Apa yang Anda pikirkan ketika berada di depan cermin kaca? Ah, saya rasa banyak. Mungkin ada yang berpikir, "Aduh, jerawat ini bagai setitik nila di belanga susu." Ada pula yang berujar, "Oh, betapa eloknya parasku. Beruntunglah wahai ia yang menjadi kekasihku." Atau, ada yang tak ambil pusing memikirkannya karena bercermin sudah menjadi kebiasaan yang terjadi begitu saja. Sudah alamiah. Di lain kesempatan, ketika Anda sedang berjalan di depan etalase toko, Anda mungkin tak dapat menahan diri untuk sekadar melirik penampilan Anda. Mungkin, itu juga alamiah.Toh, apapun yang terbersit dalam benak Anda, tujuan Anda berdiri di depan cermin adalah untuk menala, menimbang, berpikir-pikir tentang penampilan fisik Anda sendiri.
Jika cermin kaca berguna untuk memandang penampilan fisik kita, cermin apakah yang dapat memandang pedalaman pikiran dan jiwa kita? Mungkin jawabannya adalah cermin kata. Cermin ini unik karena kita sendiri yang menyusun bentuk dan kejernihan cermin kata ini. Kata demi kata yang diuntai dengan baik, jujur, dan bermakna akan membentuk refleksi pedalaman pikiran dan jiwa kita dengan kualitas yang baik pula. Jika kualitas cermin kata semakin baik, maka kita akan mampu menyelami pedalaman pikiran dan jiwa kita dengan lebih bijak. Seperti halnya amsal yang dikumandangkan oleh seorang pujangga bijak ribuan tahun yang lalu tentang kegunaan "cermin kata". Dalam syairnya, ia menulis:
baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan untuk mengerti amsal dan ibarat, perkataan, dan teka-teki orang bijak
Hubungan sang penyusun dan cermin kata begitu personal dan khas. Personal karena hanya sang penyusunlah yang dapat menggunakan cermin kata tersebut dengan optimal. Khas karena membuat sang penyusun dan cermin kata saling mengisi. Di satu sisi, cermin kata menyatakan kedalaman pikiran dan jiwa sang penyusun. Pada saat yang bersamaan, pikiran dan jiwa sang penyusunlah yang merangkai kata-kata bermakna untuk membentuk cermin kata. Alhasil, menemukan bahan-bahan yang berkualitas sebagai bahan penyusun cermin kata adalah sebuah keniscayaan.
Salah satu bahan pembuat cermin kata yang baik adalah buku. Namun, kita harus tetap menyeleksi buku-buku tersebut dengan baik agar cermin kata yang dibentuk dapat menghadirkan pengetahuan yang benar. Apalagi ada berlaksa-laksa buku saat ini yang tak akan habis dibaca hingga kita tiada. Dari buku klasik hingga modern. Dari yang membahas filsafat, teologi, politik, sosial, sastra, dan beragam bidang lainnya. Dari yang berjenis prosa maupun puisi. Maka, alangkah baiknya jika kita memilih buku-buku yang mendorong diri untuk berpikir mandiri. Buku-buku yang membuka cakrawala wawasan. Buku-buku yang ditinjau dari sudut pandang yang baru. Buku-buku yang mengisahkan murninya kebenaran, indahnya keadilan, dan sederhananya kejujuran.
Lantas, semua buku yang telah kita peroleh perlu diolah dan direkatkan satu dengan yang lain. Kita akan menelaahnya dengan kata-kata pula. Namun, tak hanya sekadar kata. Ia adalah muasal kata. Kata-kata yang ada bersama dengan Sang Khalik. Dan kata-kata yang adalah Sang Khalik. Dengan demikian, cermin kata yang kita susun akan membawa kebaikan bagi sesama dan memelihara kehidupan ini.
Nah, bagaimana dengan cermin kata Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H