Memaksimalkan Potensi
Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan.
Mengerucut kepada konteks coaching dalam dunia pendidikan, proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran guru sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya sendiri. Menurut filosofi Ki Hajar Dewantara (KHD), sistem among yang diperkenalkan : Ing ngarso sung tulodho, Ing madyo mangun karsa, dan Tut wuri handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan mengunakan pendekatan coaching. Â Tut wuri handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan (andayani/handayani) semua kekuatan diri pada murid.
Berdasarkan ICF (International Coaching Federation) ada 8 kompetensi inti coaching, 3 di antaranya adalah:
Kehadiran penuh/presence, yaitu kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, sehingga badan, pikiran, dan hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching.
Mendengarkan aktif, seorang coach yang baik akan lebih banyak mendengarkan dan lebih sedikit berbicara. Fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara.
Mengajukan pertanyaan berbobot, pertanyaan yang diajukan dapat menggugah orang untuk berpikir, menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal baru, dan mengungkapkan emosi.
Percakapan yang dilakukan dalam coaching bisa menggunakan alur TIRTA, yaitu coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dalam sesi coaching ini (Tujuan), lalu coach melakukan proses untuk menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee (Identifikasi), selanjutnya coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi (Rencana aksi), dan yang terakhir komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya (Tanggung jawab).
Supervisi akademik perlu dimaknai secara positif sebagai kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yakni pembelajaran yang berpihak pada murid. Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi : Kemitraan, Konstruktif, Terencana, Reflektif, Objektif, Berkesinambungan, dan Komprehensif. Siklus dalam supervisi klinis pada umumnya meliputi tiga tahap, yakni : Pra-observasi, Observasi, dan Pasca-observasi.
Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar
- Emosi yang dirasakan :Â saya tergugah untuk lebih giat belajar dan mendapatkan pemahaman yang baik mengenai coaching untuk supervisi akademik; tertantang untuk memperbanyak praktik coaching dengan murid dan rekan sejawat agar mendapatkan keterampilan yang baik, sehingga ke depannya bisa melakukan coaching untuk supervisi akademik.
- Hal yang sudah baik :Â saya mendapatkan pemahaman materi coaching dan sudah dipraktikkan.
- Hal yang perlu diperbaiki :Â kompetensi menjadi coach yang baik, terutama untuk mengajukan pertanyaan berbobot kepada coachee tanpa terjebak untuk memberikan solusi.
- Implikasi terhadap kompetensi diri : menambah dan mengoptimalkan kekuatan diri sebagai seorang guru dan juga orang  tua yang dapat menjadi seorang coach bagi orang-orang di sekitar.
Analisis untuk implementasi dalam konteks CGPÂ
- Bagaimana penerapan coaching untuk supervisi akademik?