Mohon tunggu...
Yuli Puspita Sari
Yuli Puspita Sari Mohon Tunggu... Guru - Suka jalan-jalan, Suka nulis kalau lagi rajin.

| IG: @yulipuspita06

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meningkatkan "Index of Happiness" Warga Jakarta dengan "Ride Sharing"

8 November 2017   20:10 Diperbarui: 8 November 2017   21:13 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diambil dari www.infonitas.com (ilustrasi kemacetan Pancoran)

Sebagai kaum urban di Jakarta, setiap hari kita dipaksa berpikir trik menghindari kemacetan yang sangat uhlala...menggila. Saat pagi hari setelah bangun tidur bahkan saat malam harinya, kita sudah mikirin akan berangkat ke kantor naik apa? lewat mana? saya pun begitu. Setiap hari selalu perlu ber-strategi untuk sampai di tempat kerja dengan selamat sentosa.

Tempat kerja saya di Tebet Jakarta Selatan, sedangkan rumah tinggal di Pasar Minggu. Ada beberapa alternatif kendaraan yang bisa diakses oleh warga, seperti metro mini, kereta commuter line, atau transportasi online.

Pancoran Memang Biangnya Macet

Di awal-awal kerja tahun 2014, satu sore saya nebeng dengan teman yang searah menuju Pancoran. Saya mencoba naik metro mini, niatnya memang mau sedikit ngirit. Karena kalau naik metro mini tidak perlu menyambung dengan angkot lagi, seperti jika saya menggunakan  commuter line. Masha Alloh luar biasa macetnya dari Pancoran menuju Pasar Minggu. Di dalam metro mini yang panas dan pengap itu, waktu terasa berjalan begitu lambat. keringat bercucuran, hati teramat kesal menghadapi macet yang menguras emosi. Bunyi klakson, deru motor dan mobil ditambah asap kendaraan metro mini yang ngebul  semakin bikin nyesek. Suara pengamen silih berganti dengan beberapa lagu. Waktu tiba di rumah jadi molor, perjalanan yang normalnya bisa dilalui dengan hanya 30-40 menit dengan commuter line, jadi bertambah 3x lipat. Perjalanan Pancoran- Pasar Minggu menjadi 2 jam lebih. Menyesal tidak pulang dengan commuter line.Niatnya mau ngirit, malah gigit jari! Niatnya biar rada lega dan leluasa tidak perlu berdesakan di commuter line, biar bisa duduk manis di metro mini, malah nelongso. hehehe...

Kapok deh semenjak itu BIG NO! untuk naik lagi metro mini. Mending pilih commuter linemeskipun berasa banget broandsist, badan remuk redam kegencet-gencet dengan sesama penumpang lain yang penting cepat sampai.

Nebeng Dong!

Dalam keseharian kita tentu saja selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam hidup kita. Ya, tentu saja seperti saya juga suka nebeng ketika rasanya capek dan gak mood naik kereta yang sesaknya luar biasa saat jam berangkat dan pulang kerja. Dengan nebeng kita bisa berinteraksi dengan teman kita dan pertemanan jadi lebih dekat. Tapi, nebeng teman itu tidak selalu bisa dilakukan setiap hari. Kadangkala saat menanyai teman itu dan mengutarakan untuk nebeng naik kendaraannya (biasanya motor sih), si teman ada keperluan lain kemana-dulu. Jadi ada momen-momen dimana nebeng dengan teman juga ada rasa "enggak enak" kalau keseringan. Itu menurut saya sih.

Beda lagi dengan konsep ride haring  UBERatau carpooling UBERdimana "Nebeng" dengan menggunakan aplikasi smartphone. Range harga sudah pasti dan tertera di aplikasi. Hal itu membantu pengguna mengatur perjalanannya. Menurut saya ide berbagi kendaraan itu sangat solutif untuk mengurangi kemacetan di Jakarta.

Sebagai Ibu kota dengan banyaknya kantor, pabrik, perusahaan multi nasional dan internasional, Jakarta menyimpan fakta yang tak bisa dielakkan; Macet!hampir setiap hari, bahkan akhir pekan pun tetap dilanda macet di beberapa pusat. Berkali-kali saya sering kejebak macet di jalanan ibu kota. Seringnya jika sehabis hujan deras, jalanan Jakarta macet-cet.

Pemerintah memang sudah berusaha juga mengurangi kemacetan dengan menyediakan angkutan massal seperti busway dan commuter line.Tetapi rasanya tetap belum memadai ketersediaanya. Jumlah pengguna semakin banyak akan tetapi armadanya masih belum sesuai. Sebagai pengguna rutin commuter line, saya kerap dilanda stress dan kelelahan jika setiap hari berjibaku dengan kepadatan dan kerumunan penumpang. Stress! tetapi lama-lama jadi 'terbiasa'  juga. Mungkin tingkat stres saya dan warga Jakarta lainnya sudah resisten alias kebal. *>*

Meningkatkan Index of Happiness Warga Jakarta Dengan Konsep Ride Sharing

Ente-Ente yang idup di Jakarte pegimane rasanye?

tiap hari menghadapi jalanan macet.

*Bang Pitung bertanya*

Stress bisa menyebabkan bad mood hingga emosi yang kurang bisa terkontrol. Semua bisa saja diawali dengan macetnya jalan raya. Sampai kantor ngedumel dan ujung-ujungnya berdampak pada kerjaan juga. Bukannya bekerja itu harus dinikmati dan disyukuri? supaya nyaman dan happy .

Makin hari gaya hidup masyarakat Jakarta dan masyarakat di wilayah kota besar lainnya semakin digital. Semua serba cepat dan  instan. Semua serba ingin dibilang kekinian. Loh, memangnya salah dengan kekinian? tentu saja tidak. Kekinian artinya hidup harus mengikuti perkembangan zaman.

Nebeng atau Ride sharing menurut pendapat saya merupakan hal kekinian yang  bisa meningkatkan index of happiness warga jakarta yang pulang dan berangkat kerja, maupun orang yang hanya sekedar ingin keliling menikmati riuhnya Jakarta. Dengan konsep berbagi ini, kita sebagai penumpang akan merasa jauh lebih nyaman, aman, dan juga dapat menambah kenalan baru (khususnya buat jomblowers). Tidak akan ada lagi baju kusut, kerudung kusut, gonta-ganti angkutan, dan badan kemringet (keringet banyak) karena desak-desakan dengan penumpang di angkutan masal.  

Pengalaman Saya

Bagi saya yang belum memiliki mobil pribadi, tentu adanya carpooling UBER atau Ride Sharing sangat-sangat membantu. Banyak aktivitas saya terselesaikan dengan efisien dan praktis dengan jasa ojek dan taksi online. Mager! alias malas gerak semua serba cepat dengan hanya satu klik.

Seperti punya mobil pribadi saja, hehehe.... ada yang jemput dan mengantarkan kita sampai ke tempat tujuan dengan cepat. Keuntungannya yaitu kita tidak perlu pusing mencari parkiran, pikirkan biaya perawatan, dan juga tak perlu capek menyetir sendiri. Selain itu, kita juga sudah saling membantu dengan pemilik mobil tersebut, sehingga dapat penghasilan. Dengan tarif UBER yang sangat affordabledan kenyamanan kendaraan, rasanya Index of Happinesswarga Jakarta meningkat.

Dari video uber boxes sunrise tergambar bahwa jika setiap satu orang pemilik mobil mengendarai mobilnya, terbayang penuh dan semrawutnya jalanan dari hari ke hari. Dari pengalaman tetangga saya, bisa saja masing masing anggota keluarga memiliki satu mobil. Ayah, ibu, dan anak-anak pakai mobil masing-masing. 

Hidup semakin sempit, gesekan sana-sini semakin menambah daftar penyebab stress warga. Tak salah memang jika masyarakat membeli kendaraan pribadi, karena mereka melihat fakta di lapangan bahwa moda transportasi massal belum memberikan kenyamanan.  

Dapatkah anda bayangkan beberapa tahun kedepan jika hal ini terus dibiarkan di ibu kota tercinta ini? makin susah parkir, makin pagi lagi berangkat ke tempat kerja karena volume kendaraan semakin banyak, dan makin stress warga Jakarta. Sudah saatnya gaya hidup kekinian Ride sharing ini dijadikan alternatif solusi kemacetan di Jakarta, sembari menunggu pemeritah memperbaiki moda transportasi massal.

Salam Kompasiana.

#RideSharing


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun