Mohon tunggu...
Yulius Solakhomi Wau
Yulius Solakhomi Wau Mohon Tunggu... Guru - Gratias Deo

Catholic Religion Teacher and Pastoral Ministry Agent

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Panggilan Hidup Membiara

12 Oktober 2021   17:31 Diperbarui: 12 Oktober 2021   21:23 22104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Biarawati Rubiah Carmel - gambar: sesawi.net

Pilihan cara hidup bukan sekedar masalah profesi atau pekerjaan yang akan ditekuni, melainkan panggilan hidup seseorang. Jadi ketika kita memilih suatu cara hidup yang akan kita jalani itu sebenarnya dimaknai sebagai panggilan hidup. 

Di dalam Gereja Katolik ada tiga macam panggilan hidup, yakni hidup berkeluarga, hidup selibat dalam biara dan hidup sebagai rohaniwan. 

Hidup membiara adalah suatu cara hidup selibat (tidak menikah) yang dijalani oleh mereka yang terpanggil untuk mengikuti Kristus secara tuntas. Apa artinya tuntas? 

Tuntas dalam hal ini berarti "total dan menyeluruh" yakni dengan mengikuti nasihat injili. Perlu digarisbawahi bahwa hidup membiara adalah corak hidup, bukan fungsi gerejawi. 

Artinya, hidup membiara adalah suatu corak atau cara hidup yang di dalamnya orang hendak bersatu dan mengikuti Kristus secara tuntas melalui kaul yang mewajibkannya untuk hidup menurut tiga nasihat Injil yakni kemiskinan, kemurnian dan ketaatan (Lumen Gentium artikel 44). 

Biarawati Claris Capusines - Gambar: katolik.yahoonta.com 
Biarawati Claris Capusines - Gambar: katolik.yahoonta.com 

Mengucap kaul kemiskinan berarti seseorang berjanji akan hidup sederhana dan rela mengucapkan apa saja demi kerasulan. Karena kaul inilah mereka tidak memiliki barang milik pribadi. 

Mengucap kaul kemurnian berarti seserorang membaktikan diri secara total dan menyeluruh kepada Kristus. Dengan kaul ini, mereka diwajibkan untuk hidup selibat (tidak menikah) demi pengabdian dan pelayanan pada tugas-tugas mereka. 

Kemudian, kaul ketaatan berarti seseorang berjanji akan patuh kepada pimpinannya dan rela membaktikan diri kepada hidup dan kerasulan bersama. Maka intisari hidup membiara adalah kesatuan erat dengan Kristus. 

Hal ini dijalani dengan cara menghidupi ketiga kaul tadi. Hidup membiara adalah panggilan Tuhan. Hidup membiara adalah suatu rahmat dan pemberian secara cuma-cuma. 

Hidup membiara berarti status hidup tidak menikah yang kadang dipandang tidak sesuai dengan kodrat alam, karena pada kodratnya manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan untuk saling mencintai dan membangun keluarga. Jadi apakah hidup tidak menikah merupakan pelanggaran atas kodrat itu? Tentunya tidak juga. 

Karena hidup selibat dalam biara juga memiliki nilai kodrati atau luhur. Maka dimungkinkan orang tidak menikah atas kemauannya sendiri demi Kerajaan Allah (Matius 19:12).  Hal ini mau mengatakan bahwa kita perlu memandang secara wajar mereka yang hidup selibat atau membiara. Itulah keutamaan hidup mereka yang harus kita hormati pula. 

Maka inti hidup membiara adalah persatuan atau keakraban dengan Kristus. Oleh karena itu ada semboyan klasik yang ada dalam panggilan hidup membiara yakni mengikuti jejak Kristus (vestigia Christi) atau meniru Kristus (imitantes Christum) (Lumen Gentium, artikel 42). 

Biarawan Fransiskan - Gambar: ofm-indonesia.com
Biarawan Fransiskan - Gambar: ofm-indonesia.com

Proses meniru Kristus ini perlu didukung dengan komunikasi yang intens dengan Kristus sendiri yaitu melalui hidup doa. Maka tanpa persatuan dengan Kristus melalui doa, hidup membiara akan rapuh karena tidak memiliki dasar yang kuat. 

Maka Intisari hidup membiara didasarkan pada cinta Allah sendiri. Pola hidup ini hendaknya dihayati sebagai tanda persatuannya dengan Allah. 

Di dalam kaul-kaul kehidupan membiara, kaul  kemiskinan berarti melepaskan hak memiliki harta duniawi yaitu dengan hidup sederhana. Kaul ketaatan mau mengatakan bahwa mereka yang mengikrarkannya melepaskan kemerdekaannya untuk mau taat dan patuh kepada pimpinan demi kerajaan surga. 

Dan kaul kemurnian berarti melepaskan haknya untuk berkeluarga demi kerajaan Allah. Inilah bentuk pengorbanan dan pengabdian hidup mereka. Mereka menyerahkan diri secara tuntas kepada Gereja demi pengembangan Kerajaan Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun