Lantas suatu ketika, katanya "yang lahir dari keluarga seperti dia harus kau jaga, lembutlah" walaupun yang bernyawa masih tak mengerti apa-apa. Ada konsepsi yang sedikit tergelincir dari tempat asalnya, kalo pada zaman terdahulu menjadi kotoran tak akan pernah di injak, sekarang menjadi kotoran akan dibuang dan terhina.
Jika yang dianggap bermoral tak bermoral, lantas mengapa harus menggunakan alasan demi moral, atau karena didikti dari rekontruksi jejak budaya masa lalu, sehingga buat sebagian orang diperalat untuk mengeksploitasi yang lemah, kenapa moral tampak berbeda dari daerah satu dengan yang lainya, karena moral itu sebenarnya adalah hasil dari kesepakatan masyarakat pada tempat tertentu, seperti kata Peter A French:
"A morality is an invention or a series of invention, a creation of human minds in community"
"Moralitas merupakan infensi atau runtutan infensi yang berupa ciptaan pemikiran komunitas manusia"
Moral menjadi tuntunan hidup manusia sebagai pilihan bagaimana manusia bertindak, suatu yang bersifat ideal bagi interaksi antar interpersonal, dianggap sesuatu yang sangat mulya.
Bagi teisme, moral ketika beriringan dengan ketuhanan, tujuannya untuk memanusiakan manusia, jika ada moral keagamaan tidak memanusiakan manusia berarti moral itu telah dipolitisi oleh individu atau kelompok demi kepentingan circlenya. Bagi atheism, moral ketika beriringan dengan kemanusiaan. Jika ada atheist mengangkat moral yang tidak memanusiakan manusia, maka kemungkinan kemurnian moral itu telah tercemari. Seperti apa bila ada sistem moral yang menjunjung stratifikasi kotor, seperti yang lemah makin tertindas, entah theism atau atheism maka sebutlah moral itu menjadi kalung bagi kelompok yang ingin mendapatkan kehormatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H