Mohon tunggu...
Yumei Sulistyo
Yumei Sulistyo Mohon Tunggu... -

Tranceformindset Educator, Faculty Member of IPMI International Business School, Public Trainer www.metaproindonesia.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sianida Kata-kata

17 Februari 2016   11:28 Diperbarui: 17 Februari 2016   13:20 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebaliknya pada orang dewasa pun kadang pikiran kritis tidak bekerja. Apalagi bila kita percaya bahwa sumber informasi itu kredibel. Jadi jangan heran bila informasi yang didapat dari seorang narasumber dengan segudang gelar akademis akan masuk lebih mudah ke alam bawah sadar, tanpa kita sadari, apalagi dengan pengulangan yang masif.

Kata-kata sangat powerful apabila kita tahu cara memanfaatkannya dalam menghasilkan imbas positif. Gunakanlah formula kalimat negatif yang ditutup dengan kalimat positif. Rumus matematikanya; minus x positif = positif.

Ambil contoh seorang bapak yang menasehati anaknya. “Hasil ulangan pelajaran sekolahmu sangat buruk karena kamu banyak bermain. Namun jangan khawatir, nilai ujianmu akan kembali bagus kalau kamu mau serius belajar. Bapak akan bantu.” Dengan kata-kata ini, ucapan positif yang akan menempel di otak anak.

Pada suatu sesi public training saya pernah bereksperimen dengan kata “jangan” kepada peserta pelatihan. Saya panggil nama salah seorang peserta, “Pak Agus, tolong bawa kursinya kedepan!” Saat Agus membawa kursi kedepan, saya lalu mengatakan “Jangan taruh disitu!”. Agus kebingungan.  Otaknya langsung nge-hang. “Lho, maunya ditaruh dimana?” begitu pikir Agus. Karena bingung, ya sudah, dia taruh sembarangan, sesuka hatinya.

Dalam berkomunikasi, seharusnya rangkaian kata yang digunakan adalah sesuatu yang kita inginkan akan terjadi, bukan sebaliknya. Jika menggunakan kalimat yang akan berdampak pada sesuatu yang kita hindari, seperti “jangan rewel”, respon anak akan kebingungan mencerna keinginan orang tuanya, yaitu menjadi anak baik dan menurut perkataan orang tua.

Pilihan ada di tangan Anda

Mari kita kembali ke persoalan semula. Kita harus punya kesadaran sendiri dalam menyikapi negativisme yang ada di masyarakat. Pilihan itu tetap ada di tangan Anda. Kita tentu tidak mau terhipnotis oleh hiruk-pikuk informasi  berenergi negatif yang bertebaran melalui berbagai jenis media, termasuk media sosial.

Betul, stimulus eksternal ini diluar kendali kita. Namun proses di benak seseorang sepenuhnya ada dalam kendali kita sendiri. Marilah semua informasi kita saring dengan menggunakan akal sehat dan pikiran kritis. Pilihlah yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Di era over-communicated society, informasi apapun mesti diolah dengan data yang komprehensif dan dapat diandalkan sehingga memunculkan pemaknaan hakikat kehidupan.

Kata-kata memiliki kekuatan dahsyat untuk mempengaruhi dan menggerakkan tingkah laku orang lain. Jika publik dijejali kata-kata negatif setiap hari, jangan heran apabila suatu saat nanti ada orang-orang yang terinspirasi mengulang kasus kopi sianida Mirna.

Semoga hal itu tak terjadi. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun