Sore ini aku dan Mama datang lagi ke sekolah untuk melihat pengumuman tes yang baru selesai dilaksanakan beberapa jam lalu. Beberapa kendaraan roda empat milik orangtua pendaftar terparkir rapi. Kuteguk ludah dengan susah. Berpikiran kalau yang daftar ke sekolah ini banyak yang keuangannya level atas jauh dari keuangan orangtuaku.
Di samping gedung serbaguna para peserta berdesak-desakan ingin melihat hasil jerih payahnya. Ada juga yang mengambil gambar pengumuman itu menggunakan ponsel.
Aku izin sama Mama untuk ikut melihatnya.
Deg!
Sudah kuduga. Aku gagal. Kakiku lemas seketika bak tak ada tulang. Kuhampiri Mama dan memberikan kabar buruk itu padanya.
Raut wajahnya tergambar jelas kalau Mama sedih dan kecewa denganku. Serapat apa pun Mama menutupinya dan berusaha menguatkanku, tqpi aku bisa membacanya.
Kupeluk tubuh Mama. Itu kali pertama aku membuatnya menangis. Air matanya mungkin tak jatuh, tapi hatinyalah yang menangis.
Ingin sekali kukeluarkan air mataku, tapi aku tak ingin membuat Mama makin bersedih dan mengkhawatirkan perasaanku.
***
Besok pulang ke kampung halaman, dan sekarang aku dan Mama mengemasi barang-barang di hotel.
Mama yang mengetahui aku tak banyak bicara setelah melihat berita menyakitkan itu, menawariku untuk makan dan jalan-jalan yang bermaksud agar aku melupakan kejadian menyedihkan hari ini.
Aku menggeleng.
Sungguh, aku terpukul. Aku kecewa pada diriku sendiri yang menganggap soal-soalnya bisa kujawab dengan mudah. Aku juga menyesal telah mempercayai tetanggaku yang lain yang mengatakan kalau soal-soalnya mudah. Padahal dia sendiri tidak lulus tes tersebut.
Aku mengumpat dalam hati.