Sebagai seorang muslim, kita mengetahui bahwa manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah subhaanahu wa Ta'ala. Salah satunya adalah ibadah puasa di bulan suci Ramadhan yang selalu dinantikan kehadirannya setiap tahunnya. Bulan Ramadhan yang di dalamnya kaum muslim mengharapkan keberkahan. Di bulan suci Ramadhan ini kaum muslimin berlomba-lomba dalam kebaikan dan meningkatkan kembali ibadah dalam meraih ridho Nya. Karena di bulan Ramadhan ini, kebaikan berlipat ganda dan bulan ini pun penuh dengan berkah, dan tak lupa dengan dibelenggunya syaithon pada bulan ini.
Namun sebelum memasuki bulan Ramadhan, kita harus menentukan kapan tepatnya tanggal 1 bulan Ramadhan ini. Lalu bagaimana cara kita mengetahui kapan kita memasuki bulan Ramadhan?
Ada yang menentukan bulan Ramadhan dengan hitungan atau hisab. Kemudian ada pula yang berpegang dengan rukyatul hilal atau dengan cara melihat adanya bulan. Lalu manakah yang benar?
Ustadz Shiddiq Al Jawi di cuitan tweet beliau, yaitu di akun @ShiddiqJawi pada tanggal 9 Juni 2019 mengatakan bahwa "Al Mazhahibul Arba'ah yaitu mazhab yang 4 telah sepakat penentuan awal Ramadhan & Idul Fitri itu wajib dengan rukyatul hilal, bukan dengan hisab."
Mengapa begitu? Hal ini dijelaskan pada postingan Instagram beliau juga, yakni di akun @shiddiqaljawi.id, beliau menyampaikan bahwa "sebab syar'i untuk berpuasa dan hal lainnya  yang terkait yang hanya dilaksanakan di bulan Ramadhan, seperti shalat tarawih, sahur, atau niat puasa adalah rukyatul hilal bil 'ain yaitu melihat adanya bulan dengan mata."
 Sesuai hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya "Berpuasalah kamu karena melihat dia (hilal) dan berbukalah kamu karena melihat dia (hilal)." (HR. al-Bukhari, Muslim, al-Tirmidzi, al-Nasa'i).
Kemudian ada juga hadits lain, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya "Berpuasalah kamu karena melihat hilal [Ramadhan], dan berbukalah kamu (beridul fitrilah) karena melihat hilal [Syawwal]. Maka jika pandangan kalian terhalang, sempurnakanlah bilangan Sya'ban sebanyak 30 hari." (HR Bukhari no 1810; Muslim no 1080).
Dari hadits-hadits yang telah dikutip sebelumnya, telah jelas bahwa sebab syar'i untuk puasa Ramadhan adalah rukyatul hilal, bukan hisab. Dalam postingan Instagram milik ustadz Shiddiq Al Jawi, di situ juga dijelaskan bahwa,
"Pendapat hisab tidak dapat dijadikan patokan penentuan awal bulan Qamariyyah ini adalah pendapat jumhur ulama, yakni jumhur ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah. Walau sebenarnya ada pendapat sebagian ulama yang membolehkan hisab sebagai penentu awal bulan Ramadhan, seperti pendapat Muthrif bin Abdullah al-Syakhir (tabi'in), juga pendapat Ibnu Suraij (ulama madzhab Syafi'i), Ibnu Qutaibah, Syaikh Muhyiddin Ibnul Arabiy, dan lain-lain. Mereka mendasarkan pendapat itu dengan dalil sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "faqduru lahu" (perkirakanlah hilal ketika tidak terlihat), artinya adalah "perkirakanlah dengan ilmu hisab." Sebab menurut Ibnu Suraij sebagaimana dinukil oleh IbnuAal-rabi, khithab tersebut adalah khusus untuk orang yang menguasai ilmu ini (hisab). Sedang sabda Nabi "fa-akmilu al-iddah" (sempurnakanlah bilangan) adalah khithab umum bagi orang awam. Pendapat tersebut menurut kami tidak tepat. Alasannya, sabda Nabi "perkirakanlah" (faqdurulah), artinya yang tepat bukanlah "hitunglah dengan ilmu hisab", melainkan "sempurnakanlah bilangannya hingga 30 hari". Memang hadits ini mujmal (bermakna global), sehingga dapat ditafsirkan seperti itu. Namun terdapat hadits lain yang mubayyan (mufassar), yakni bermakna terang/gamblang sehingga dapat menjelaskan maksud hadits yang mujmal. Maka yang mujmal (faqdurulah), hendaknya diartikan berdasarkan hadits yang mubayyan. Walhasil, hadits faqdurulah artinya adalah fa-akmilu al-iddah (sempurnakanlah bilangan bulan), bukan fahsubuu (hisablah)."
Dari yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penentuan awal Ramadhan yang akan menjadi sebab syar'i untuk puasa Ramadhan adalah rukyatul hilal. Namun dijelaskan juga pada postingan Instagram ustadz Shiddiq Al Jawi, bahwa ada perbedaan dalam hal berlakunya rukyatul hilal. Mazhab Syafi'I berpegang bahwa rukyatul hilal hanya berlaku lokal. Sedangkan mazhab jumhur berpegang bahwa rukyatul hilal berlaku secara global, dalam arti rukyatul hilal di salah satu negeri muslim berlaku untuk kaum muslim di negeri-negeri lain di seluruh penjuru dunia (ini terdapat dalam madzhab jumhur, yaitu madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali).
Beliau mengutip pandangan Imam al-Syaukani dalam persoalan ikhtilaful mathali' (perbedaan mathla') yang sejalan dengan pendapat rukyatul hilal  global ini, di mana Imam Syaukani menguatkan pendapat jumhur dengan berkata, yang artinya