Mohon tunggu...
Frans Yunet
Frans Yunet Mohon Tunggu... Professional di bidang nya -

menjalani hidup ini dengan apa adanya dan dengan penuh kesyukuran...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konflik, Buah Demokrasi yang Tidak Sehat dan Tidak Adilkah?

12 September 2011   07:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:02 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Rasa-rasanya tidak pernah berhenti berita yang kita santap jauh dari konflik, baik itu konflik di tingkat elite ataupun konflik di tingkat arus bawah. Dan yang baru ini terjadi adalah konflik di Ambon, daerah yang beberapa tahun lalu juga terjadi konflik yang memakan korban jiwa dan harta yang tak terhitung banyaknya, lebih-lebih
beban psikologis yang harus dibawa oleh para korban/warga hingga saat ini selalu terngiang di benak mereka.

Dan seakan konflik tidak pernah enggan untuk singgah untuk bangsa kita, dari yang kecil hingga yang besar, dari yang menimpa rakyat miskin hingga para pemimpin, seolah-olah menghiasi pemberitaan di media massa. Rasa-rasanya energi bangsa ini lebih banyak untuk mengatasi hal-hal yang semacam ini daripada yang dipergunakan untuk membangun, memperbaiki dan mempercepat ketertinggalan pembangunan di semua sektor dengan negara yang lain.

Konflik yang tidak terselesaikan secara tuntas, tentunya akan menjadi biang konflik dikemudian hari. Dan sikap tegas pengelola negara ini sangat dibutuhkan untuk pencegahan timbulnya konflik-konflik baru ataupun munculnya kembali konflik-konflik atas luka lama. Konflik yang ada sekarang ini merupakan buah dari proses demokrasi kita yang sedang berjalan, lebih-lebih demokrasi yang tidak sehat dan tidak adil, konflik muncul karena ketidak percayaan kepada pengelola negara ataupun pengayom masyarakat. Ketidak adilan yang selalu menjadi sumber konflik, bahkan terorist pun muncul karena hal yang demikian, karena KETIDAK ADILAN...

Demokrasi yang sudah tumbuh subur, seharusnya dipupuk oleh nilai-nilai yang agung, semangat sportivitas dan selalu mementingkan kepentingan orang banyak dibanding kepentingan diri sendiri dan golongan. Jangan sampai demokrasi hanya dijadikan sebagai alat terbatas oleh orang-orang yang mempunyai jiwa oportunis dan mementingkan kepentingan sendiri dan golongan. Mereka hanya memanfaatkan konflik, dan menciptakannya demi keuntungan sesaat dengan mengorbankan rakyat kecil, yang sebetulnya tidak tau apa-apa. Hukum harus senantiasa ditegakkan, jangan dijadikan sebagai alat untuk menyandera satu kepentingan dengan kepentingan yang lain, sehingga roda hukum yang seharusnya berjalan tidak berjalan dengan baik. Siapapun yang bersalah di negeri ini harus dihukum sesuai dengan perbuatan nya tanpa harus memandang posisi dan jabatan, partai politik dan pangkat.

Pemimpin di negara ini haruslah menjadi teladan untuk rakyat, bahwa semua adalah berharga, bahwa semua anak bangsa punya hak yang sama di negara ini tanpa memandang suku, agama dan ras. Punya hak politik, hukum dan ekonomi yang sama. Pengelola Negara ini harus adil dalam mengelola pembangungan nya, tidak hanya di daerah tertentu saja. Pengelola ini harus arif dalam memanfaatkan sumber daya dan sumber dana demi kemakmuran bersama. Pemimpin dan pengelola negara ini harus menjadi contoh, persatuan dan kesatuan yang dilakukan oleh pemimpin akan dicontoh oleh rakyat, permusuhan juga akan ditiru dan diikuti oleh rakyat, yang lebih miris lagi pemimpin yang menyulut terjadinya konflik.

Negara ini seharusnya sudah tumbuh secara dewasa, 66 tahun kemerdekaan hendaklah di mulai di isi oleh karya yang lebih konstruktif, bermanfaat, tepat sasaran dan berkeadilan. Kita rindu pemimpin yang bisa bersatu dan kompak dengan pemimpin sebelumnya. Harusnya kita iri dengan presiden dan mantan presiden di AS, yg sama-sama hadir dalam peringatan 9/11 di ground zero. Mungkin apabila presiden yang lain masih sehat, saya yakin juga akan ikut berpartisipasi semua. Kita merasa hambar, kalo pada saat 17 agustus di istana merdeka jarang sekali mantan-mantan presiden yang ikut serta. Tidak saling tegor dan sapa seakan-akan menjadi tradisi pemimpin bangsa ini dari dulu hingga kini. Belum lagi maraknya kasus persengkataan hasil pilkada, kebanyakan para pendukung anarki apabila jagoan nya kalah, menuntut harus dimenangkan bahkan minta diulang, entah berapa biaya yang harus dikeluarkan yang jelas Mahal...

Sebaiknya demokrasi di negara ini dijadikan alat pemersatu, simbol-simbol persatuan lah yang harus dikedepankan, bukan permusuhan ataupun persaingan yang menciptakan kutub-kutub persengkataan yang dari hari ke hari tidak ada habis-habisnya, selalu muncul terus. Para elit dan penegak demokrasi harus peka terhadap dinamika perkembangan masyarakat, bahwa masyarakat sekarang sudah tidak bisa dibodohin lagi dengan dijanjikan pada saat kampanye. Dan pada saat nya nanti masyarakat lah yang akan menuntut dan apabila tuntutan nya tidak dihiraukan, pasti percik api amarah akan muncul di benak masyarakat, dan tinggal ditunggu terbakarnya. Penegakan hukum menjadi salah satu kunci penentu tegaknya demokrasi, keadilan dan kesejahteraan menjadi pupuk bagi perkembangan demokrasi, media massa yang memberitakan berimbang dan tidak berpihak akan menjadi pengontrol demokrasi. Perbedaan pendapat dalam era demokrasi hendaklah disikapi dengan wajar, yang penting tidak melanggar hukum, dan secara substansi, perbedaan pendapat tersebut berakhir dengan damai, lebih-lebih berhasil demi cita-cita pembangunan bangsa. Semoga !!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun