Masih soal Susu Kental Manis (SKM) yang akhir-akhir ini banyak di bahas di media. Kali ini adalah ulasan mengenai ironisnya sebuah produk pangan berlabel susu namun memiliki kandungan gula yang sangat tinggi.Â
Bukan apa-apa ,tapi lebih karena SKM yang sejatinya adalah untuk topping makanan namun di iklankan dengan segelas minuman susu bergizi yang bisa di konsumsi oleh anggota keluarga, Bapak Ibu dan anak. Sebagian orang mengatakan bahwa SKM bukanlah susu, mengingat kandungan gulanya yang sangat tinggi, mereka menyebut SKM sebagai larutan gula rasa susu, atau gula beraroma susu.
Sayangnya, yang terjadi pada sebagian besar masyarakat kita adalah menuang susu kental manis ke dalam gelas, ditambah air dan diminum setiap pagi. Dengan meminum segelas SKM setiap pagi dianggap telah mencukupi kebutuhan gizi. kebiasaan itu jelas salah. Karena sekali lagi, sesungguhnya SKM bukanlah susu untuk diminum.
Yang lebih memprihatinkan, kesalah pahaman masyarakat menganggap SKM adalah susu akhirnya juga diberikan sebagai minuman bergizi untuk anak bahkan bayi. Resikonya, bisa terjadi gizi buruk. Kasus bayi gizi buruk akibat mengkonsunsi SKM ini sudah terjadi, di sejumlah daerah di Indonesia, diantaranya Kendari, Makasar dan Batam.
Prihatin dengan hal itu, sejumlah lembaga akhirnya melakukan survey bagaimana anggapan masyarakat tentang susu kental manis. Survey tersebut dilakukan di Kelurahan Mandonga, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari dan di Kelurahan Sagulung Kota Kecamtan Sagulung, Kota Batam. Hasilnya, 97% ibu di Kendari dan 78% di Batam beranggapan bahwa SKM adalah minuman susu begizi.Â
Persepsi itu disebabkan karena paparan informasi iklan produk di televisi dan di kemasan. SKM yang di visualisasikan dengan segelas minuman susu dan di minum oleh anggota keluarga termasuk anak mempengaruhi pilihan ibu dalam memilih produk susu yang tepat untuk anak balitanya.
Memang di label dijelaskan bahwa SKM tidak cocok di konsumsi oleh anak bayi berusia 0 -12 bulan. Tapi dengan melihat kandungan gula yang begitu tinggi yaitu >50%, maka tentunya ini beresiko besar jika di konsumsi oleh anak balita. Kondisi metabolisme tubuh yang masih dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan tentunya tidak baik jika di asupi gula yang berlebih. Para pakar gizi menyebut kelebihan asupan gula pada pola makan bisa memicu serangan obesitas dan diabetes.
Beberapa waktu yang lalu dalam forum FGD hasil survey tersebut, BPOM mengatakan bahwa SKM adalah salah satu produk susu karena mengandung protein tidak kurang dari 6,5%. SKM masuk dalam kategori susu bukan atas keputusan BPOM secara sepihak, namun terikat dengan codex yang melibatkan 164 negara di seluruh dunia dan SNI. Hal itu di ungkapkan oleh Mauizzati Purba selaku Direktur Standardisasi Pangan dan Olahan BPOM.
Seharusnya BPOM dan kemenkes bisa menelaah lebih jauh fakta yang ada, bahwa SKM mengandung gula tinggi namun di iklankan sebagai minuman susu untuk keluarga termasuk anak.Â
Apakah tidak mungkin bagi pemerintah dalam hal ini kementerian kesehatan dan BPOM membuat kebijakan mengeluarkan SKM dari kategori susu? Memang SKM dari segi codex masuk dalam kategori susu, dan bukan perkara mudah untuk merubah kategori tersebut. Namun kandungan gula yang tinggi dan cara beriklan yang salah bisa menjadikan anak Indonesia sebagai korban kepentingan bisnis. Apakah masa depan anak Indonesia akan di korbankan hanya karena menuruti aturan codex dan SNI yang telah disepakati secara internasional?
Perlu di ketahui bahwa di negara lain, SKM tidak lagi di iklankan sebagai susu, hanya di Indonesia yang beriklan sebagai minuman susu. Ada apakah ini? Apakah karena produsen melulu memikirkan keuntungan? atau pemerintah yang tidak perduli dan lemah regulasi? atau ada kepentingan bisnis di balik bertenggernya iklan SKM sebagai minuman susu bergizi selama puluhan tahun?
Di Indonesia, data riskesdas menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi diabetes dari 5,7% tahun 2007 menjadi 6,9% atau 9,1 juta penderita di tahun 2013. Data Sample Registration Survey tahun 2014 menunjukkan bahwa diabetes merupakan penyebab kematian terbesar ke 3 di Indonesia (6,7%) setelah stroke (21,1%) dan jantung koroner (12,9%), dimana ke 3 nya merupakan PTM (Penyakit Tidak Menular).Â
Secara keseluruhan, WHO menyatakan penderita diabetes diseluruh dunia meningkat empat kali lipat dari 108 juta jiwa di tahun 1980 menjadi 433 juta jiwa 34 tahun kemudian. Dimana pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat ke 7 tertinggi di dunia dalam prevalensi penderita diabetes dunia. Bila tidak dicegah sejak dini kondisi ini bisa menyebabkan penurunan produktivitas, disabilitas dan kematian dini. SKM sebagai produk pangan yang mengandung gula tinggi tentunya memicu terjadinya diabetes dan obesitas.
Maka dari itu, salah satu solusinya adalah memperketat cara beriklan SKM. SKM yang selama ini divisualisasikan dengan segelas susu bergizi harus di hentikan. Iklan produk SKM harus sesuai dengan peruntukannya, yaitu seperti topping es teller/campur, campuran kopi, topping martabak atau sebagai bahan tambahan makanan minuman lainnya.Â
Bukan sebagai minuman susu dimana SKM di larutkan dalam segelas air yang kemudian di konsumsi setiap hari. Cara visualisasi seperti ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap pola pikir konsumen khususnya ibu-ibu. Akan ada anggapan dan persepsi bahwa SKM adalah minuman susu yang bergizi. Hal ini sesuai dengan hasil survey di mana 1 dari 3 ibu di kendari dan 1 dari 4 ibu di Batam yang memberikan SKM sebagai minuman susu kepada anaknya.
Parahnya dari hasil survey di jumpai bahwa sebagian para ibu memutuskan memberikan SKM sebagai minuman susu kepada anaknya, karena di anggap SKM ini bisa menggantikan ASI dan Susu formula untuk anak.Â
Tentu saja ini sangat berbahaya karena kandungan gizi SKM cukup rendah, dan gulanya sangat tinggi. Selain itu tidak mudah merubah pola makan anak. Jika seorang anak sudah menyukai sebuah makanan maka dia akan menolak makanan yang baru. Para ibu terpaksa mengalah karena sang anak tidak mau dengan susu yang lain, karena sudah terlanjur suka dengan SKM, wajar saja SKM rasanya yang sangat manis disukai oleh anak-anak.Â
Dr. dr. Damayanti, SpA(K) dari IDAI Jakarta dalam kesempatan yang sama juga menegaskan bahwa SKM bukanlah minuman yang bisa menggantikan ASI/susu sapi/susu formula untuk pertumbuhan anak. Senada dengan dr. Damayanti, Kasubid Peningkatan Mutu dan Kecukupan Gizi Kemenkes Galapong Sianturi mempertegas jika SKM bukanlah susu, namun gula yang di campur susu. Dan bukan merupakan sumber protein serta tidak bisa dijadikan sebagai pengganti ASI.
Kemenkes dan BPOM
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI