Singkat cerita, beberapa nama yang digadang-gadang ketika seleksi komisioner KPK, nama trimasketir Busyro, Bambang Widjajanto, dan Abraham Samad ternyata sekarang terbukti cuma jadi Komisioner ‘penyemak pajangan etalase’ saja alias ‘ayam sayur’ alias ‘pepesan kosong’.
Janji-janji yang dilontarkan masih terngiang-ngiang di telinga kita, walau janji itu cuma dibaca di media cetak namun saking hebatnya janji-janji yang kita baca tersebut sanggup membuat telinga kita berdenging dan terngiang-ngiang. Mereka begitu gagahnya menyatakan akan segera menyelesaikan kasus BLBI dan Century secepatnya. Tapi apa lacur?, jangankan BLBI, kasus Century saja masih terseok-seok gak ketentuan ujung pangkalnya.
Yang tidak kalah hebat dengan janji-janji Abraham Samad, Bambang Widjajanto dan Busyro adalah konsistensi mereka menggegap gempitakan kasus-kasus yang tidak berarti secara material bagi publik dan negara, tapi ditempuh walau apapun cara dan jalannya. Karena apa?.. karena hal ini sangat berarti bagi naiknya popularitas mereka dimata para aktivis/LSM penerima sodakoh rutin dan juga sang donator tetap pemberi sodakoh pamrih dari negeri paman seberang.
Kasus yang belum mempunyai bukti tapi mengandung daya selebrasi hebat mereka gelontorkan begitu saja ke ‘panggung sandiwara’ dengan pemeran pembantu PPATK sang pemberi info bawah tanah lalu dicorongi/dimonyongi oleh jubir maragam-ragam and marangkap-rangkap.. ya Tempo, ya KPK, ya PPATK bernama Budi Anduk eh.. Budi apa ya.. lupa namyanya.
KPK bahkan tanpa bermalu dikomandoi komisionernya mengkais-kais dosa dan bukti korban-korban tertentu demi pertaruhan negosiasi kasus dan politik selebrasi. Kita tidak dapat membayangkan bagimana mungkin seseorang belum menerima apapun dari seseorang (belum memenuhi unsur-unsur deliknya) tapi membabi-buta dikategorikan sudah menerima, bahkan saking semangatnya main tangkap layaknya detektip londo-ireng menangkap pencuri ayam kampung, sungguh luar biasa penegakan hukum lembaga ini…
Kalau kata pendeta saya, ini benar-benar perbuatan sirik terbesar di muka bumi karena telah menduakan atau bernafsu melebihi kekuasaan Yang Maha Kuasa.
Lain lagi kejadiannya ketika seseorang yang sulit bahkan tidak dapat dibuktikan perbuatan yang digembar-gemborkan, lalu dengan sangat kasat mata terpaksa dikais-kais dosa gaibnya melalui cara di’asep’in biar muncul ‘hantu TPPU’nya.
Padahal jelas-jelas ‘TPPU’ BLBI, Century, Gayus dan Nazaruddin sudah ditangan para punggawa trimasketir ini, tapi entah kemana larinya.. mungkin dijadikan peliharaan jinak lalu dikandangkan.
Untuk Apa KPK yang cuma ad-hoc, kalau hanya menjadi generasi penerus Kejaksaan, paling logis dan sehat justru adalah memperkuat yang sudah ada kalau perlu direformasi secara ekstrim ya.. Kejaksaan ya.. Kepolisian.
Untuk apa habis duit triliunan membiayai dan membangun gedung KPK dan PPATK kalau kemudian menjadi bunker instrumen politik dan intelijen donator pemberi sodakoh pamrih paman seberang.
Memang sontoloyo para PELAYAN RAKYAT negeri ini, arang habis besi binasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H