"Perintah yang terdapat dalam hadits Ibnu Umar [idza ra`iytumuuhu...] tidaklah dikhususkan untuk penduduk satu daerah secara terpisah, melainkan merupakan khithab (perintah/seruan) bagi siapa saja yang layak menerima khithab itu dari kaum muslim. Maka beristidlal dengan hadits ini untuk mengharuskan pemberlakuan rukyat kepada penduduk negeri yang lain, adalah lebih kuat daripada beristidlal dengan hadits ini untuk tidak mengharuskannya. Sebabnya adalah jika penduduk suatu negeri telah melihat hilal, berarti kaum muslim telah melihatnya, maka berlakulah rukyat bagi kaum muslim apa yang berlaku bagi penduduk suatu negeri itu." (Imam al-Syaukani, Nail al-Authar, 4/195, dikutip oleh Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz II hlm. 609).
Selain itu ada juga kutipan dari Wahbah Al-Zuhaili yang menguatkan pemberlakuan rukyat global (pendapat jumhur), yang artinya "Pendapat ini (yaitu pendapat jumhur) adalah lebih kuat (rajih) menurut saya, karena akan dapat menyatukan ibadah di antara kaum muslim, dan akan dapat mencegah adanya perbedaan yang tidak dapat diterima lagi pada zaman kita sekarang. Dan juga dikarenakan kewajiban shaum terkait dengan rukyat, tanpa membeda-bedakan lagi negeri-negeri yang ada." (Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, juz II hlm. 609).
Dengan hal yang telah dijabarkan sebelumnya, yang saya ambil dari postingan-postingan milik Ustadz Shiddiq Al Jawi di Instagram maupun twitter, tentang penentuan awal Ramadhan, dapat disimpulkan bahwa pendapat paling rajih untuk penentuan awal Ramadhan adalah dengan rukyatul hilal global. Wallahu a'lam bissawaab..
Bagi yang mau mengetahui pernyataan pendapat Ustadz Shiddiq Al Jawi secara lengkap yang menjadi rujukan saya, dapat mengunjungi Instagram milik beliau di @shiddiqaljawi.id.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H