Mohon tunggu...
Yuli Puspita Sari
Yuli Puspita Sari Mohon Tunggu... Guru - Suka jalan-jalan, Suka nulis kalau lagi rajin.

| IG: @yulipuspita06

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Memulai Ide "Paperless School": Aksi Nyata Peduli Bumi

25 September 2016   21:56 Diperbarui: 25 September 2016   22:07 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sambil menikmati secangkir teh hangat ditengah gemericik suara hujan, tiba-tiba saya ingin menuliskan tentang gagasan paperless school. Kertas adalah barang yang sangat esensial dalam berbagai bidang, salah satunya di bidang pendidikan. Buku-buku pelajaran dicetak pada kertas, soal latihan, lembar kerja, dan rencana pembelajaran butuh kertas untuk di print, fotocopy materi pelajaran untuk siswa juga membutuhkan kertas. Namun, apakah kita pernah menyadari betapa kebiasaan kita dalam menggunakan kertas kerap mubazir? Kita sadar ga sih bahwa satu pohon itu hanya bisa menghasilkan 16 rim kertas? satu rim sama dengan 500 lembar kertas. satu batang pohon dapat menghasilkan oksigen yang dibutuhkan untuk 3 orang bernapas. Untuk memproduksi 1 ton kertas, dibutuhkan 3 ton kayu dan 98 ton bahan baku lainnya. Setiap jam, dunia kehilangan 1.732,5 hektar hutan karena ditebang untuk menjadi bahan baku kertas (dikutip dari www.akuinginhijau.org).

Kesadaran Paperless Harus Ditumbuhkan

Budaya sekolah dalam memberikan informasi kepada orangtua siswa melalui surat pada kertas harus mulai diarahkan ke arah digital, dimana surat atau informasi yang diberikan bisa dikirim via email. Saya yakin sekali jika semua orangtua terutama yang menyekolahkan anaknya di sekolah yang tergolong baik pasti mempunyai email. Praktis bukan? Print saja satu lembar untuk guru kelas sebagai arsip. Biasanya juga saya sering fotokan informasi surat tersebut lalu saya kirimkan kepada perwakilan kelas melalui Whatsapp, sebelum anak-anaknya sampai rumah, orangtua sudah tahu ada info apa tadi di sekolah.

Jika satu kelas ada 22 siswa, dikalikan dengan jumlah kelas dari kelas 1 sampai kelas 6, umpama setiap level terdiri dari dua kelas, misalnya A dan B, maka akan ada 12 kelas dan total kertas yang diperlukan sebanyak 264 lembar. Dalam satu minggu, selalu ada saja surat info untuk orangtua. Bayangkan betapa banyak kertas yang telah dihabiskan? Oleh karena itu akan sangat menghemat kertas jika penginformasian dilakukan via email saja.

Selanjutnya pemborosan lainnya yang tanpa guru dan siswa sadari yaitu kurangnya kebiasaan 3R, Reduce, Reuse,danRecycledi lingkungan sekolah. Contohnya saja pengeprint-an dokumen jarang menggunakan kertas bekas (yang dibagian belakangnya masih kosong), guru, termasuk saya kerap menggunakan kertas baru (minta ditoyor,hehe), selain itu dalam memfotocopy soal kuis, soal ujian, lembar kerja siswa, handout, kurang membiasakan dengan system fotocopy bolak-balik. Pernah suatu kali saya tanya kepada guru senior, “Pak, bagaimana jika fotocopy soal kuisnya bolak-balik?”, beliau menjawab” tidak usah lah, nanti disangkanya kita kok pelit amat oleh orangtua”.

Masuk akal juga sih, nanti disangkanya sekolah bayaran sudah mahal tetapi fotocopy saja pailit sekali. Nah, oleh sebab itu perlu ada sosialisasi mengenai paperless school ini kepada orangtua, guru, serta karyawan sekolah lainnya. Supaya bisa saling bersinergi memulai langkah nyata menjadi bagian dari solusi ancaman global warming,mengingat semakin hari jumlah pohon semakin berkurang saja akibat penggunaan kertas dan tissue yang tak terkontrol.

Di kelas,saya sering kumpulkan kertas-kertas bekas dan saya taruh dalam boks untuk siswa pakai menggambar maupun membuat pesawat dari kertas. Tak apalah, setidaknya kertas bekas masih bisa dimanfaatkan untuk menyalurkan kegemaran mereka. Jangan sampai kertas bekas yang dibagian belakangnya masih polos terbuang begitu saja di tempat sampah.

Yuk, para guru kita mulai mengurangi penggunaan kertas dengan cara-cara sederhana seperti menggunakan kembali (Reuse) kertas yang bisa dipakai untuk print, fotocopy, dan corat-coret ide mengajar. Lalu, biasakan print dokumen yang penting saja (Reduce), jika tak perlu-perlu banget simpan saja di Flashdisk atau di google drive. Selanjutnya, ketika menggandakan worksheet atau soal mulailah dengan memintanya di copy bolak-balik kepada tukang fotocopy-nya.

Saya yakin, jika satu sekolah saja bisa menerapkan program paperless school, banyak sekali pohon yang bisa terselamatkan. Anda setuju?

salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun