Mohon tunggu...
Yumei Sulistyo
Yumei Sulistyo Mohon Tunggu... -

Tranceformindset Educator, Faculty Member of IPMI International Business School, Public Trainer www.metaproindonesia.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sianida Kata-kata

17 Februari 2016   11:28 Diperbarui: 17 Februari 2016   13:20 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kopi Sianida (Sumber: Kompas.com)"][/caption]

Kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin usai meminum es kopi vietnam yang mengandung racun sianida menghiasi media massa lebih dari sebulan lamanya. Pihak kepolisian telah menetapkan Jessica Kumala Wongso, teman Mirna, sebagai tersangka. Namun, hingga kini, cerita utuh mengenai pembunuhan itu masih belum tuntas.

Setiap hari publik disuguhkan berbagai berita tentang kasus "kopi maut". Pemberitaannya masif. Terkadang kata-kata seseorang yang masih diragukan kebenarannya mendapatkan publikasi layak sehingga tak dapat dibedakan lagi mana fakta, mana opini. Alhasil, cerita yang beredar di masyarakat menjadi simpang siur tak karuan.

Dampaknya, jatuh korban dari keriuhan tersebut. Leo Sanjaya, pemilik cafe tempat kejadian perkara kasus Mirna, adalah salah satunya. Suami artis Laura Basuki itu bilang pemberitaan media mengganggu kehidupan keluarga dan bisnisnya. "Berita yang tidak benar malah di blow-up," kata Leo. Bisnisnya kini belum pulih dari pengadilan media.

Saya tidak ingin membicarakan soal dampak dari informasi yang berulang kali ditayangkan media massa, baik positif maupun negatif. Yang saya ingin sampaikan adalah bagaimana menyikapi sesuatu di era informasi tanpa batas ini.

Dalam kondisi gonjang-ganjing informasi, kebenaran yang absurd masuk kedalam otak manusia tanpa disadari. Otak selalu memilih jalan termulus dan lebih mudah, percaya dengan apa yang dipublikasikan oleh media massa, media sosial, atau pesan berantai di layanan komunikasi instan. 

Rangkaian kata memang bersifat netral. Tapi, kata-kata bisa menjadi obat atau racun, tergantung niat orang yang menggunakannya. Seperti juga ilmu kimia, yang dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan atau malah bisa membunuh manusia.

Perkataan atau informasi yang berulang kali disampaikan, tanpa disadari, akan masuk ke dalam otak dan terekam di dalam bawah sadar kita. Informasi positif akan mampu menyemangati dan memotivasi seseorang, sehingga akan dapat menjadi kekuatan dahsyat yang bersumber dari diri sendiri atau auto sugesti.

Begitu juga sebaliknya. Pesan-pesan negatif dapat berdampak pada kekuatan auto sugesti yang negatif. Bayangkan jika seseorang yang memulai harinya dengan aura negatif, pastilah sepanjang hari itu suasana hatinya galau. Makanya, doa pagi untuk mengawali aktifitas amat penting untuk menangkal perasaan tersebut.

Orang tua dalam mengasuh anaknya terkadang tidak arif dalam pemilihan kata. Biasanya, cara yang digunakan adalah dengan mengatakan kata-kata negatif seperti ”tidak” atau ”jangan”. Bukannya menurut keinginan orang tua, anak malah tambah bandel.

Mengapa? Ini karena di dalam otak anak yang masih polos itu belum mampu berpikir secara kritis seperti orang dewasa yang sudah memiliki banyak referensi di alam bawah sadarnya. Ketika orang tuanya menyebut "jangan nakal", maka yang tersimpan hanya kata "nakal" belaka. Tak heran jika anak semakin melawan keinginan orang tua.

Sebaliknya pada orang dewasa pun kadang pikiran kritis tidak bekerja. Apalagi bila kita percaya bahwa sumber informasi itu kredibel. Jadi jangan heran bila informasi yang didapat dari seorang narasumber dengan segudang gelar akademis akan masuk lebih mudah ke alam bawah sadar, tanpa kita sadari, apalagi dengan pengulangan yang masif.

Kata-kata sangat powerful apabila kita tahu cara memanfaatkannya dalam menghasilkan imbas positif. Gunakanlah formula kalimat negatif yang ditutup dengan kalimat positif. Rumus matematikanya; minus x positif = positif.

Ambil contoh seorang bapak yang menasehati anaknya. “Hasil ulangan pelajaran sekolahmu sangat buruk karena kamu banyak bermain. Namun jangan khawatir, nilai ujianmu akan kembali bagus kalau kamu mau serius belajar. Bapak akan bantu.” Dengan kata-kata ini, ucapan positif yang akan menempel di otak anak.

Pada suatu sesi public training saya pernah bereksperimen dengan kata “jangan” kepada peserta pelatihan. Saya panggil nama salah seorang peserta, “Pak Agus, tolong bawa kursinya kedepan!” Saat Agus membawa kursi kedepan, saya lalu mengatakan “Jangan taruh disitu!”. Agus kebingungan.  Otaknya langsung nge-hang. “Lho, maunya ditaruh dimana?” begitu pikir Agus. Karena bingung, ya sudah, dia taruh sembarangan, sesuka hatinya.

Dalam berkomunikasi, seharusnya rangkaian kata yang digunakan adalah sesuatu yang kita inginkan akan terjadi, bukan sebaliknya. Jika menggunakan kalimat yang akan berdampak pada sesuatu yang kita hindari, seperti “jangan rewel”, respon anak akan kebingungan mencerna keinginan orang tuanya, yaitu menjadi anak baik dan menurut perkataan orang tua.

Pilihan ada di tangan Anda

Mari kita kembali ke persoalan semula. Kita harus punya kesadaran sendiri dalam menyikapi negativisme yang ada di masyarakat. Pilihan itu tetap ada di tangan Anda. Kita tentu tidak mau terhipnotis oleh hiruk-pikuk informasi  berenergi negatif yang bertebaran melalui berbagai jenis media, termasuk media sosial.

Betul, stimulus eksternal ini diluar kendali kita. Namun proses di benak seseorang sepenuhnya ada dalam kendali kita sendiri. Marilah semua informasi kita saring dengan menggunakan akal sehat dan pikiran kritis. Pilihlah yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Di era over-communicated society, informasi apapun mesti diolah dengan data yang komprehensif dan dapat diandalkan sehingga memunculkan pemaknaan hakikat kehidupan.

Kata-kata memiliki kekuatan dahsyat untuk mempengaruhi dan menggerakkan tingkah laku orang lain. Jika publik dijejali kata-kata negatif setiap hari, jangan heran apabila suatu saat nanti ada orang-orang yang terinspirasi mengulang kasus kopi sianida Mirna.

Semoga hal itu tak terjadi. (*)

 

Artikel ini juga dapat dibaca di www.outbounducation.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun