Dari berbagai peristiwa luar biasa itu, lidah mereka seakan tidak bisa terbendung untuk memberitakan Dia kepada orang lain. Yesus dengan rendah hati melarang mereka untuk memberitahukan tentang Dia.Â
Yesus memang begitu, Dia bukan tipe orang yang memanfaatkan situasi itu untuk "membangun panggung". Dia seperti padi yang semakin berisi dan matang semakin menunduk.Â
Tetapi dengan spontanitas mereka, mereka terus memberi kesaksian tentang Dia. Memang secara manusiawi ada kebahagiaan luar biasa yang didapatkan di sana. Mereka tidak bisa membendungnya.
Belajar dari kisah itu, bagi saya sendiri menjadi idola itu memang sangat mudah syaratnya. Untuk menjadi idola, maka saya harus sama dengan Yesus. Dia menerima dan melayani orang lain dengan cinta yang tulus. Â
Maka saya pun seharusnya demikian. Harus menerima dan melayani setiap orang yang berjumpa dangan saya setiap hari. Terutama untuk orang-orang yang berada di sekeliling saya yakni keluarga. Kepentingan untuk kebaikan bersama harus berada di atas kepentingan pribadi.Â
Jika ingin menjadi idola harus dengan rela melepaskan ego. Dan yang kedua, belajar dari Yesus, jika ingin menjadi idola haruslah rendah hati. Lagi pula satu orang pun tidak akan menyukai kesombongan. Dengan rendah hati, maka saya akan bisa melihat dengan mendalam apa yang dibutuhkan orang lain.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H