Mohon tunggu...
John Obrak
John Obrak Mohon Tunggu... lainnya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

mendobrak statusquo\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Janji 5 Tahun Dikhianati, Pejabat Publik (Jokowi) Bisa Dianggap Korupsi?

31 Maret 2014   08:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:16 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba saja saya teringat sesuatu, sehingga rasanya perlu disampaikan di bawah ini.

Apakah pandangan ini tadinya sudah ada oleh para ahli hukum sehingga tidak orisinil bukanlah masalah, tapi bagi kita perlu pembelajaran untuk semua sehingga ke depan tidak sembarangan melakukan sesuatu yang telah menjadi amanah bersama.

Seingat saya sebagai orang awam, sebagai pejabat publik yang dibiayai oleh uang negara/uang rakyat dari APBN/APBD, apa tidak sebaiknya Kejaksaan Agung/Kepolisian/KPK mempertajam penggolongan kelakuan pejabat publik yang menyianyiakan keuangan negara yang secara samar seolah-olah tidak melakukan tapi sebenarnya telah melakukan korupsi?.

Digolongkan korupsi atau tidak, tapi saat inilah sebagai momentum bagi Kejaksaan Agung/Kepolisian/KPK perlu memastikan apakah dapat menggolongkan pejabat publik yang meninggalkan masa jabatannya digolongkan melakukan tindak pidana korupsi?.

Perbuatan tidak menjalankan amanah Konstitusi, UU terkait pemilihan Kepala Daerah dan turunannya serta hasil pemilihan Pilkada DKI kemarin yang seluruh penyelenggaraan kegiatan pemilihan gubernur/wakil gubernur tersebut jelas-jelas telah memakan biaya miliaran bahkan triliunan dapat dikategorikan memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi?.

Unsur-unsur korupsi tersebut kalau saya tidak salah adalah :

1.Merugikan keuangan Negara (biaya-biaya pilkada sebelumnya, pelantikan dll.)

2.Memperkaya diri atau orang lain (menjadi pejabat public yang lebih tinggi berarti pendapatan lebih tinggi).

3.Melawan hukum (mis. : melawan janji atau melawan sumpah).

4.Menyalahgunakan kewenangan (mis. : sebagai pejabat sudah bertambah popularitas saat menggunakan fasilitas Negara).

Bisa dibayangkan berpa biayadua kali pemilihan kepala daerah yang dimenangkan oleh Jokowi ternyata kemudian tugas-tugas dan tanggung jawabnya ditinggalkannya?.

Adakah rekan-rekan yang bisa menghitung berapa habis biaya-biaya kedua pilkada tersebut?.

Ini bukan untuk maksud-maksud politik tapi ini adalah untuk pembelajaran bagi kita semua untuk tidak sembarangan menyinyiakan uang Negara/rakyat sedemikian rupa. Sudah berapa banyak pilkada sia-sia bila kepala daerahnya belum menyelesaikan tugas kemudian harus melakukan hal lain belum tentu lebih penting dari tugas yang sedang diembannya?.

Kejaksaan Agung/Kepolisian/KPK sebaiknya perlu mempertimbangkan untuk mengambil action/memperjelas terhadap hal ini, hingga uang negara tidak sia-sia setiap tahunnya.

Harapan kita pandangan ini tidak dipolitisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun