Mohon tunggu...
Yunhy Ammarsyah
Yunhy Ammarsyah Mohon Tunggu... -

Jangan berhenti untuk menuliskan semua yang ada di pikiranmu, menulislah dengan hati pasti akan sampai ke hati para pembaca

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lelaki dan Senja

10 Februari 2016   11:51 Diperbarui: 10 Februari 2016   14:21 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Sore Itu seperti biasa,Rudy duduk seorang diri dipinggir pantai, diantara bebatuan,matanya tak henti-hentinya menatapi sinar jingga sore itu. Hanya pemandangan itu yang bisa mengusir rasa gelisah dalam hati Rudy,entah rasa apa yang menyusup dalam rongga dadanya hingga kadang sangat sesak rasanya,semua rasa gelisah terpancar dari raut wajah itu.

Itu adalah tempat yang istimewa,sebab disitulah saat itu kisah cintanya dimulai,semua jejak cinta yang terjadi antara mereka berdua meninggalkan kenangan manis dan juga pahit. Semenjak Bunga meninggalkan dirinya demi laki-laki lain,disitulah Rudy mulai merasakan betapa pahitnya mengenal sebuah Cinta,jika semua harus berakhir menyakitkan.

Ketulusan yang Rudy persembahkan buat kekasihnya Bunga namun semua akhirnya berujung menyakitkan, bak menelan empedu yang pahitnya hingga keubun-ubun . Namun hidup masih harus terus berjalan,namun yang namanya sakit tetaplah butuh proses untuk penyembuhan.

Sore itu semilir angin menerpa pelipis Rudy hingga ia terbawa kealam yang dimana ia merasakan sebuah kebahagian yang selama ini hilang darinya, debur ombak dan nyanyian burung camar yang serasa turut mengambil bagian dalam kebahagiaan yang ia rasakan, entah kebahagian apa, namun hatinya cukup tenang saat itu. Rudy mencoba memejamkan mata dan mencari sisa-sisa kebahagian dalam relung jiwanya,ia mencoba mengumpulkan semua puing-puing harapan baru,

Bulir-bulir bening merembes disudut matanya bagai anak sungai di musim kemarau,namun cukup membasahkan matanya yang kering, ini adalah tangisan pertama semenjak beberapa tahun yang silam ketika ibunya pergi meninggalkan ia dan saudaranya untuk seterusnya. Rudy bangkit dari tempat ia duduk, ia mulai melangkah ke bibir pantai,sambil sesekali melemparkan batu-batu kecil yang ia pungut dari tempat duduknya.

“hmmmm… suara yang indah”bisik Rudy hampir tak kedengaran sebab suara ombak lebih keras ketimbang suaranya, matanya masih terlihat sembab,ia tepis semua rasa sedih yang ada pada dirinya saat itu, ia kubur dalam-dalam nama Bunga dalam hatinya,begitu juga cinta terhadapnya. Ia ingin nama bunga hilang bersama dengan hilangnya tapak kaki dibibir pantai yang dengan sesaat tersapu oleh ombak dan tak lagi berbekas.

****

Perlahan sinar jingga mulai memudar,suara binatang malam yang riuh dan desir angin pantai yang menyapu keheningan,gesekan daun nyiur yang memberikan suara khas pesisir pantai, kala malam datang menyapa kesedihan datang membayang, entah kesedihan serupa apa yang Rudy rasakan saat ini, sebab ketika hari mulai gelap ia takut akan sesuatu yang datang menelisik dalam hatinya.

Kenangan demi kenangan membayang di pelupuk matanya, sumpah yang pernah terucap kini ternoda oleh suatu penghianatan yang Bunga lakukan padanya, entah bagaimana caranya Rudy membangun lagi sebuah kepercayaan yang telah ia titipkan kepada kekasihnya, kini semua musnah bersama penghianatan yang Bunga lakukan. Dengan langkah gontai ia menjauh dari bibir pantai, menyusuri jalanan berpasir itu, menuju kesebuah Masjid yang tak jauh dari pantai tempatnya membuang rasa sedih dan keluh kesahnya.

Lalu Rudy menuju tempat berwudhu dan setelah itu ia sholat seorang diri di masjid itu, sebab baru saja orang-orang meninggalkan masjid setelah menyelesaikan sholat Magrib tadi, sangat khusyuk Rudy melaksanakan sholat itu,setelah selesai ia pun berdoa, entah doa apa yang ia panjatkan,butiran embun merembes disudut matanya,namun secepat kilat ia mengusapnya, ia tak ingin ada orang yang melihatnya meneteskan air mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun