Karena kesibukan pekerjaan dan badan saya yang sudah tua sehingga mudah penat, saya sudah agak lama tidak kembali ke Indonesia, negara saya sendiri. Iya, saya memang sudah lama menetap di negara paman sam dan berstatus sebagai imigran sejak sebelum peristiwa 911, penyerangan twin tower oleh kelompok Osama bin Laden.
 Menjelang hari-hari kemerdekaan begini, ingatan saya tentang tanah air  yang saya cintai "unconditionally" tentu kembali muncul.  Kenapa saya bilang "unconditionally"?Â
Ya karena saya orang jawa, terlahir di jawa yang kebetulan ada di dalam Indonesia. Seperti halnya orang-orang Indonesia dan juga warga negara lain, cintanya terhadap negaranya adalah "unconditional". Baik ataupun buruk, senang ataupun tidak saya pasti cinta Indonesia, seperti halnya mayoritas pembaca artikel ini.
Lalu bagaimana dengan cinta saya terhadap negara adopsi saya, Amerika? Iya, siapapun imigran generasi pertama biasanya cintanya masih sangat "conditional".Â
Generasi pertama, biasanya memiliki pandangan obyektif terhadap apa-apa yang positif dan negatif dari negara Amerika ini. Dengan tulisan pendek ini saya berharap bisa membantu pembaca sekalian mengerti fenomena yang terjadi di beberapa negara bagian Amerika Serikat akhir-akhir ini. Saya yakin karena pembaca sekalian memiliki keinginan dan kemampuan melihat dari ke dua sisi secara lebih obyektif.
Peristiwa  yang mendominasi headline akhir-akhir ini adalah peristiwa penembakan massal yang terjadi di dalam toserba Walmart di El Paso, Texas.  Pelaku penembakan Patrick Crusius mengaku terus terang kepada detektif Adrian Garcia bahwa dia memang membenci dan bertarget membunuhi orang-orang kulit berwarna, khususnya keturunan Meksiko.
20 menit sebelum melakukan aksinya, Patrick bahkan membuat posting di sosmednya bahwa dia akan melakukan pembunuhan massal utk melawan "invasi" orang-orang pendatang dari batas selatan.Â
Dalam posting di medsosnya, Patrick juga mengatakan "#BuildTheWall is the best way that @POTUS has worked to secure our country so far!", yang kira-kira berarti "Membuat tembok besar pemisah adalah cara terbaik yang dilakukan oleh presiden Amerika Serikat untuk mengamankan negara kita".
Pertanyaan anda sekalian barangkali adalah "apakah masyarakat Amerika Serikat se-rasis itu?" ,  "kenapa  masyarakat sipil dapat dengan mudahnya memiliki senjata api semi-otomatis setara AK-47?", "apakah Patrick yang ayah-ibunya therapist-nurse ini sakit jiwa?" dsb.Â
Untuk menjawabnya saya akan sedikit menolong anda dengan memberi sedikit pelajaran sejarah negara Amerika Serikat. Tentu saja sejarah singkat ini akan saya ambil hanya bagian-bagian yang berhubungan dengan fenomena rasialis dan senjata apinya.
Secara singkat, colonisasi amerika dimulai tahun 1607 dimulai di Jamestown. Tahun  1636 Colonies mendirikan universitas pertamanya di bumi Amerika, Harvard. Tahun 1776 Coloni Inggris ini kemudian membebaskan diri dan menyatakan kemerdekaanya.  Jangan lupa juga bahwa abad 17 dan 18, lebih dari 1 juta budak yang didatangkan dari Afrika bebas diperjual belikan saat itu.