Mohon tunggu...
Yumei Sulistyo
Yumei Sulistyo Mohon Tunggu... -

Tranceformindset Educator, Faculty Member of IPMI International Business School, Public Trainer www.metaproindonesia.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menjadi Agen Perubahan dalam Birokrasi

25 Januari 2016   12:57 Diperbarui: 25 Januari 2016   13:03 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat juga sudah cerdas dan mampu menilai mana tokoh yang mau menyingsingkan lengan baju dan mana orang yang selalu memandang masalah dari helicopter view.
Memang, jika ada seorang direktur yang doyan turun kebawah mengatasi problem terkesan tidak percaya kepada manajer-manajer menengah. Faktanya, ada masalah-masalah riil di masyarakat yang kerap terdistorsi saat sampai di meja sang pengambil keputusan.

Kita tidak perlu alergi terhadap perubahan. Setiap individu punya keahlian sebagai agent of change. Sejak lahir hingga dewasa, setiap orang mengalami perubahan dalam hidupnya. Dulu menganggur, misalnya, sekarang bekerja di perusahaan swasta. Dulu bujangan, sekarang sudah berkeluarga.

Ini berarti setiap manusia secara tak sadar telah menjadi agen perubahan sepanjang rentang kehidupannya, dengan kata lain tanpa disadari sudah kompeten mengalami dinamika hidup yang penuh tantangan dan terus berubah. Hanya saja kita belum berkesempatan secara sadar duduk merenung untuk memahami rumus dalam perubahan tersebut yakni memiliki tujuan yang jelas, ada proses dan waktu, serta perilaku dan mindset yang baru yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan baru.

Itulah arti kongkrit dari revolusi mental yang sebenarnya harus ada; mindset dan perilaku baru yang sesuai untuk mencapai tujuan baru. Sama seperti masa anak dan masa dewasa, yang merupakan dua kondisi yang berbeda dan pastinya memiliki perilaku berbeda pula.

Pakar manajemen dari Harvard, John P. Kotter mengidentifikasi delapan langkah yang dilakukan agent of change dalam melakukan perubahan. Pertama, membangun keinginan perubahan dalam diri orang lain. Kedua, membentuk kelompok yang mendorong orang lain untuk berubah.

Ketiga, memiliki visi yang dapat memandu orang lain untuk melakukan perubahan. Keempat, mengkomunikasikan visi tersebut berulang kali supaya tertanam di benak setiap orang. Kelima, menghilangkan sistem usang yang menghambat tujuan.

Keenam, merayakan setiap perubahan sekecil apapun. Selanjutnya, mengkonsolidasikan perbaikan dan menghasilkan lebih banyak perubahan. Terakhir, melembagakan pendekatan baru serta menjadikannya bagian dari budaya dan rutinitas.

Nah, biasanya yang menawarkan ide cemerlang untuk melakukan perubahan sosial datangnya dari kawula muda. Pembaru muda ini bersemangat mewujudkan gagasan inovatif dan kreatif yang membedakan dirinya dengan orang-orang tua yang sudah berada di zona nyaman.

Wajar saja jika Ahok banyak melantik anak-anak muda seperti Debby Novita Andriani (26), Lurah Tanjung Barat, Jakarta Selatan, atau Ari Kurnia (31), Lurah Jatipulo, Jakarta Barat. Mereka mungkin dipandang sebelah mata dari sisi pengalaman birokrasi, tapi yang pasti keduanya boleh jadi punya keberanian melakukan perbaikan dan menjadi agen perubahan di dunia birokrasi. (*)

 

Artikel ini juga dapat dibaca di www.outbounducation.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun