Pada tulisan-tulisan sebelumnya saya pernah mengulas secara sederhana tentang panggilan hidup membiara yang dapat dibaca melalui:Â
Panggilan hidup membiara adalah sebuah pilihan hidup bagi umat katolik untuk hidup selibat dan tinggal di biara sebagai jalan yang ia tempuh dalam menjawab panggilan Tuhan untuk mengamalkan dalam hidupnya tiga nasihat injili yakni Kemurnian, Kemiskinan dan Ketaatan. Panggilan hidup mereka diteguhkan dengan janji atau kaul. Maka pada ulasan kali ini kita akan sedikit membahas tentang kaul itu dalam terang Kitab Suci dan Ajaran Gereja Katolik.
Kaul adalah janji yang diucapkan oleh kaum religius (catatan: kaum religius menurut arti dalam Gereja Katolik adalah sebutan bagi mereka yang hidup membiara atau disebut juga biarawan/biarawati).Â
Kaul yang diikrarkan meliputi kaul Kemiskinan, Kemurnian dan Ketaatan sebagaimana dimanatkan dalam Injil. Kaul dapat dibedakan menjadi dua yakni kaul sementara dan kaul kekal.Â
Kaul sementara adalah kaul yang diikrarkan untuk tempo waktu tertentu, misalnya 1 tahun. Dalam rentang waktu 1 tahun seorang religius diikat dengan janjinya dan akan diperbaharui kembali jika kaul itu jatuh tempo.Â
Kaul sementara dapat diikrarkan oleh biarawan atau biarawati yang masih muda sambil berusaaha mendalami dan menghayati dalam hidupnya kaul yang telah ia ikrarkan.Â
Sementara kaul kekal adalah kaul yang berlaku seumur hidup. Mereka yang mengikrarkan kaul kekal akan diikat seumur hidup dalam janji-janjinya untuk menaati ketiga nasihat injili yakni kemiskinan, kemurnian dan ketaatan.Â
Kaul itu akan berlaku seumur hidupnya sampai ia meninggal dunia. Mereka yang telah mengikrarkan kaul kekal akan menjadi anggota tetap suatu tarekat religius tertentu dan tidak bisa keluar lagi. Apa bila mereka menyangkal kaulnya atau keluar dari biara mereka akan menerima sanksi ekskomunikasi dari Gereja.
Sekarang kita akan mendalami tentang ketiga kaul religius dimaksud.
Dalam Konsili Vatikan II, Gereja Katolik mengajarkan bahwa kaul adalah janji untuk menaati nasihat-nasihat Injil tentang kemurnian, kemiskinan dan ketaatan. Kaul ini didasarkan pada sabda dan teladan Tuhan serta dianjurkan oleh para Rasul, para Bapa, Guru dan Gembala Gereja (Lumen Gentium 43).Â
Dengan Kaul-kaul itu orang beriman yang telah mengikrarkannya memiliki kewajiban untuk menaati ketiga nasihat Injil itu. Ia harus mengabdikan diri kepada Allah yang dicintainya lebih dari segala sesuatu. Selain itu, nasihat-nasihat Injil yang mereka ikrarkan itu membawa mereka ke dalam persekutuan dengan Gereja dan misterinya.
Maka dari itu hidup rohani mereka juga harus dibaktikan kepada kesejahteraan seluruh Gereja. Oleh karena itulah mereka dipanggil untuk menjadi pelayan-pelayan Gereja dengan panggilan hidupnya yang khas dalam doa dan karyanya.
Maka mengikrarkan kaul-kaul religius merupakan tanda untuk mengabdikan diri dalam menunaikan tugas-tugas panggilan Kristiani dengan tekun (Lumen Gentium 44).Â
Oleh karena itu Gereja menganjurkan agar mereka yang hidup dalam biara supaya setia pada panggilan hidupnya.Â
Mereka yang dipanggil untuk mengikrarkan nasihat-nasihat Injil ini sungguh-sungguh berusaha supaya ia bertahan dan semakin maju dalam panggilan yang diterimanya dari Allah dan melalui cara hidupnya semakin mebaktikan diri dalam doa dan karyanya untuk menjaga dan melestarikan kesucian Gereja.
Berikut kita akan mendalami tentang tiga kaul religius tersebut.
1. KAUL KEMURNIAN
Kaul kemurnian adalah kaul yang diikrarkan untuk hidup selibat (tidak menikah). Biarawan/ti memilih jalan hidup selibat untuk mempersembahkan hidup dan cintanya akan pelayanan pada Allah dan Gerejanya yang kudus. Hal ini sesuai dengan ajaran Yesus sendiri dalam injil Matius 19:12 yaitu:
Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.
Dari kutipan Kitab Suci di atas maka jelaslah bagi kita bahwa hidup selibat atau tidak menikah yang ditempuh oleh kaum religius bukanlah suatu perlawanan akan kodrat (karena pada kodratnya manusia dipanggil untuk menikah) akan tetapi sebuah nilai adikodrati dimana mereka mengorbankan haknya untuk menikah demi pelayanan akan Allah dan Gerejanya yang kudus.Â
Hal ini sejalan juga dengan apa yang dikatakan oleh Santo Paulus Rasul dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus agar dalam menjadi pelayan Tuhan dan Gereja, hendaknya secara istimewa membebaskan hati mereka dari perkara duniawi dan fokus pada pelayanan supaya cintanya kepada Allah dan semua orang lebih berkobar (1 Korintus 7:32-35). Â
Maka dari itu, para biarawan-biarawati memilih tidak menikah untuk mengabdaikan diri kepada Allah dan Gereja. Itulah pengorbanan hidup mereka. Mereka menyerahkan diri dan hidupnya menjadi milik Gereja. Maka sering juga kita dengar ada istilah yang mengatakan bahwa para biarawan-biarawati itu adalah mempelai suci Gereja.
2. KAUL KEMISKINAN
Kaul kemiskinan adalah kaul yang diikrarkan oleh kaum religius bahwasanya ia rela dan siap hidup dalam kesederhanaan.Oleh karena itulah biarawan-biarawati ini tidak pernah memiliki harta milik pribadi.Â
Misalnya mereka tidak memiliki rumah atau kendaraan atau tanah atas nama pribadi. Semua yang mereka miliki adalah milik Gereja atau milik lembaga kerasulan dimana mereka bergabung.Â
Bruder atau Suster yang bekerja (misalnya guru atau perawat, atau pekerjaan lainnya) tidak menerima gajinya untuk dirinya sendiri melainkan dengan rela ia serahkan kepada  komunitasnya untuk menjadi milik bersama.
Pola hidup membiara adalah kemiskinan sukarela untuk mengikuti Kristus secara luar biasa. Dalam 2 Korintus 8:9, Santo Paulus Rasul berkata:
Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.
Hal serupa juga dikatakan oleh Yesus sendiri dalam Matius 8:20 ketika ada orang yang hendak mengikuti Dia:
Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya."
Kutipan-kutipan tersebut menunjukkan kepada kita panggilan hidup biarawan-biarawati yang dengan rela mengikuti Kristus dalam kemiskinan dan ketidakmilikannya itu.Â
Namun kemiskinan rohani itu tidaklah cukup dengan menaati para pimpinannya saja, melainkan mereka juga harus miskin dalam harta dan dalam roh, maka dengan itu mereka menyimpan harta kekayaan di surga sebagaimana diajarkan oleh Yesus sendiri dalam Matius 6:20 berikut ini.
Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.
Kaul kemiskinan ini juga diamalkan pada kewajiban mereka untuk  bekerja atau berkarya. Konsili Vatikan II mengajarkan demikian "Hendaknya dalam tugas mereka masing-masing para anggota merasa diri terikat pada kewajiban umum untuk bekerja.
Sambil memperoleh rezeki yang diperlukan bagi kehidupan dan karya-karya mereka, hendaknya mereka mengesampingkan segala keprihatinan yang tidak wajar, dan mempercayakan diri kepada penyelenggaraan Bapa di surga (Lih. Matius 6:25)." (Perfectae Caritatis 13).
3. KAUL KETAATAN
Kaul ketaatan berarti janji setia yang diikrarkan oleh kaum religius untuk taat pada Gereja dan pimpinan mereka. Menurut ajaran Gereja Katolik, melalui ketaatan kaum religius mempersembahkan bakti kehendak mereka yang sepenuhnya bagaikan kurban diri kepada Allah (Perfectae Caritatis 14).Â
Dengan kata lain, mereka siap mengikuti segala perintah Gereja dan pimpinannya untuk tugas pelayanan demi Kerajaan Allah.Â
Kaul ketaatan yang diikrarkan oleh kaum religius berakar pada spiritualitas Yesus Kristus sendiri yang datang untuk melaksanakan segala perintah Bapa. Hal itu digambarkan dengan jelas dalam Yohanes 4:34 berikut:
...makanan-Ku ialah melakukan kehendak dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.
Hal senada juga Ia katakan dalam Yohanes 5:30
Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri...sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.
Dalam surat kepada Jemaat di Ibrani 10:7 juga dikatakan demikian
Lalu Aku berkata: sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allahku.
Dari kutipan-kutipan tersebut ditunjukkan kepada kita bahwa ketaatan hidup kaum biarawan-biarawati adalah bakti mereka untuk taat pada panggilan Bapa sebagaimana Yesus Kristus sendiri.Â
Mereka membaktikan diri sepenuhnya menjadi hamba yang siap melayani. Oleh karena itu, dalam hal ketaatan Paulus menuliskan agar orang-orang yang hendak mengikuti panggilan Tuhan hendaknya siap untuk "mengenakan rupa seorang hamba" (Filipi 2:7) dan belajar taat melalui sengsara Kristus (Ibrani 5:8).
Maka dalam menghidupi kaul ketaatannya, Gereja mengajarkan agar hendaknya kaum religius dengan tuntunan Roh Kudus, dalam iman mematuhi para pemimpin Gereja dan pemimpin tarikatnya yang dihayati sebagai yang mewakili Allah di dunia. Hendaknya melalui mereka juga para religius dituntut untuk melayani semua saudara dalam Kristus (Perfectae Caritatis 14).
Demikianlah tulisan sederhana tentang kaul-kaul religius dalam terang Kitab Suci dan Ajaran Gereja Katolik. Semoga bermanfaat bagi para pembaca.
Jika ada yang tertarik ingin membahas sesuatu hal dalam pandangan Gereja Katolik dapat dituliskan di kolom komentar untuk diulas. Terimakasih, Tuhan memberkati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H