Ada-ada saja kebijakan Pemprov DKI dibawah Gubernur yang lagi nyapres ini terkait pakaian seragam sekolah pada hari Jumat.
Gak ada hujan atau badai selagi semua orang sibuk dengan hasil Pilpres dan Ramadhan, bisa-bisanya si tulang Lasro Marbun Kadisdik DKI mengeluarkan instruksi kepada seluruh sekolah di Jakarta untuk mengganti pakaian seragam hari Jumat dari pakaian muslim yang sudah melekat sebagai identitas bersekolah di Jakarta ditukar menjadi pakaian Betawi melalui Surat Edaran no.48/SE/2014 Kadisdik DKI Jakarta (rmol.co).
Dikatakan Surat Edaran diatas berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia No. 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dalam Permendikbud tersebut disebutkan bahwa pakaian seragam sekolah terdiri 3 jenis, yakni :
1. Pakaian seragam nasional,
2. Pakaian seragam kepramukaan
3. Pakaian seragam khas sekolah
Ketentuan Permendikbud ini sama sekali tidak mengatur tentang pakaian seragam khas daerah seperti yang dituangkan dalam SE Pemprov DKI Jakarta yang dipimpin sang Capres dan Wagub yang berambisi menjadi capres mendatang.
Menjadi pertanyaan kebijakan fasis ini, mengapa pakaian muslim diganti, kalau memang karena membangkitkan nasionalisme tentunya cukup sudah dengan seragam Batik yang dikenakan hari Kamis. Atau karena alasan melestarikan budaya Betawi tentunya lebih pantas diseragamkan saja dengan pakaian PNS DKI yang dilaksanakan pada setiap hari Rabu.
Ditambah lagi dengan larangan pada Surat Edaran tersebut diatas, pada penggunaan pakaian seragam sekolah siswa dilarang menggunakan asesoris dalam bentuk apapun.
Kalimat larangan ini benar-benar multi tafsir, sebab sekolah dengan alasan instruksi surat si tulang tentu dapat saja menafsirkan bahwa asesoris dalam bentuk hijab/jilbab dilarang digunakan. Pandangan ini tidak berlebihan karena buktinya ketika ditanya kepada si tulang tentang kebijakan yang dapat dianggap mengandung provokasi kepada publik DKI terutama orang tua siswa, eh, dia malah ngeless… instruksi ini tidak dipaksakan dan akan dievaluasi..
Wah kacau beneer jawaban si tulang fasis ini.. enak bener jadi pejabat publik kalau begitu.. gratis ngkalee..
Kenapa si tulang bisa disebut fasis?, ternyata saat Ahok ditanya tentang kebijakan ini, dia jawab tidak tahu menahu atau tidak mengeluarkan kebijakan tersebut.
Bagaimana mungkin kebiajkan tertentu yang cukup mempengaruhi proses belajar mengajar tidak dikomunikasikan atau minta izin dengan atasan ya..
Jadi wajar aja sang gubernur yang sibuk nyapres dan non aktif tentu semua kebijakan tidak dalam kontrolnya lagi.
Jangankan sibuk nyapres, saat masih aktif saja belum lagi nyapres banyak anggaran DKI yang ditemukan BPK bermasalah hingga triliyunan rupiah.
Hebat ya..
Ada yang fasis, ada yang buang badan, ada yang kebelet menang sehingga anak buah merasa jagoan atau terlindungi suka-suka hatinya membuat kebijakan.
-------------------------
Rekan yg komen harap maklum gak bisa dibalas, sejak 10 postingan terakhir telah dibatasi hampir semua fitur disini. Maklum memang tren diskriminasi sedang merajalela.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI