Dragon for Sale, Salah satu film dokumenter yang diproduksi oleh Ekspedisi Indonesia Baru @idbaruid ini menceritakan bagaimana yang sebenarnya terjadi di salah satu destinasi wisata yang masuk dalam 10 Bali baru dan destinasi super prioritas.
Film ini dibuat untuk menjawab pertanyaan pertanyaan mengenai proyek wisata super premium ini yang juga dijadikan sebagai salah satu dari 10 Bali Baru, diantaranya, layakkah pulau Bali untuk ditiru? Bagaimana memastikan warga, alam, dan budaya lokal mendapat tempat bermartabat di tengah mabuk investasi wisata?,siapa yang paling diuntungkan dalam proyek tersebut?
Dijadikannya Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata super prioritas atau premium ini memiliki tujuan konservasi, sehingga Taman Nasional Komodo dan habitat komodo tidak rusak. Maka jumlah wisatawan yang berkunjung di Kawasan ini harus dibatasi sesuai dengan kapasitas dan daya tampung.
Namun bagaimana cara untuk membatasi pengunjung jika kapasitas idealnya 200 ribu, dan dari sinilah pemerintah mengeluarkan strategi pariwisata premium yaitu dengan diterapkannya tiket yang mahal dari yang awalnya ratusan ribu dinaikkan menjadi 3,75 juta rupiah, dan harga tersebut baru tiket masuk kawasan, belum termasuk tiket pesawat, makan, jajan, penginapan hingga membayar perahu wisata seperti kapal phinisi dan kapal open deck,
Dengan harga tiket yang mahal jumlah wisatawan yang datang akan terseleksi dengan sendirinya, sehingga habitat komodo tidak terbebani oleh banyaknya manusia, dan untuk orang yang tidak mampu untuk membayar harga tersebut mungkin hanya bisa melihat melalui Instagram ataupun youtube saja
Jumlah kapal yang ada di Labuhan Bajo saat ini di dominasi oleh kapal phinisi, padahal sebelumnya sebagian besar perjalanan wisatawan dilayani oleh open deck milik warga lokal, namun sekarang malah sebaliknya, dan pelan pelan kapal open deck akan tersingkir dari perairan Labuan Bajo.Â
Jika untuk memiliki kapal phinisi ini sendiri dibutuhkan modal 2-15 Milyar rupiah, kelompok mana ekonomi mana yang mampu atau bisa memiliki kapal kapal ini, dan kelompok wisatawan mana yang mampu menikmati atau menggunakan kapal pinisi ini untuk layanan perjalanannya.
Dijadikannya Labuan Bajo sebagai pariwisata premium tidak hanya akan merugikan wisatawan menengah saja melainkan merugikan seluruh masyarakat dan pelaku wisata yang sudah bergenerasi menempati Labuan Bajo ini sendiri, dan karena mahal hanya wisatawan wisatawan berduit lah yang bisa datang, karena punya banyak uang kemungkinan kecil para wisatawan tersebut tidur di penginapan warga, homestay, jasa ojek, dan makan di warung biasa.
Setelah terseleksinya wisatawan yang premium, industri disini juga premium, karena jumlah wisatawan menengah semakin menyusust maka homestay homestay atau perahu open deck tak akan pernah bertahan, sehingga hotel berbintang dan phinisi lah yang semakin bertambah yang tentu pemilik dari kapal phinisi ini sendiri bukanlah dari warga Labuan Bajo sendiri, melainkan dari orang lain atau luar daerah.
Disamping kebiijakan kenaikan tatif pada tiket masuk kawasan, pemerintah menggelontarkan konsesi bisnis bagi sejumlah perusahaan di dalam habitat Komodo yang merupakan kawasan konservasi. Sebanyak 20 an hotel berbintang yang ada di Labuan Bajo yang sebagian besar dimiliki oleh jaringan perusahaan Jakarta dan Bali.
Setelah dijadikannya Labuan Bajo sebagai pariwisata premium dikhawatirkan akan mematikan ekonomi warga lokal yang tidak akan mungkin mampu untuk bersaing baik, dalam segi modal maupun menegerial. Oleh karena itu disaat harga tiket dinaikkan menjadi 3,75 juta rupiah para pelaku wisata melakukan mogok massal.Â