Berbincang tentang dunia pendidikan saat ini, tak luput dari simpang siurnya pemahaman , serta  cara pandang masyarakat pada umumnya dan pelaku pendidikan pada khususnya.  Mengapa demikian?  tak bisa kita pungkiri pergantian kurikulum yang selalu bergulir membuat bingung para guru.
 Ibaratkan guru itu  dalang yang memainkan wayang di depan anak didiknya sebagai penonton.  jika dalang sukses dalam menyampaikan pesan lewat tampilan wayang, maka penonton akan puas dan dapat mengambil intisarinya. Namun jika gagal, maka sia sialah usaha sang dalang dalam menggerakan wayangnya.Â
kehadiran kurikulum merdeka, memberikan kebebasan pada guru dalam mengelola kegiatannya di sekolah. Bahkan satuan pendidikan diberi kebebasan memilih. Ada tiga opsi  kurikulum merdeka.  yaitu Mandiri belajar, Mandiri berubah, Mandiri berbagi. seru bukan ?  Â
Secara kontekstual, kurikulum merdeka adalah, pendidikan yang memerdekakan.  Yaitu suatu proses pendidikan yang  menuntun peserta didik mengembangkan, mengeksplorasi potensi-potensi yang ada  pada diri mereka  dengan dilandasi oleh kebebasan.  Mantap dan luar biasa.
Namun mengapa para guru-guru kita merasa tertekan dan mendapat tekanan ?  Beribu argumen yang hanya berupa gumaman  memenuhi bincang dan debat kusir.  sementara kehadiran kurikulum baru ini tak bisa ditolak oleh para guru itu sendiri. maka hadirlah rasa tertekan.
Guru tak salah jika merasa begitu. Mas mentri kita juga benar dengan inovasinya. Lalu siapa yang salah dalam hal ini ?  Ketidak pahamanlah yang membuat suasana  dunia pendidikan kita  terasa panas dan ruwet. Guru-guru kita selama ini telah terbiasa dituntun  rapi dalam bertugas, mengikuti alur materi dalam buku,  bagaikan mengurutkan abjad dari A sampai Z.  Terasa aman berada di zona nyaman.
Kehadiran kurikulum merdeka, menuntut guru untuk berkreatifitas, berinovasi, mandiri, dalam mentransferkan ilmu pada siswanya.  Bahkan sampai kepenilaian akhir sekolahpun  diserahkan sepenuhnya pada instansi dan gurunya.Â
Tempat belajar tak hanya dalam kelas,  Dalam kurikulum merdeka, juga menuntun siswa  praktek langung dengan projek P5 nya.  sementara guru-guru kita sudah ternina bobokan dengan mengajar sesuai urutan buku teks pelajaran. Maka hadirlah rasa tertekan bukan merdeka.
Ditambah lagi bagaimana guru harus menguasai  IT dalam  mengajar.  makin berat rasa tertekan itu. Terutama untuk guru-guru kita yang JELITA. (JElang LIma puluh TAhun ) he he he.Â
Semoga situasi ini mendapatkan solusi dari pada pakar pendidikan untuk guru-guru kita, agar mereka merasakan memang merdeka dengan kurikulum merdeka. Bukan lagi merdeka  yang tertekan
Aamiin. Salam pendidikan. Salam merdeka Belajar.
   Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H