Mohon tunggu...
Yulius Solakhomi Wau
Yulius Solakhomi Wau Mohon Tunggu... Guru - Gratias Deo

Catholic Religion Teacher and Pastoral Ministry Agent

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Gelar "Kardinal" Berada di Tengah Namanya

20 Oktober 2021   08:38 Diperbarui: 20 Oktober 2021   08:45 2119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase: Paus Silvester I (kiri atas), Paus Sixtus V (kanan atas) dan Paus Yohanes Paulus II (bawah)

 

Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo - Foto: Hidupkatolik.com 
Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo - Foto: Hidupkatolik.com 
Para Kardinal dipilih oleh Paus. Ada beberapa kriteria dalam pemilihan seorang kardinal, antara lain minimal sudah menerima tahbisan presbiteriat (Imam). Kriteria lain yakni memiliki keunggulan dalam mengajar, moralitas, kesalehan dan arif dalam tindakan. Bagi mereka yang belum menjadi Uskup, mereka akan menerima konsekrasi episkopal (tahbisan uskup). Para kardinal dipilih oleh Paus dengan dekret yang diumumkan dihadapan dewan kardinal (yang disebut Kolegium Kardinal).

Kolegium Kardinal adalah wadah persatuan para kardinal. Kolegium Kardinal dikepalai oleh seorang Dekan dan dibantu oleh Subdekan yang mewakilinya ketika berhalangan. Dekan dan Subdekan dianggap sebagai yang utama di atara kardinal lain, tetapi mereka sama sekali tidak memiliki kewenangan pemerintahan atas kardinal lain. Dekan dan Subdekan disebut sebagai primus inter pares (yang pertama di antara rekan-rekan sederajat). 

Tugas-tugas lain para kardinal adalah penasihat paus. Selain itu di antara mereka juga ada yang bertugas sebagai penghubung Paus dengan Gereja-Gereja Lokal. 

Para kardinal memiliki hak istimewa yang tidak dimiliki oleh  hierarki lain. Hak istimewa itu terutama dalam pemilihan Paus. Ketika tahta suci lowong (sedes vacans), para kardinal berkumpul untuk mempersiapkan konklav yakni upacara pemilihan Paus yang baru. Namun tidak semua kardinal memiliki hak suara untuk memilih dan dipilih menjadi Paus. Mereka yang berhak hanyalah kardinal elektor. Selama konklav mereka selalu meminta tuntunan Roh Kudus dan mengasingkan diri dari dunia. Yang terpilih menjadi dalam konklav akan diumumkan oleh kardian protodiakon (kardinal diakon yang paling tua) dengan seruan yang kita kenal "Habemus Papam" (kita memiliki Paus). 

Paus terpilih bila belum uskup (misalnya yang terpilih dari golongan Kardinal Imam), ia akan ditahbiskan menjadi Uskup oleh Dekan. Namun bila ia sudah menjadi uskup, ia hanya kan dilantik atau dikukuhkan oleh Dekan. Bila dekan berhalangan, tugas ini dilimpahkan dengan Subdekan. Namun bila Subdekan juga berhalangan tugas ini akan dilimpahkan kepada kardinal tertua dari segi episkopal (artinya kardinal yang tahbisan uskupnya paling senior).

2. GELAR KARDINAL DI TENGAH NAMA 

Ada keunikan tersendiri dalam penulisan nama seorang kardinal. Keunikan ini yakni gelarnya sebagai kardinal ditulis di tengah namanya, bukan di depan atau di belakang namanya. Beberapa gelar yang kita temui ada di depan atau di belakang nama, misalnya Dokter Ani. Gelarnya sebagai dokter ada di depan. Begitu juga bagi para pejabat Gereja, misalnya Pastor Anton. Gelarnya sebagai pastor berada di depan namanya. Bahkan gelar Paus pun berada di depan namanya, misalnya Paus Fransiskus. Tetapi kecenderungan gelar Kardinal ditulis di tengah, dan ini sangat untuk. Misalnya untuk tiga kardinal Indonesia. Mulai dari Justinus Kardinal Darmojuwono, Julius Kardinal Darmaatmadja dan Ignatius Kardinal Suharyo. 

Menurut berbagai sumber yang saya baca, gaya khas penempatan gelar kardinal di tengah nama ini sebenarnya terinspirasi dari gaya Romawi Kuno. Orang-orang Roma jaman dahulu sangat suka menggunakan trias nomina (tiga nama). Ketiga nama itu yakni nama pribadi (untuk nama depan) dan nama keluarga atau marga (untuk nama belakang) sedangkan nama tengahnya biasanya diambil dari istilah khusus yang terkait dengan nama keluarga ataupun jika mereka memiliki gelar kehormatan tersendiri.

Ketika fungsi kardinal diperluas di bidang administrasi judisial di bawah Paus dan privelese (keistimewaan khusus) yang mereka terima, maka gelar kardinal pun dipandang sebagai sesuatu penanda keistimewaan. Bahkan pada puncak abad pertengahan gelar kardinal semakin bergengsi sehingga dibedakan dengan gelar eklesial lainnya seperti Uskup, Imam, Prior Kebiaraan dan sebagainya. Gelar Kardinal saat itu juga dibedakan dengan gelar kekaisaran atau kerajaan di Eropa pada masa itu. Penggunaan gelar di tengah nama menjadi sebuah symbol yang berkelas yang sesuai dengan martabat yang diemban oleh seorang kardinal pada masa itu, yakni karena mereka sering disebut sebagai "pangeran Gereja".

Saat ini, gelar kardinal meskipun berada di bawah Paus secara yurisdiksi, tetapi jabatan sebagai seorang kardinal lebih dihayati sebagai suatu panggilan untuk mengabdi dengan cara dan keterlibatan yang lebih luas dalam Gereja. Jadi, mau gelarnya di depan atau di tengah tidaklah menjadi persoalan. Yang utama adalah pengabdian dan pelayanan hidupnya. Fakta bahwa gelar kardinal berada di tengah nama itu selalu didahului oleh nama Kristiani, di sana dapat dihayati lebih mendalam sebagai ajakan untuk melihat gelar sebagai tanda tingkatan yang lebih besar, luas dan dalam untuk melayani Kristus, Gereja dan semua orang di sekitar mereka.

PERLU DIINGAT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun