Mohon tunggu...
Yuli Puspita Sari
Yuli Puspita Sari Mohon Tunggu... Guru - Suka jalan-jalan, Suka nulis kalau lagi rajin.

| IG: @yulipuspita06

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nilai UKG Guru "Merah" Salah Siapa?

22 September 2016   15:21 Diperbarui: 22 September 2016   15:30 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya mengikuti UKG tahun lalu (Juni:2015) tanpa persiapan apa-apa. Bukan hanya saya saja, ternyata beberapa rekan guru satu sekolah saya pun tidak mempersiapkan secara khusus. Kami hanya diminta sekolah untuk mengikuti UKG pada tanggal sekian, di tempat A misalnya. Dalam obrolan santai menjelang keikutsertaan tes UKG, saya dan beberapa teman sempat saling bertanya. Apa sih UKG itu? untuk apa UKG itu?, lalu karena sebagian besar guru bahkan yang senior pun menjawab santai, Ya itu untuk pemetaan aja sejauh mana kompetensi guru di indonesia. itu program dari mendikbud Anies Baswedan.

Yasudah, saya "bertempur" tanpa senjata alias tidak ada sama sekali mencari soal-soal di internet mengenai latihan soal UKG Guru, maupun membeli buku latihan soal UKG. Sampailah saya di tempat tes yakni di SMAN 26 Tebet, Jakarta Selatan. Pengerjaan soal UKG tidak berbentuk kertas, tetapi sudah computerized. Peserta UKG memasukkan username dan password di komputer yang tersedia. Setelah itu munculah soal yang harus diselesaikan peserta UKG (Guru). Waduh, jujur saja banyak soal yang tidak bisa saya kerjakakan terutama yang berkaitan dengan matematika dan IPA. Saya kan guru Bahasa Inggris dan IPS, jadi tidak begitu paham dengan pelajaran tersebut. hehe:)

Jadi, tes ini mengingatkan saya tentang UN (Ujian nasional). dimana siswa "dikerjai" pemerintah untuk mengisi soal-soal yang mungkin nanti dalam kehidupan nyata tidak ada hubungan sama sekali dengan kesuksesan si anak tersebut. hehe..:) . Lalu, dengan UKG ini guru "dikerjai" pemerintah untuk ikut "merasakan" bagaimana menderitanya murid menyelesaikan rentetan pertanyaan. 

Wong aku guru ips, yo sehari-hari mengajar ips..lah ini disuruh ngerjain matematika. piye jal? (sebuah monolog dengan diri sendiri). Analogi tersebut sama juga jika seorang atlet hebat disuruh mengerjakan soal-soal yang tidak ada kaitannya dengan dunia kesehariannya. Atlet renang disuruh ngitung luas keliling lingkaran? kolam renang aja segi empat bukan bulat. :)

Ternyata perolehan nilai yang sangat baik kebanyakan diperoleh oleh guru bidang study math, science, dan TIK. Ah, saya jadi malu sendiri.."raport merah" saya banyak sekali di UKG ini. Jika saja tahu infonya dengan rinci maksud dan tujuan serta penghargaan apa jika mendapat nilai UKG tinggi, pasti saya kan semangat menyiapakan tes dan mengerjakan dengan sungguh-sungguh. Maaf mungkin saya masih "butuh" pemacu semangat dalam mencapai sesuatu. 

Kelompok Kompetensi UKG

Kelompok kompetensi yang ada dalam soal ujian UKG adalah sebagai berikut. 

1. KK-A: Bahasa Indonesia

2. KK-B: Matematika

3. KK-C: Matematika

4. KK-D: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

5. KK-E: IPA

6. KK-F: Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

7. KK-G: Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

8. KK-H: PPKn

9. KK-I : TIK

10. KK-J: TIK

Apa itu Guru Pembelajar?

Menindaklanjuti kelanjutan dari raport merah guru terkait hasil UKG, kemendikbud mengadakan program Guru Pembelajar. Guru disuruh "sekolah" lagi. walau hanya lewat daring (dalam jaringan), dan ada juga lewat tatap muka. Sebagai pengingat saya mengenai raport merah UKG tahun 2015, saya hanya memenuhi 4 ketuntasan dalam pelajaran IPS,PKN,TIK. Selebihnya belum memenuhi standar minimum atau KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum).

Di sekolah saya ada 2 orang yang terpilih sebagi IN (Instruktur Nasional), wah bangga sekali ya pasti bisa menjadi IN. IN ini tugasnya mementori guru yang dinyatakan belum memenuhi KKM. Kalau tidak salah, nilai minumum kelulusan UKG adalah 55.  Ternyata jadi guru tidak cukup hanya keikhlasan dan kesabaran ya, guru juga harus memenuhi kompetensi secara akademik agar lebih profesional. Tetapi apa iya yang sdah terpilih jadi IN mereka mampu mengajar dengan baik? atau hanya sebatas "teori" mereka fasih, namun dalam prakteknya tidak berbanding lurus.

Saya yang di pulau jawa saja tidak tahu banyak mengenai UKG dan Guru Pembelajar (GP) ini. Apalagi rekan guru di luar pulau Jawa. Kiranya dari pihak dinas pendidikan lebih bisa mensosialiasikan kepad guru mengenai hal ini. Selanjutnya sekolah juga bisa memberikan workshop mengenai apa itu guru pembelajar dan apa saja kegiatannya. Intinya, guru yang telah menempuh UKG tahun 2015 harus mengikuti Guru pembelajar (yang ada websitenya) untuk mempersiapkan tes UKG tahun 2016. Jangan sampai nanti setelah ikut program GP masih juga guru yang bersangkutan menadap skor UKG yang rendah. 

Semoga kita para guru masih tetap semangat membagi waktu dalam mengajar, belajar, dan bermasyarakat. Guru harus punya kompetensi yang baik agar bisa bersaing di era globalisasi ini. 

Salam hangat

@yuli puspitasari, seorang guru sekolah yang masih "hijau".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun