Mohon tunggu...
Yulinda Lestari
Yulinda Lestari Mohon Tunggu... -

Seorang peneliti kecil yang selalu menikmati hidup dan berusaha untuk tetap ikhlas dan bersyukur. Selalu percaya pada Allah bahwa semua yang diciptakanNya pasti memiliki peran dan manfaat ^_^ Blog lainnya: www.yulindalestari.blogspot.com dan www.yulindalestari.tumblr.com Sharing yuuk

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta yang Terlarang (Story of Sefia Aditerania)

26 Januari 2011   02:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:11 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senja mulai mendorong sang surya untuk segera meninggalkan posisinya di langit. Terlihat ada keengganan pada raja siang itu, tetapi dia tahu meskipun perlahan mulai mengerti bahwa dia harus terus berjalan mengikuti peredarannya untuk menyinari tempat lainnya. Fia mengamati pergantian waktu itu sambil berucap syukur bahwa dirinya masih diberi kesempatan untuk menikmati indahnya perjalanan sang mentari. Sefia Aditerania nama lengkap gadis itu, berdiri di tengah deburan hatinya yang diselimuti perasaan berkecamuk.

“Tuhan, apa yang salah denganku” ucapnya dalam hati

3 bulan berlalu sejak pertemuannya dengan laki-laki itu, laki-laki yang membuat dirinya kehilangan keseimbangan pikiran dan perasaan. Pertemuan itu begitu cepat prosesnya hingga ia tidak menyangka akan memiliki perasaan yang bergitu mendalam pada laki-laki itu.

“Sefia….”

“Banyu….”

Terngiang kembali saat perkenalannya dengan laki-laki itu, Banyu Biru. Acara workshop yang sebenarnya ia ikuti dengan perasaan enggan dan hampir terlupakan tak dinyana memberikan ia pelajaran yang sangat berharga untuk pertama kali. Gadis belia yang berusia 25 Tahun ini dan akan menginjak dewasa belum pernah merasakan perasaan cinta yang mendalam pada seorang laki-laki manapun. Kekasihnya yang sudah sekian lama bersama pun tak cukup membuat hatinya luluh lantak. Apa sebenarnya pesona yang dimiliki laki-laki itu yang membuat Fia benar-benar merasa jatuh ke dalam jurang paling dalam di hatinya.

“Mas, aku boleh ya ketemu sama mas sebelum aku dines ke Batam walaupun bentaar aja. Aku  janji ga akan nyusahin mas kok. Hari Selasa aku berangkat, nah Seninnya kita bisa ketemu kalau mas ada waktu biar ngomongnya ga putus-putus” Pesan lewat Blackberry Fia meluncur menuju Banyu

“Oke deh, Mas usahakan yaa. Mas juga sudah sangat ingin bertemu…” Balas Banyu.

Fia termenung mengingat percakapan via chat dengan Mas Banyu beberapa waktu lalu, yang membuat hatinya bergejolak membayangkan apa yang akan dibicarakan nanti. Bibirnya selalu kelu ketika berhadapan dengan Masnya itu. Tak pernah ia rasakan sebelumnya gemuruh jiwa dan perasaan canggung serta malu saat bertemu seorang laki-laki. Perasaan yang selalu berusaha ia tolak hingga membuatnya menjadi bukan seperti dirinya di tengah orang-orang yang menyayanginya. Semakin ia bunuh perasaan itu, semakin menjadi menjalari setiap inci nadinya. Tapi ia tau pasti bahwa ia tak boleh terus menerus memaksakan cinta ini karena ini merupakan “Cinta yang terlarang”.

“Tuhan, haruskah ku akhiri semua ini. Tapi mengapa aku tak mampu untuk melepasnya. Ini memang jalanku dan tolong bantu aku melalui persimpangan ini”

##########

“Fi, gila lo ya. Ga salah tuh? Nyebut fi, jangan-jangan lo dipelet!”, Lani mulai nyerocos ga keruan melihat tingkah Fia.

“Tapi lan, gue sadar sesadar-sadarnya kok. Gue akuin gue emang lebay tapi gimana lagi gue ga bisa nyembunyiin perasaan gue”. Dengan wajah memelas Fia terduduk di samping tempat tidur Lani, berharap sahabatnya dapat memahami perasaannya itu.

“Gue bener-bener ga suka liat lo kaya gitu, jadi kaya bukan lo tau ga sih. Apa sih keistimewaan Mas lo itu sampe bisa bikin seorang Sefia bisa takluk mengemis cinta sama cowo”.

Omongan Lani barusan seperti menyentak Fia, “Ah andai aku bisa membencinya, mungkin aku tak kan tersiksa menahan rindu ini” batinnya dalam hati.

##########

“Tuhan, mengapa sepertinya Engkau tidak merestui setiap pertemuanku dengannya. Aku hanya ingin menyelesaikan dan menyampaikan sesuatu padanya. Sesuatu yang paling mengusik hatiku dan aku harap dengan menyampaikannya dapat mengurangi beban berat di hatiku, aku ingin melangkah ke depan dengan lebih kuat tanpa bayang-bayangnya…”

Fia merasa berat menatap kerlipnya temaram lampu di tengah gelapnya Nagoya. Rasanya tak ingin kembali ke Pulau itu, pulau ini seperti menjadi pelariannya sejenak untuk melupakannya, Banyu Biru.

Aku suka air, karena selalu mengingatkanku padamu. Setiap pertemuanku denganmu air selalu menemani, setiap ingatanku padamu menyisakan air di pipiku. Dan percikan embun pagi itu akan selalu menghiburku disini meredam rinduku padamu, Banyu” By Sefia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun