertumbuh dan keberpihakan pada murid. Apa pun pendekatan yang digunakan untuk pengembangan kompetensi, kesemuanya diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan, dan pendekatan yang memberdayakan adalah coaching. Mengapa coaching menjadi pendekatan yang memberdayakan, karena diawali dengan paradigma berpikir coaching. Saat melakukan coaching, seorang coach harus berangkat dari paradigma berpikir coaching, di mana terdapat empat hal, yaitu:
- Fokus pada coachee yang akan dikembangkan
- Bersikap terbuka dan ingin tahu
- Memiliki kesadaran diri yang kuat
- Mampu melihat peluang baru dan masa depan
International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kemitraan dengan klien dalam suatu proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi klien agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan profesional coachee. Prinsip coaching dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci pada definisi coaching, yaitu "kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi".
Kemitraan
Dalam coaching, posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra. Itu berarti setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah.
Proses Kreatif
Proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan yang : dua arah, memicu proses berpikir coachee, memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru.
Memaksimalkan Potensi
Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan.
Mengerucut kepada konteks coaching dalam dunia pendidikan, proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran guru sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya sendiri. Menurut filosofi Ki Hajar Dewantara (KHD), sistem among yang diperkenalkan : Ing ngarso sung tulodho, Ing madyo mangun karsa, dan Tut wuri handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan mengunakan pendekatan coaching. Â Tut wuri handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan (andayani/handayani) semua kekuatan diri pada murid.
Berdasarkan ICF (International Coaching Federation) ada 8 kompetensi inti coaching, 3 di antaranya adalah:
Kehadiran penuh/presence, yaitu kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, sehingga badan, pikiran, dan hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching.
Mendengarkan aktif, seorang coach yang baik akan lebih banyak mendengarkan dan lebih sedikit berbicara. Fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara.
Mengajukan pertanyaan berbobot, pertanyaan yang diajukan dapat menggugah orang untuk berpikir, menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal baru, dan mengungkapkan emosi.
Percakapan yang dilakukan dalam coaching bisa menggunakan alur TIRTA, yaitu coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dalam sesi coaching ini (Tujuan), lalu coach melakukan proses untuk menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee (Identifikasi), selanjutnya coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi (Rencana aksi), dan yang terakhir komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya (Tanggung jawab).
Supervisi akademik perlu dimaknai secara positif sebagai kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yakni pembelajaran yang berpihak pada murid. Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi : Kemitraan, Konstruktif, Terencana, Reflektif, Objektif, Berkesinambungan, dan Komprehensif. Siklus dalam supervisi klinis pada umumnya meliputi tiga tahap, yakni : Pra-observasi, Observasi, dan Pasca-observasi.
Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar
- Emosi yang dirasakan :Â saya tergugah untuk lebih giat belajar dan mendapatkan pemahaman yang baik mengenai coaching untuk supervisi akademik; tertantang untuk memperbanyak praktik coaching dengan murid dan rekan sejawat agar mendapatkan keterampilan yang baik, sehingga ke depannya bisa melakukan coaching untuk supervisi akademik.
- Hal yang sudah baik :Â saya mendapatkan pemahaman materi coaching dan sudah dipraktikkan.
- Hal yang perlu diperbaiki :Â kompetensi menjadi coach yang baik, terutama untuk mengajukan pertanyaan berbobot kepada coachee tanpa terjebak untuk memberikan solusi.
- Implikasi terhadap kompetensi diri : menambah dan mengoptimalkan kekuatan diri sebagai seorang guru dan juga orang  tua yang dapat menjadi seorang coach bagi orang-orang di sekitar.
Analisis untuk implementasi dalam konteks CGPÂ
- Bagaimana penerapan coaching untuk supervisi akademik?
Melalui supervisi akademik, kegiatan pemberdayaan dan pengembangan kompetensi diri dalam rangka peningkatan performa mengajar dan mencapai tujuan pembelajaran, coaching dibutuhkan sebagai peningkatan motivasi atau komimen diri seorang guru, sehingga kualitas pembelajaran meningkat seiring meningkatnya moivasi kerja para guru.
- Coaching sebagai kompetensi membangun kemitraan
Kemitraan dalam menjalani proses cocahing dapat terbangun dan membuka peluang akselerasi kesadaran yang mendorong tindakan aksi ketika dilandasi kepercayaan coachee kepada coach. Dalam prosesnya, kita tidak perlu memandang kesenjangan jabatan karena dalam supervisi akademik terjadi proses kolaboratif antara supervisor dan guru.
- Tantangan implementasi coaching di sekolah
Seringkali supervisi akademik dilihat sebagai sebuah proses yang bersifat satu arah. Apalagi jika supervisi akademik ini hanya terjadi satu kali menjelang tahun pelajaran. Supervisi menjadi sebuah tagihan atau kewajiban para pemimpin sekolah dalam tanggung jawabnya mengevaluasi para tenaga pendidik.
- Bagaimana alternatif solusi untuk mengatasi tantangan yang ada ?
Pada proses coaching, seorang coach lebih menekankan menjadi seorang pendengar aktif dengan sedikit mendominasi pembicaraan. Seorang coach hanya melontarkan beberapa pertanyaan yang merangsang ide melalui jawaban dari seorang coachee. Dibutuhkan sebuah keterampilan berkomunikasi yang leboh untuk melakukan coaching karena dalam coaching lebih menekankan temuan komitmen untuk menyelesaikan masalah sehingga dapat lebih baik di masa depan.
Koneksi antar Materi
- Keterkaitan dengan Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi
Dalam pembelajaran berdiferensiasi dilakukan pemetaan dengan tiga cara. yaitu minat murid, kebutuhan belajar, dan profil belajar murid. Pemetaan ini dapat digunakan seorang guru sebagai data ketika menjadi coach dalam proses coaching, sehingga murid mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam dirinya untuk menemukan solusi terbaik.
- Keterkaitan dengan Modul 2.2 Pembelajaran Sosial EmosionalÂ
Ada beberapa hal yang harus dipahami dalam Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE), yaitu kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertaggung jawab. KSE digunakan seorang guru sebagai coach dalam proses coaching terhadap coachee agar terjadi pengendalian diri dan emosi dalam diri coach dan coachee, serta menimbulkan rasa empati dan rasa sosial, dan dapat mengambil keputusan yang tepat.
- Peran sebagai coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket Modul 2, yaitu Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional
Di dalam kompetensi coaching dan TIRTA sebagai alur percakapan coaching, mewajibkan kita sebagai coach untuk dapat melakukan kehadiran penuh, salah satunya dengan kegiatan STOP dan mindfull listening yang telah dipelajari di Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional.
Salah satu prinsip coaching adalah memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang tentu saja paling besar kemungkinan berhasilnya. Oleh karena potensi coachee beragam, maka keterampilan sosial emosional coach diperlukan untuk memaksimalkan potensi coachee.
Demikian Koneksi Antar Materi. Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh.
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H