4. MK akan menjadi LEMBAGA KALKULATOR bila hanya mempermasalahkan penghitungan terkait hitungan suara dan angka belaka, tanpa menilai apakah perolehan suara itu dilakukan dengan atau tanpa pelanggaran sistematik terstruktur serta masif atau tidak
5. MK harus fokus ke permasalahan substansial untuk memutuskan perkara pemilu sebagaimana diamanatkan UUD 1945
6. MK dalam menjalankan kewenangannya untuk arah yang substansial memutus sengketa pilpres seperti misalnya yang dilakukan Mahkamah Konstitusi di Thailand yang menilai apakah hasil pemilu itu konstitusional atau tidak, sehinga bukan hanya angka saja
7. MK harus menilai apakah hasil Pilpres sudah dilaksanakan sebagaimana mestinya atau tidak
8. Legalitas hasil Pilpres adalah masalah fundamental yang diatur konstitusi bahwa apakah asas pemilu luber jurdil sudah dilaksanakan sebagaimana mestinya atau tidak baik oleh KPU maupun peserta pemilu.
Dengan poin-poin penting diatas penegakan keadilan yang dijalankan berbagai lembaga penegak hukum termasuk Mahkamah Konstitusi selama ini memang memprihatinkan, kedepannya akan meragukan bahwa penyelesaian atas peran penyelenggara pesta demokrasi yang amburadul sejak Indonesia merdeka menunjukkan kebenaran jalan yang telah ditempuh Indonesia untuk memilih demokrasi adalah salah apabila :
1. KPU, keberadaannya sejak awal menjadi momok perusak demokrasi sendiri namun baru kali inilah KENA BATUNYA
2. Bawaslu, seakan seperti dayang-dayang atau bendungan sungai yang cuma memayungi atau mengatur deras dan kecilnya gelombang publik ‘menyerang’ KPU
3. DKPP, mahluk halus yang tiba-tiba muncul hanya untuk jalan tikus bagi memuaskan dahaga ketidakpuasan publik terhadap buruknya kinerja komisioner KPU.
Kalau begini jangankan KALKULATOR, jalan demokrasi yang ditempuh Indonesia sudah ketinggalan jauh untuk disadari bahwa pelaksanaan DEMOKRASI sendiri hanyalah berupa FATAMORGANA.
----------------