Mohon tunggu...
Yumei Sulistyo
Yumei Sulistyo Mohon Tunggu... -

Tranceformindset Educator, Faculty Member of IPMI International Business School, Public Trainer www.metaproindonesia.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Pseudo Identitas Awal Kehancuran

4 Maret 2016   11:47 Diperbarui: 4 Maret 2016   12:12 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi pseudo identity (Source: edited from ine wstyles pic at Flickr)"][/caption]Tetangga saya mengejutkan. Orang yang biasanya lemah lembut dalam bertutur kata, tiba-tiba mengeluarkan pernyataan yang sedikit kasar saat mendengar pedangdut Bang Ipul ditangkap polisi gara-gara pencabulan anak terhadap terhadap remaja lelaki berusia 17 tahun.

Rupanya tetangga saya itu kerap menahan dongkol setiap kali menonton acara kontes penyanyi dangdut kegemarannya yang tayang di salah satu stasiun televisi swasta. Komentar-komentar yang keluar dari mulut Bang Ipul dianggapnya tidak bermutu. Sebagus apapun kontestan selalu salah di mata juri yang merupakan mantan suami pedangdut Dewi Perssik tersebut.

Dia lantas membandingkan dengan acara kontes lomba masak atau kontes menyanyi lainnya. Para juri juga sering melontarkan kata-kata pedas kepada peserta lomba, tetapi hal itu dilakukan dengan alasan yang kuat. "Kalau Ipul seperti nyari-nyari kesalahan peserta, jadi terkesan maksa!" kata tetangga saya itu.

Saya sendiri jarang menonton acara kontes dangdut tersebut. Kalau pun menonton, itu karena tidak sengaja memindahkan channel televisi. Jadi saya tak merasakan apa yang dirasakan oleh tetangga saya.

Yang saya tahu Bang Ipul adalah penyanyi dangdut yang pernah mendapatkan penghargaan dalam kategori Album Dangdut Ngetop ketika berduet dengan pedangdut Ira Swara. Istri kedua Ipul yakni Virginia Anggraeni meninggal dunia setelah kecelakaan lalu lintas di jalan tol Cipularang KM 97. Bang Ipul juga pernah menjadi calon Wali Kota Serang dan membintangi film layar lebar.

Itu yang ada di otak saya. Soal apakah penyanyi bernama asli Jamiludin Purwanto itu termasuk dalam kategori LGBT (Lesbian, Gay, Biseksul dan Transgender), saya hanya menduga-duga, hanya kata orang, dan tidak tahu pasti bagaimana sebenarnya, karena saya tidak ada minat juga untuk mengetahui sampai kesana.

Memang ramai-ramai anggota keluarga, rekan, mantan istri dan kekasih telah mencoba memulihkan citra negatif Ipul. Namun, reputasi dan nama baiknya yang dibangun selama puluhan tahun telah runtuh dalam sekejap. Identitas diri Bang Ipul saat ini diambang kehancuran.

Identitas dibangun secara sadar

Apa yang ada di benak Anda bila ditanya negeri kita identik dengan apa? Apakah negara berpenduduk terbanyak keempat di dunia? Negara dengan jumlah populasi umat muslim tertinggi sedunia? Negeri yang ramah tamah dan sopan santun tinggi? Atau malah negara produsen TKI? Negeri yang bagai surga bagi para koruptor?

Nah, bagaimana bila pertanyaan yang sama diajukan kepada orang Malaysia, apa kira-kira persepsi mereka tentang Indonesia?

Konsep yang sama juga berlaku untuk perusahaan. Perusahaan tempat kita bekerja ingin dikenal seperti apa oleh pelanggannya. Bayangkan juga, ingin diidentikan seperti apa diri kita di mata orang lain.

Identitas bisa dibangun melalui pilihan perilaku secara sadar dan sengaja untuk membentuk persepsi tertentu sesuai dengan yang kita inginkan. Misalnya, kita ingin menjadi orang tua yang penuh kearifan dan kesabaran, persepsi ini muncul di orang sekitar karena perilaku arif dan sabar yang ditunjukan secara konsisten sehingga menjadi ciri-ciri yang akhirnya di identikan dengan sosok orang itu.

Persoalannya, apakah kita sudah secara sadar memilih perilaku yang dapat membentuk karakter tertentu, atau membiarkannya begitu saja, terserah bagaimana orang memberi label diri kita?

Memang, apapun perilaku kita bisa saja dipersepsikan positif atau negatif oleh orang lain. Ini karena sifat persepsi tersebut subyektif, tergantung dari batas pengetahuan, latar belakang, pendidikan, minat, kepentingan dan ketertarikan. Tak ayal, muncullah persepsi yang berbeda.

Sedemikian berbedanya persepsi setiap orang sehingga persepsi itu terkadang menjadi semakin liar.  Itulah sebabnya upaya membentuk karakter melalui pilihan perilaku secara konsisten menjadi sangat penting.

Perilaku yang dilakukan secara berulang akan membentuk kebiasaan. Perilaku yang sudah terbiasa akan menjadi sikap dan karakter, lantas pada akhirnya akan menjadi identitas.

Pencapaian kesuksesan merupakan dampak dari pemilihan perilaku yang konsisten. Tanpa pilihan perilaku sukses, seseorang secara sadar telah membentuk pseudo identitas.

Persepsi publik terhadap karakter yang negatif atau positif, memiliki konsekuensi yang berbeda. Orang yang mempunyai citra positif akan menghasilkan sesuatu yang baik, begitupun sebaliknya.

Konsekuensi dari citra negatif, karir Bang Ipul sebagai juri kontes dangdut pun berakhir. Pedangdut Klepek-klepek dipecat dari pihak label rekaman gara-gara terjerat kasus prostitusi artis. Ada juga seorang pemandu acara yang batal menjadi brand ambassador sebuah produk akibat gosip dirinya melakukan pelecehan seksual.

Orang dulu mengenal kereta api sebagai sarana transportasi yang kumuh, kotor, semrawut, panas, banyak gelandangan dan preman. PT Kereta Api Indonesia lantas melakukan revitalisasi besar-besaran. Banyak perilaku baru di bentuk sehingga identitasnya berubah. Dampaknya tak hanya terhadap layanan publik dan peningkatan laba perusahaan, orang kini bangga direkrut jadi pegawai PT KAI.

Industri perbankan mafhum betul dalam menjaga identitasnya. Tindakan yang sekecil apapun yang berpotensi menimbulkan citra negatif akan diredam. Sebab, ibarat bola salju yang menggelinding semakin besar, image negatif pasti berdampak signifikan di kemudian hari.

Identitas diri harus dibangun secara sadar dan sengaja sesuai dengan misi hidup seseorang. Dia ingin dikenal sebagai tokoh agamis atau pelaku pedofilia, semua harus dibentuk dari perilaku yang konsisten di tengah masyarakat.

Orang kebanyakan mengekspresikan diri hanya untuk memuaskan ego sesaat. Akibatnya banyak perilaku tokoh publik yang tidak terkendali sehingga merusak image pribadi.

Boleh jadi kelakuan Ipul dalam acara kontes penyanyi itu akibat permintaan pihak stasiun televisi yang memposisikan dirinya sebagai juri menyebalkan, demi rating tayangan. Tapi, jika berimbas meruntuhkan identitas diri, Ipul harus menolaknya.

Sekali lagi, membangun identitas diri berarti membuat persepsi orang lain melalui perilaku terpilih, sehingga publik tidak liar dalam memberi label sosial terhadap seseorang. Jika Anda sembarangan memilih perilaku, orang lain pun akan sembarangan menilai diri kita.

Apakah itu yang Anda mau?

 

Artikel ini juga dapat dibaca di www.outbounducation.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun