Mohon tunggu...
Yuli Novita Sari Putri
Yuli Novita Sari Putri Mohon Tunggu... Bankir - Treasury Analyst

Enthusiast of economics, finance, and treasury

Selanjutnya

Tutup

Financial

PSBB Jilid 2, Siapa Takut? Efektivitas Pengeluaran Pemerintah

18 September 2020   20:00 Diperbarui: 18 September 2020   20:12 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penanjakan kasus covid 19 di Indonesia semakin terlihat nyata, pada September 2020 jumlah kasus telah mencapai 233.000 meskipun jumlah kasus yang sembuh telah mecapai 167.000 artinya penyembuhan terus terjadi akan tetapi kasus baru tetap bertambah. 

Mirisnya jumlah penambahan kasus baru semakin hari semakin meningkat dari puluhan, ratusan sekarang sekitar 3.000 per hari. Melihat hal ini Gubernur DKI Jakarta memutuskan untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kembali pada 14 September 2020. 

Berdasarkan Dinas Kesehatan DKI jika tidak dilakukan PSBB maka tanggal 17 September tempat tidur di Jakarta akan penuh. Sarana prasarana bisa saja jika dipaksakan untuk ditambah secara cepat akan tetapi bagaimana dengan jumlah tenaga medis dan kesejahteraan mereka yang sangat rentan selama pandemi ini. Pemberitaan tenaga medis yang telah berguguran dan keluarga mereka yang menjadi korban akan menjadi bom waktu bagi Indonesia.

Pemerintah telah mengeluarkan Perpres 72/2020  dimana belanja negara sebesar Rp 2.739,2 T dengan tambahan Rp 125,4 T akan digunakan dalam penanganan dampak Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). 

Secara khusus tujuan belanja negara tersebut untuk subsidi dan imbal jasa penjaminan UMKM, perpanjangan bansos tunai dan diskon listrik, tambahan Dana Insentif Daerah (DID) untuk PEN, dan belanja penanganan Covid lainnya.

Perubahan belanja negara tersebut adalah salah satu respon pemerintah dari kebijakan fiskal yang diharapkan dapat menggeser atau mencipatakan permintaan secara agregat akibat pandemi tahun ini. 

Lebih lanjut tercermin dari prediksi Bank Indonesia bahwa masih terdapat kemungkinan deflasi di bulan September 2020 sebesar 0.01%. Deflasi dapat terjadi karena penurunan harga bahan pokok, turunnya permintaan barang dan jasa serta daya beli yang belum pulih.  

Stimulus pemerintah dalam bentuk belanja negara merupakan discretionary fiscal karena perubahan belanja dipicu oleh pandemi yang menyebabkan pemerintah mencari cara agar dapat merangsang pertumbuhan ekonomi kembali. 

Harapannya tekanan negatif (negative shock) berupa peningkatan pengangguran dan penurunan output dapat segera diatasi. Walaupun stimulus APBN akan berdampak pada penambahan defisit menjadi 6,34% dari PDB dianggap wajar mengingat kondisi ekonomi mengalami pelemahan.

Sesuai dengan laporan kinerja APBN semester I tercatat bahwa realiasi belanja modal mengalami pertumbuhan sebesar 8.7% dan realisasi belanja bansos tumbuh sebesar 41%. 

Semoga dengan masyarakat menjalankan 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan) dapat membantu pemerintah untuk fokus dalam menjalankan perannya untuk menjaga kestabilan ekonomi agar stimulus yang telah digelontorkan tidak menjadi sia-sia dan Indonesia benar-benar bisa mengalami kondisi New Normal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun