Mohon tunggu...
Yumei Sulistyo
Yumei Sulistyo Mohon Tunggu... -

Tranceformindset Educator, Faculty Member of IPMI International Business School, Public Trainer www.metaproindonesia.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Fenomena Bebek Nungging dan Instalasi Core Value

24 Maret 2016   12:34 Diperbarui: 24 Maret 2016   12:43 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Jawaban Bebek Nungging di sebuah program acara televisi. Sumber: Youtube "][/caption]

Pedangdut goyang itik alias Gotik di-bully massa akibat mengatakan bahwa lambang sila kelima Pancasila ialah bebek nungging. Dia dianggap telah melecehkan lambang negara Indonesia dan terancam hukuman 5 tahun penjara.

Gotik mungkin tidak sengaja melakukan hal itu. Tapi rakyat terlanjur geram, apalagi bagi anak-anak pahlawan revolusi yang orang tuanya gugur demi mempertahankan core value negara. Identitas bangsa, jika cuma berbentuk bebek nungging, tak perlu diperjuangkan dengan keringat, darah, dan nyawa.

Konstitusi kita telah secara jelas merumuskan tujuan kita berbangsa dan bernegara adalah untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Untuk mencapai tujuan itu para founding father telah merumuskan Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa. Ibarat membangun rumah, Pancasila merupakan pondasinya. Landasan berpijak yang sama inilah yang membentuk perilaku dan pada akhirnya menjadi kepribadian bangsa indonesia.

Perilaku yang konsisten dari rakyat Indonesia yang memiliki pondasi kuat lama-kelamaan akan menjadi ciri khas bangsa. Tak heran jika kita dikenal sebagai bangsa yang punya semangat kekeluargaan dan gotong royong, karena hal itu merupakan cerminan dari sila kelima Pancasila, yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.

Citra bangsa sangat ditentukan oleh tingkah laku dari warga negara. Apabila kelakuan masyarakat memegang teguh nilai-nilai luhur, maka negara-negara lain di dunia akan memandangnya dengan penuh hormat.

Suatu bangsa tidak akan dapat berdiri dengan kokoh tanpa dasar negara yang kuat. Tanpa landasan kuat, negara dipastikan terombang-ambing, tidak jelas kemana arah tujuannya. Umumnya, tujuan bernegara adalah untuk menciptakan dan meningkatkan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Nah, untuk mencapai tujuan itu, dibutuhkan komitmen dari setiap warga negara mengimplementasikan core values yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Maka siapapun kita, belajarlah untuk mengingat, memahami, dan meresapi nilai-nilai luhur tersebut supaya sama-sama mencapai tujuan yang kita inginkan.

Begitu juga dalam dunia usaha. Core values bukanlah semata-mata milik pendiri perusahaan atau para eksekutif yang merumuskannya. Nilai inti tersebut adalah milik setiap individu dalam perusahaan. Nilai-nilai yang baik dan dipraktekan kedalam perilaku karyawan pasti berdampak signifikan terhadap pencapaian tujuan perusahaan, identitas, karakter, image dan akhirnya menjadi competitiveness untuk sustainability jangka panjang.

Maka dari itu, amatlah penting bagi perusahaan memberikan edukasi kepada karyawan mengenai dasar berpijak yang sama, sesuai dengan visi-misi perusahaan. Pasalnya, setiap orang yang masuk untuk bekerja pastilah mempunyai latar belakang, pengetahuan, kepentingan, minat, dan motivasi yang beraneka ragam.

Banyak konflik internal, masalah perilaku, kurang koordinasi atau komunikasi antar bagian sering berakar karena tidak adanya dasar berpijak yang sama. Yang terjadi adalah perilaku sangat ditentukan oleh si dominan atau gaya si pemimpinnya. Makanya sering terjadi ganti pemimpin, ganti gaya. Dampaknya memang tidak terasa dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang perusahaan kehilangan gaya, karakter, dan identitas yang membedakan dengan perusahaan lain di industri yang sama.

 

Pentingnya core value

Ketika diminta untuk melakukan performance coaching untuk sekelompok manager baru, saya sering mendapat tantangan dalam pencapaian performance karena karyawan mengabaikan Standard Operating Procedures (SOP). Betul, tujuan produksi bisa tercapai, tapi  banyak proses kerja yang dilanggar sehingga muncul berbagai ekses yang tidak diinginkan.

Dalam sesi coaching saya bilang bahwa jika ada tamu yang datang ke rumah seseorang, tentu sang tamu harus mengikuti peraturan sang tuan rumah. Begitu juga dalam sebuah organisasi. Dalam satu atap perusahaan, setiap orang yang ada di dalam naungannya harus mengikuti semua aturan, kebiasaan, budaya, tata cara dan tata nilai yang berlaku di perusahaan tersebut.

Salah satu core values perusahaan adalah integritas. Adapun salah satu bentuk perilaku dari integritas itu adalah kepatuhan terhadap aturan. Maka dari itu, kalau kita tidak menunjukan perilaku kepatuhan, itu berarti kita adalah penumpang gelap di perusahaan.

Terkadang, perusahaan memang 'lupa' memberikan program orientasi untuk karyawan baru. Core values ini sebaiknya di-install sejak awal untuk mencegah anak-anak baru menjadi tidak produktif lantaran tak punya bekal uraian pekerjaan, pedoman peraturan karyawan, serta visi-misi perusahaan.

Hindarilah program orientasi dengan gaya edukasi berbentuk indoktrinasi. Sering saya temui perusahaan, dalam hal ini bidang human resources, yang memberikan pelatihan bergaya mencuci otak. Gaya itu dipakai berulang kali, seragam, setiap karyawan mendapat perlakuan sama. Padahal latar belakang, pengalaman, dan modal pengetahuan masing-masing karyawan berbeda, sehingga sedikit yang paham bagaimana membuka mindset sebelum melakukan instalasi core values.

Manajemen personalia sejatinya adalah role model core values yang mampu melakukan pendekatan sensory-based dalam mengomunikasikan core values perusahaan. Untuk mengurangi timbulnya sikap skeptis karyawan, informasi yang disampaikan haruslah dapat dirasakan, disentuh, dirasakan, dan spesifik melalui contoh-contoh nyata yang telah dipraktekan, sehingga efektif diterima karyawan dari berbagai latar belakang.

Suatu organisasi disusun untuk mencapai satu tujuan bersama. Jika tidak sampai tujuan, atau sering terjadi internal konflik, atau malah terkotak-kotak ini, berarti ada yang salah dari core values yang ditanamkan.  (*)

 

Artikel ini juga dapat dibaca di www.outbounducation.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun