Mohon tunggu...
Frans Yunet
Frans Yunet Mohon Tunggu... Professional di bidang nya -

menjalani hidup ini dengan apa adanya dan dengan penuh kesyukuran...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

TKI : antara menjadi Pahlawan dan Korban

25 April 2012   15:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:07 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Derita Tenaga Kerja Indonesia alias TKI seakan tiada henti, peran nya yang sebagai pahlawan devisa seakan belum mampu melunasi pada saat yang bersangkutan menjadi korban. Dari berita TKI yang dipancung oleh algojo hingga menjadi korban penembakan, bahkan ada sinyalemen bahwa organ dari TKI yang menjadi korban (terbunuh) laku untuk diuangkan. Sungguh miris ...!

Disaat negeri kampung halamannya tidak bisa memberi harapan atas hidupnya, para pekerja informal ini dengan gagah berani, dengan berbagai cara dan resiko yang akan diterimanya, pergi meninggalkan anak, istri, dan saudaranya dikampung untuk mencari dan menemukan sebuah harapan akan penghidupannya yang layak. Memang banyak dari pekerja migrant tersebut yang sukses ditanah sebrang, tetapi tidak sedikit juga yang dikabarkan pulang tidak bernyawa. Pulang saja selamat masih syukur, kadang-kadang sampai kampung halaman (Bandara) masih banyak pihak-pihak yang mencari keuntungan dengan dalih pungutan (memalak) ataupun dengan cara-cara yang kasar untuk merampas hartanya.

Tidak mudah memang, menjadi pekerja migrant di negeri orang dengan banyak pertaruhan. Pulang dengan nyawa masih di kandung badan saja sepertinya sudah untung, bahkan kadang, badan yang sudah ditinggalkan nyawa nya pun kadang susah untuk dapat dipulangkan ke pelukan keluarga tercinta.

Jeritan pekerja yang tiada akhir, seakan-akan masih menanti korban-korban berikutnya. Dimana harus mengadu ? saat hati pilu dan tangisan hati yang membatu, tidak tahu harus mencari pintu untuk keluar dari permasalahan ini. Nyawa di negeri sendiri kadang tidak ada yang peduli, bagaimana nyawa yang jauh disana ?

Disaat orang ingin gigih memperjuangkan masa depan nya dinegeri orang, pemangku kebijakan di negeri sendiri seakan diam, tidak tau, bagaimana cara yang baik untuk meminimalkan korban jiwa. Apa kabar handpone yang akan diberikan kepada pekerja apabila mengalami derita di negeri sana, apakah moratorium bisa menjaga asa mereka di perantauan yang jauh disana. Jaminan apa yang akan didapat oleh pekerja sang pahlawan devisa.

Tidak hanya sekali peristiwa ini terjadi, tetapi hingga saat ini pula penyelesaian tidak tuntas se tuntas-tuntasnya, tidak terang benderang, seakan-akan berjalan seiring dengan terutupnya kasus-kasus yang mendera banyak hal di negeri ini. BBM yang yang masih simpang siur, kasus-kasus yang bertele-tele sehingga menguras banyak energi, waktu dan biaya yang terbuang percuma. Birokrasi yang tidak menguntungkan masih banyak dipelihara demi kekuasaan segelintir elit semata, yang sebetulnya life time nya tidak akan seberapa lama (tidak abadi).

Disaat politisi menjual diri (kampanye), TKI menjadi salah satu komoditi, saat TKI diperlakukan tidak semestinya dimanakah politisi itu berada kini. Semua hanya diserahkan pada satu pihak semata, proses pencarian masih berlangsung katanya. Tapi tindakan yang pasti pas belum ada jawabannya. Kenapa tidak ada koalisi untuk TKI ?

Devisa dari TKI seakan-akan hanya sebagai hitung-hitungan statistik belaka, sebagai pemanis dari kesuksesan elit semata. Padahal dengan adanya devisa yang dihasilkan oleh sang pekerja, harusnya mempunyai konsekuensi logis bahwa yang pahlawan devisi harusnya dilindungi dengan sebaik-baiknya. Dikelola dengan sebenar-benarnya dibuatkan perlindungan yang seadil-adilnya, agar pahlawa devisa tetap selau menjadi pahlawan devisa, bukan menjadi bahan berita karena berakhir derita.

http://nasional.kompas.com/read/2012/04/24/18171229/Kemlu.Telusuri.3.TKI.Korban.Penembakan

http://nasional.kompas.com/read/2012/04/22/21361755/Tiga.TKI.Diduga.Korban.Perdagangan.Organ.Tubuh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun