Mohon tunggu...
Yuni Rahmawati
Yuni Rahmawati Mohon Tunggu... -

aku akan berusaha menjadi mahasiswa PGSD UNS kampus V1 kebumen yg mampu bersaing secara sehat...amin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Perlu Mobilitas Menuju Sebuah Inovasi

28 Desember 2010   05:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:18 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang terpikirkan jika mendengar sebuah profesi sebagai guru? Kagumkah atau kasihan? Hemmm…mungkin sebagian besar lebih memilih kasihan. Itulah pikiran orang-orang yang belum mengenal arti sebuah proses dan perjuangan yang sesungguhnya. Memang profesi guru bukanlah suatu profesi yang menjanjikan. Gaji pas-pasan, tapi itu bukanlah sesuatu yang dapat menyurutkan semangatnya untuk mencerdaskan bangsa. Namun, ada pula yang berpikir karena melihat rendahnya kualitas guru saat itu. Modal sesosok guru dalam mencerdaskan bangsa bukan hanya semangat, tetapi guru juga memerlukan inovasi atau menemukan hal-hal baru baik dari kreasi sendiri atau pun sudah ada sebelumnya. Inovasi tersebut dapat berupa rancangan sebuah model pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan dalam rangka memahami pribadi dan keunikan peserta didik. Inovasi tersebut tidak harus sesuatu yang dipandang rumit atau kompleks tetapi lebih merujuk kepada kesesuaian dengan peserta didiknya. Dengan demikian, peserta didik akan lebih mudah memahami dan menyenangi sebuah pembelajaran. Apa bila hal tesebut telah tercapai, proses belajar akan lebih hidup dan meminimalkan pikiran bahwa belajar untuk mencari nilai namun lebih menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi.

Tatkala seorang guru akan mendesain sebuah pembelajaran, tentu tak terlepas dari sebuah pedoman agar pembelajaran tersebut tak menyimpang dari kaidah kebenaran. Pedoman tersebut misalnya teori-teori pembelajaran seperti teori koneksionisme yang memandang kualitas seseorang dari kesesuaian antara stimulus dan respon (perilaku) yang ditunjukkan secara nyata dan didukung adanya penguatan sehingga siswa masih berperan pasif dalam pembelajaran, teori kognitifisme yang berpaku pada bagaimana mengoptimalkan potensi intelektualpeserta didik sesuai dengan nalar berpikir dan usianya, teori konstruktifisme yang telah melakukan banyak penghapusan pandangan mengenai siswa sebagai robot karena menurut teori ini belajar diartikan sebagai proses membangun pengetahuan melalui realitas pengalaman di lapangan, dan teori humanisme yang menekankan bagaimana memahami problematika baik secara intelektual, moral, maupun perilakunya sehingga melahirkan manusia ideal. Diantara teori-teori tersebut masih terdapat teori lama dan tergeser oleh teori-teori baru yang dipadang lebih mampu menjawab tuntutan pendidikan, namun faktanya semua teori memiliki kelebihan dan kekurangan. Seorang pendidik tidak boleh terlalu fanatik hanya berpedoman pada sebuah teori saja, namun diharapkan mampu memilah dan mengambil sisi positifdari setiap teori lalu dikombinasikan ke dalam sebuah pembelajaran untuk memperoleh sebuah hasil yang optimal.

Selain memiliki pedoman, pendidik juga memerlukan sebuah strategi atau siasat guru dalam melaksanakan sebuah pembelajaran yang bertujuan mewujudkan interaksi antara peserta didik dengan komponen-komponen lain dari sistem instruksional secara konsisten dan maksimal. Strategi tersebut tak berdiri sendiri melainkan juga bersimbiosis dengan berbagai metode seperti ceramah, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas, kerja kelompok, demonstrasi, inkuiri, eksperimen, simulasi, atau pengajaran unit agar tercipta suasana pembelajaran yang kondusif, sesuai kebutuhan siswa, dan tetap mengasyikan. Hal itu akan merangsang para siswa dapat mencapai prestasi yang memuaskan. Di samping itu, setiap guru adalah manusia biasa yang memiliki banyak perbedaan termasuk ketika dia mengajar. Perbedaan tersebut menuntunnya untuk melaju ke dalam sebuah teknik mangajar. Teknik mengajar inilah yang membuat antara guru satu dengan yang lain berbeda meskipun menggunakan metode atau menarangkan materi yang sama pada tingkat kelas yang sama. Tujuan yang ingin dicapai tak lain adalah melihat anak didiknya berhasil sebagai manusia yang kritis, kreatif, dan problemsolver. Peserta didik yang kritis akan selalu bersikap tak mudah percaya, mencari kebenaran atau asal-usul sebuah teori dan cepat tanggap terhadap suatu masalah. Sikap ini secara beriringan akan menumbuhkan pikiran kreatif yaitu berusaha menciptakan sesuatu yang orisinil serta adanya keinginan untuk meneliti bahkan menciptakan. Sikap-sikap tersebut memudahkan dirinya untuk mengahadapi dan memecahkan berbagai persoalan yang mendera hidupnya. Wah ...betapa bangganya seorang pendidik memiliki peserta didik yang demikian. Tapi guru hendaknya jangan hanya memandang sekilas saja, maksudnya tingkat kekritisan dan kekreatifan siswa berkembang sesuaikan dengan usia dan bakatnya. Ada siswa yang lebih berkembang di otak kanan atau lebih menonjol di otak kiri bukanlah suatu masalah. Hal tepat yang harus seorang guru adalah membantu mengoptimalkan potensi dari bakat itu melalui otak neokorteks yang ada pada kepalanya.

Untuk memposisikan otak peserta didik di tingkat neokorteks, otak perlu belajar melalui instruksi dan dalam sebuah lingkungan kondusif yaitu saat terbaik dimana otak belajar. Lingkungan yang kondusif juga berperan dalam keaktifan sebuah proses pembelajaran. Selain mengkondisikan lingkungan sebaik mungkin, guru juga perlu memperhatikan nutrisi siswa yang menempati posisi terunggul dalam keaktifan pembelajaran serta membuat program-program menantang yang dapat menunjang kesuksesan belajar siswa namun tak menyudutkan kebebasannya untuk bergerak dan tetap relaks. Semua itu akan melahirkan dan membentuk para pembelajar sebagai manusia unik, mandiri dan siap bersaing menantang dunia.

Pembelajar yang unik memiliki prioritas atau gaya belajar yang berbeda. Guru yang bijak akan senatiasa mempertimbangkan gaya belajar yang mereka sukai disamping memberikan variasi gaya belajar yang lain. Apa lagi, gaya belajar manusia bersifat fleksibel atau sewaktu-waktu dapat berubah menyesuaikan kondisi dan kebutuhan sehingga sebagian besar manusia khususnya pembelajar merasa lebih nyaman menggunakan beberapa gaya pembelajaran. Cara tersebut juga merupakan salah satu usaha memperkaya otak selain pengayaan melalui pemberian stimulus yang benar-benar baru, menantang, koheren, dan bermakna, atau umpan balik yang bersifat langsung, positif, dinamis, dan dapat dilakukan oleh pembelajar itu sendiri maupun lingkungan yang dimodifikasi dengan cara tertentu sehinggamendorong para pembelajar mengeksplorasi ide-ide baru dan mengekspresikan diri secara kreatif. (KD 5)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun